Enam belas

57 5 5
                                    

Di dalam perjalanan menuju rumahku. Hannya ada keheningan, tak ada seorangpun yang mau membuka suara, hannya ada terdengar suara sahut-sahutan bernapas saja. Sedangkan si kulkas, Ia hannya fokus pada komiknya, sesekali ia juga tersenyum sampai memperlihatkan semua deretan gigi putih dan rapinya itu.

Apa yang membuatnya tersenyum seperti itu? Aku tak yakin ada unsur komedi dari cerita 'detektif conan'. Entahlah, kenapa aku memikirkan hal yang tak perlu difikirkan.

Aku melihat ke luar jendela, mobil ini sudah masuk ke jalan pedesaan, jalan yang dipenuhi dengan lubang-lubang, seketika kami yang berada didalam seperti terguncang, Aku mengeratkan peganganku pada tempat duduk mobil ini.

"Kayak naik kuda" ucap si kulkas dengan cekikikan, aku tak tau dimana letak lucunya. Kulihat pandangannya sudah tak tertuju pada komiknya lagi, ia melihat dan memperhatikan dengan seksama pemandangan desa ini.

Ia membuka jendela kaca mobilnya, dan membiarkan udara segar khas pedesaan masuk memenuhi mobil ini. Ia begitu menikmati suasana pedesaan yang jauh dari kata polusi, Ia memejamkan matanya dan rambutnya yang sedikit panjang beterbangan tertup angin seolah-olah juga ikut merasakan udara segar ini. Entah kenapa melihat wajahnya jauh lebih menarik dari pada yang lain.

"Belok mana, Neng?" tanya pak supir saat melihat jalanan ini memiliki dua cabang. Ia dengan menggunakan kaca spion, ia melirik ke atas, melihat tempat dimana aku duduk.

Aku menjadi salah tingkah, apakah pak supir ini melihat yang baru saja aku lakukan yaitu melihat gerak-gerik si kulkas.
"Kiri, pak"

Terlihat pak supir tersenyum ke arahku, senyum yang sulit untuk dijelaskan.

***

Mobil ini sudah masuk melesat ke perumahan penduduk, aku sudah meminta kepada supir ini agar aku tak perlu diantar sampai benar-benar dirumah. Tetapi, kulkas tak memperdulikan ucapanku, ia meminta pak supir agar jangan mendengarkan ucapanku.

Pandangan warga desa ini tertuju pada kami. Yaaa, inilah yang aku takutkan, setelah ini pasti bakal timbul kata-kata gosip dari mulut-kemulut warga disini, terutama para emak-emak yang tak punya pekerjaan.

Setelah berhenti tepat di halaman rumahku, si kulkas berbalik badan dan melihat ke arahku.
"Bisa bukak pintunya gak?" tanyanya dengan menahan tawanya.

Aku hannya menggeleng beberapa kali, pertanda bahwa aku memang benar tidak mengetahui cara membuka pintu ini, biarlah ia menganggapku kampunga. Toh, aku juga memang tinggal di kampung.

Dia menginstruksikanku bagaimana cara membuka pintu ini, tapi aku masih  belum juga mengerti. Dia pun akhirnya mengalah, dia keluar dan membukakan pintunya dari luar.

"Masa gini aja gak bisa" ucapnya sambil memanyunkan bibitnya, setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya, terdengar begitu meledek sekali.

"Serah" jawabku sambil keluar dari mobil ini. "Trimakasi"

"Trimakasi aja gak cukup"

Aku membelalakkan mataku, apa maksudhya? Apa dia meminta bayaran, ahh iya pasti itu. Aku merogoh saku yang berada di rok panjangku, hannya ada uang dua ribu di rok, aku mengingat-ingat apakah aku ada menyimpan uang di dalam tas. Tanpa pikir panjang Aku kembali mengobrak-abrik isi tas ranselku.

"Nih!" ucapku sambil menyodorkan uang pecahan dua ribu-an bahkan ada uang logamnya.

Si kulkas hannya melihatnya sambil mengernyit. "Apa?"

"Ongkos"

Dengan perlahan Dia maju dan mendekat ke arahku. Apa yang ingin dia lakukan? Kenapa dengan jantungku? Kenapa jantungku berdetak dua kali lebih cepat?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I am Strong [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang