Dua belas

53 8 0
                                    

Semenjak kejadian perpisahan sekolah, Aku lebih sering menghabiskan waktuku di kamar sendirian. Aku merasa jauh lebih baik ditemani oleh buku-buku daripada berteman dan bertemu dengan banyak orang. Teman-temanku sudah dua hari belakangan ini tidak datang kerumah untuk mengajakku bermain bersama, Aku dengar mereka sudah sibuk menyiapkan diri mereka untuk bisa diterima di sekolah yang berada diluar dari desa kami.

Bapak meminta Mbak Hana datang ke rumah untuk meminta pendapat bahwa Aku lebih baik disekolahkan dimana, di kota kah? Atau tetap bersekolah yang berada di desa ini?

"Kenapa gak coba di kota aja, Mas? Temen-temennya Atqia juga mau nyoba disana, lagian jarak tempuhnya juga gak terlalu jauh." usul Mbak Hana sambil mengambil satu potong goreng pisang yang baru saja Aku bawa dari dapur. Aku melihat Bapak menghela nafasnya dengan berat, Aku sudah tahu pasti apa yang sedang dipikirkan Bapak. Tentu saja ini mengenai biayaku di sekolah sana yang sudah pasti lebih mahal dibandingkan sekolah yang berada di desa ini.

"Atqia sekolah yang di desa ini aja, Mbak"
Usul ku sambil duduk di samping Mbak Hana.

"Yakin gak mau nyobak Negri dulu?" tanya Mbak Hana memastikan. Aku terlihat sedikit ragu dengan keputusanku itu, sejujurnya Aku memang menginginkam bersekolah disana. Tapi apalah daya Aku juga tidak akan sanggup melihat Bapak yang akan lebih terbebani dengan biaya sekolahku.

"Jangan khawatir sama biaya di sekolah  sana. Kalau memang Atqia mau, Mbak bisa bantu kok" Mbak Hana kini mengambil teh yang baru saja Aku tuangkan ke cangkirnya.

"Atqia, maunya sekolah dimana?" tanya Bapak yang sedari tadi hannya diam. Aku hannya meremas-remas ujung jilbabku saja tanpa menjawab pertanyaan Bapak.

Mbak Hana dan Bapak terlihat saling melempar pandangan karena melihat Aku yang hannya duduk terdiam. Nampaknya tanpa diberi tahu, mereka sudah tahu bahwa Aku menginginkan masuk kesekolah Negri itu, alasanku ingin bersekolah disana adalah karena Wulan, Joko dan teman-teman yang Aku kenal mereka melanjutkan sekolahnya disana.

"Kalau boleh jujur, Atqia mau sekolah di sekolah yang sama dengan Wulan"

Mbak Hana menatapku dengan heran, kenapa? Apa ada yang salah dengan ucapanku?

"Yakin?" tanya Mbak Hana yang masih ragu dengan ucapanku. Aku menjawabnya dengan mengangguk pasti.

"Dek, saran kakak jangan selalu ngikutin temen, masa iya kalau temen ke jurang kamu juga ikut kejurang."

Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang baru saja diucakan Mbak Hana.

"Kalau memang Atqia mau sekolah disana, Bapak setuju kok"

"Tapi, Mas niatnya Atqia mau sekolah disana itu uda salah"

"Sudahlah, Han"
Bapak meng-ahiri ucapannya sambil menyeruput teh hangatnya.

***

"Lan, kamu beneran sekolah yang di kota itukan?" tanyaku sambil melihatnya yang sedang memanjat pohon jambu air yang berada di depan halaman rumahku.

"Iya, kamu juga sekolah disanakan?"

"Aku takut, Lan" Aku ikut memanjat pohon jabu itu dan duduk disalah satu batang yang mampu menopang tubuhku.

"Takut kenapa?" tanyanya tanpa melihat ke arahku, Ia tengah fokus meraih jambu yang terlihat lebih besar dari yang lainnya.

"Aku takut kalau nanti Aku gak sekelas sama kamu"

"Loh, kenapa gitu?" tanyanya lagi yang sedikit kesal, karena jambu incarannya yang berada di pucuk itu tak bisa Ia raih. Tanpa kehilangan akal, Wulan menggoyang-goyangkan batang jalambu itu dengan sekuat tenaganya. Bukan hannya dahan yang wulan goyangkan saja yag ikut tergoyang, namun semua dahan dipohon ini ikut terguncang, Aku yang takut jatuh dengan perbutan Wulan segera ku eratkan peganganku pada salah satu dahan jambu ini.

"Aku gak kenal siapa siapa selain kamu, Lan"

"Gampang, nanti kalau kita beda kelas Aku pasti selalu main bareng kamu kok, tenang aja" kini Ia sudah berhasil membuat jambu itu terlepas dari tangkainya, Ia segera duduk di salah satu dahan yang berada lebih tinggi dari dahan yag Aku duduki.

"Janji kan, Lan?"

"Iya, Aku janji"
Aku sedikit lega dengan ucapan Wulan, nampaknya sahabatku ini bisa sangat aku percaya sepenuhnya.

***

Di rumah gubuk sederhana itu terlihat pria paruh baya tengah duduk sendirian di kursi kayu teras rumahnya. Diwajahnya sudah mulai terlihat garis-garis kerutan disana-sini, Ia tengah duduk melamun sepertinya begitu banyak masalah yang harus Ia hadapi.

"Kenapa, Mas?" tanya wanita yang jauh lebih muda dari usianya, Ia terlihat begitu cantik dengan senyum khasnya yang membuat wajahnya nampak berseri-seri. Wanita itu mematikan sepeda motor metiknya dan mengambil sesuatu dari jok bawah tempat duduk motornya, Ia mulai berjalan mendekati pria tersebut sambil melihat ke dalam rumahnya.

"Atqia ada gak, Mas?"

"Lagi keluar ke warung sebentar, Han"

Hana hannya manggut-manggut mendengarkan jawaban dari Burhan.
"Yaudah, Hana titip ini aja ya, mas! Nanti suruh Atqia untuk ngisi formulirnya. Besok pagi Hana jemput Atqia untuk daftar sekolah." Hana memberikan sebuah kertas pendaftaran sekolah baru Atqia nanti.

Burhan menerima kertas tersebut dengan berat hati, sepertinya ada masalah yang selalu ia pikirkan. Hana yang perasan dengan sikap Burhan itu segera menanyakan apa yang terjadi pada dirinya.

"Kenapa, mas?" kini Ia harus menayakan pertanyaan yang sama kembali.

"Mas bingung, masi ragu dengan diri sendiri apakah mas bisa biayai sekolah Atqia, sedangkan untuk makan sehari-hari aja Mas rasa udah susah"

Hana menghela nafasnya perlahan, kemudian berjalan dan duduk di sampingnya. " Kalau diri sendiri aja gak yakin, gimana orang lain juga ikutan yakin? Gak usah takut kalau masalah biaya, Hana pasti bantu kok mas. Ya itung-itung balas jasa  Mas Burhan sama Mbak Azizah"

Burhan menatap wanita yang duduk di sampingnya itu. "Jadi kamu anggap apa yang kami lakukan itu hutang yang nanti harus kamu bayar?"

"Bu...bukan gitu maksudnya, Mas. Yaudah deh gak usah dipikirin"

Setelah cukup lama terdiam diantara mereka, Hana kini kembali membuka mulutnya untuk bersuara.
"Di sekolah sana, ada beasiswa bagi murid yang berfrestasi, bagi siapa yang mendapatkan beasiswa tersebut, mereka gak akan bayar sepeserpun untuk biaya sekolahnya."

Burhan menatap ke arah lawan bicaranya tersebut, berniat untuk mendengarkan penjelasan tersebut dengan seksama.

"Dari kelas satu sampai kelas enam Atqia selalu yang mendapatkan peringkat pertama di kelasnya, Hana yakin bahwa di sekolah barunya nanti juga dia dapat peringkat pertama dan dia juga akan mendapatkan beasiswa tersebut"

***

Hari ini Aku sudah berada di sekolah Impianku sejak lama, Aku kesini bersama dengan Mbak Wulan yang menemaniku untuk mendaftarkan diriku sebagai siswi baru. Aku tercengang melihat sekolah ini begitu besar jauh berbeda sekali dengan sekolah yang berada di desaku. Sekolah ini memiliki segalanya yang tak pernah Aku lihat disekolah di desa.

Sangking asyiknya melihat-lihat bangunan sekolah yang begitu besar ini, tanpa sadar Aku menyenggol lengan seseorang dan langsung meminta maaf, kemudian berjalan pergi meninggalkannya dan mendekat ke Mbak Hana yang telah meneriaki namaku dari jauh.

"Ehh tunggu!" teriaknya dan langsung berlari mendekat ditempat aku berdiri.

Aku bingung dengan apa yang harus Aku lakukan, menunggu orang tersebut datang menghampiriku atau mendatangi Mbak Hana yang telah berteriak memanggilku. Akupun memutuskan untuk lari dan mendekati Mbak Hana.



_________________________________________________________

I am Strong [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang