Tiga belas

52 8 0
                                    

Sudah hampir dua jam lamanya Aku mencari posisi yang pas untuk bisa memejamkan mataku agar tertidur, tetapi pikiranku selalu saja memikirkan hari esok. Iya, hari itu adalah hari dimana Aku akan masuk sekolah baru, setelah lama menunggu sampai akhirnya rasa kantuk pun sudah datang menghampiriku, Aku langsung tertidur dengan pulas.

***

Aku sudah siap dengan seragam baru biru putih, dan tak lupa pula jilbab putih segi empat yang Aku kenakan dikepalaku. Aku terus berjalan mondar-mandir menunggu kedatangan Bapak yang akan pulang dengan sepeda motor pinjaman punya Mbak Hana.  Hari pertamaku bersekolah jenjang Sekolah Menengah Pertama akan diantar oleh Bapak.

Tak lama kemudian Bapak sudah tiba di halaman rumah, Aku langsung mengunci pintu dan memberikan kuncinya kepada Bapak, Bapak menerimanya dan la langsung memasukkan kunci itu ke saku baju kemeja birunya. Sebelum naik ke jok belakang, lagi-lagi Bapak mengingatkanku apakah sudah tidak ada barang yang tertinggal. Aku sudah menyiapkan semuanya jauh-jaauh hari mana mungkin Aku tertinggal sesuatu.

Jika mengendarai sepeda motor, lama jarak yang ditempuh ke sekolah hannya sekitar 20 menit. Disepanjang perjalanan Bapak selalu mengingatkanku agar selalu rajin bertanya dengan mata pelajaran yang tidak Aku fahami. Aku sudah berjanji kepada Bapak dan Mbak Hana, bahwa dengan bersekolah di sini Aku akan belajar dengan bersungguh-sungguh dan akan mendapatkan beasiswa.

Setelah sampai dipintu gerbang sekolah, ternyata Wulan sudah berada di sana dan sedang menunggu kedatanganku, Aku melihat dirinya begitu bersemangat hari ini, sayangnya Wulan masi belum menutup auratnya dengan sempurna, Ia sudah memakai rok biku panjang hingga menutupi mata kaki dan baju kemeja yang lengan bajunya juga panjang, hannya satu yang kurang, Ia masi belum juga menggunakan hijabnya. Setelah pamit dan bersalaman dengan Bapak, Aku langsung berlari mendekati Wulan.

"Aku gak nyangka banget kalau kita lolos seleksi dan bisa sekolah disini." pekik Wulan dengan wajah yang berbinar-binar.

"Lan, kamu beneran janji kalau misalkan kita beda kelas kamu tetep main sama Aku?" tanyaku sambil kami berjalan masuk ke dalam.

"Yaelah, sejak kapan sih Aku pernah bohong sama kamu?" tanyanya balik sambil sedikit berdesak-desakan untuk bisa masuk ke dalam sekolah ini. Aku tersenyum ke arahnya, memang benar bahwa Selama 6 tahun lamanya Aku mengenalnya, dia sama sekali tidak pernah berbohong dan selalu menepati janjinya kepadaku. Aku selalu bersyukur bisa memiliki sahabat sepertinya, dalam sujudku Aku selalu berdo'a bahwa persahatan kami akan selalu seperti ini selamanya.

Setelah berada di dalam, Aku dan Wulan sedikit bingung harus kemana, kami berdua memutuskan untuk duduk di tempat duduk dari semen yang dibuat melingkari pohon ketapang(9) kami masi sedikit tidak percaya bahwa kami benar-benar diterima dan dapat bersekolah disini. Hingga akhirnya bel berbunyi dengan nyaringnya, para siswa dan siswi berlari berhamburan untuk segera berbaris di lapangan utama.

Setelah Kepala Sekolah memberikan ucapan selamat atas kami semua yang sudah diterima disekolah ini, selanjutnya seorang Guru wanita berseragam sama seperti para guru yang lainnya dan berbadan sedikit gemuk itu maju kedepan. Ia neminta kami untuk diam dan mendengarkan nama kami masing-masing. Ternyata Ia sedang membacakan siapa-siapa saja yang masuk ke kelas VIIA, B, C, D, dan seterusnya.

Dalam hati Aku selalu berdo'a agar namaku dan nama Wulan ditempatkan dalam satu kelas yang sama. Tapi dalam sekejab harapanku pun musnah, ternya nama Wulan dan namaku ditempatkan di kelas yang berbeda. Kami terlihat saling kecewa karena kami tak lagi dapat bersama dijenjang SMP.

Aku dan Wulan berjalan bersamaan hingga sampai disebuah kelas yang akan ditempati oleh Wulan, Wulan melambaikan tangannya dan langsung masuk ke lokal barunya itu. Aku masih memperhatikannya dari ambang pintu, bbegitu mudahnya Ia beradaptasi dengan lingkungan dan suasana baru. Dalam hati Aku berdo'a bahwa Wulan tidak akan mengingkari janjinya kepadaku.

Kelasku dan Wulan hannya dipisahkan oleh satu tembok tebal saja, itu artinya kelasku san Wulan saling berdekatan satu sama lain. Aku memperhatikan secarik kertas putih yang tertenpel di pintu kelasku, dikertas itu tertulis 35 nama siswa/siswi baru yang akan menghuni lokal tersebut. Aku berjalan masuk kedalam, Aku memilih tempat duduk yang berada paling depan dekat dengan meja guru.

Ku edarkan pandanganku sekeliling melihat setiap sudut kelas ini, Aku berdecak kagum masih tak percaya bahwa Aku bisa diterima disekolah ini. Semua bangku sudah terisi penuh oleh siswa/siswi baru, tapi kenapa bangku yang berada di sampingku tidak ada yang mau mendudukinya?

Tak lama seorang Guru pria paruh baya yang tidak terlalu tinggi dan rambutnya hannya tumbuh dipinggirannya saja sedangkan di di atasnya sama sekali tidak sehelai rambutpun tumbuh disitu.

"Selamat pagi Anak-anak Bapak semuanya" dengan penuh semangat Ia membuka suara dipagi hari yang cerah ini. Alasan mengapa Guru disini tidak mengawalinya dengan salam, hal itu karena sekolah ini tidak semuanya yang beragama Islam, disekolah ini dihuni oleh siswa/siswi yang  terdiri dari beberapa agama yang berbeda.

"Oke, sebelum itu perkenalkan nama Saya Umar, dan saya adalah wali kelas kalian, dan..."

"Permisi"

Semua pasang mata tertuju pada seorang pria yang berseragam sama seperti kami semua, Ia berada diambang pintu kelas sambil menyandang tas ranselnya.

"Maaf Saya telat, Pak"

Pak Umar melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya.
"Waduh, hari pertama aja udah telat sekali kamu"

"Tadi gak sengaja nabrak kucing, pak"

"Yasudah, masuk! Tapi tolong jangan di ulangi kembali"

"Baik, Pak"
Pria itu langsung masuk kedalam kelas, Ia terlihat berdiri sejenak sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Tampaknya Ia sedang mencari kursi kosong. Kini pandangannya terhenti dan tertuju pada kursi yang berada disampingku, Ia berjalan mendekat ke arahku, bukan lebih tepatnya mendekat ke bangku yang berada disebelahku.

Setelah mendudukkan bokongnya, Ia melirik ke arahku sebentar, tatapan tajam seperti elang yang sedang melihat mangsa dan tanpa sedikitpun terukir senyum di wajahnya. Kenapa dia melihatku dengan tatapan tajam seperti itu? Apa Aku punya salah dengan dia? Aku rasa tidak, kenal aja juga enggak.





______________________________________________________




(9) ketapang atau katapang adalah nama sejenis pohon rindang yang biasa tumbuh di tepi pantai. Pertumbuhannya cepat, membentuk tajuk indah bertingkat-tingkat, sehingga ketapang kerap dijadikan pohon peneduh di taman-taman dan tepi jalan.

I am Strong [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang