Vote, comment jangan lupa yaa!
enjoy, happy reading guys!
*****Pada malam hari di dalam kamar Alden, Seescha sudah tertidur pulas. Namun tidak dengan Alden, ia terus memikirkan apa yang tadi ia katakan pada Seescha. Alden memiliki alasan mengapa ia lebih memilih Lia yang akan tinggal di Milan.
Alden menyandarkan tubuhnya pada sandaran kasur dan mengambil ponselnya. Alden mengirimkan email kepada Papanya dengan harapan akan dibaca dan dibalas secepatnya. Setelah beberapa menit, Alden memutuskan untuk tidur.***
06.00 AM
Keluarga Alden sedang sarapan bersama. Setelah mereka sarapan, mereka berbincang-bincang sebentar mengenai sekolah Lio dan Lia. Semua terdiam dan saling menatap satu sama lain saat Lia berbicara,
“Lia mau bersama abang terus sampai nanti kita lulus kuliah ya kak!”
Lio tersenyum lalu mengangguk mendengar apa yang diucapkan adiknya, “Tentu Serryn.”
“Ayo kita berangkat sekolah,” ajak Lio.
“Pak Ian yang mengantar kalian ke sekolah ya. Daddy ingin menghabiskan waktu berdua dengan Mommy kalian,” ucap Alden lalu tertawa renyah.
“Terserah Daddy,” ujar Lio.
Lio pergi mengambil tas sekolah miliknya dan juga milik Lia. Setelah mengambil tas tersebut, Lio mengajak Lia untuk pergi ke halaman rumah. Seescha juga mengajak Alden untuk mengantar kedua anaknya ke depan. Alden merangkul pinggang Seescha lalu berjalan keluar rumah.
Saat Lio dan Lia sudah berada di dalam mobil, Lio membuka kaca mobil tersebut dan menatap Mommy dan Daddynya yang tersenyum ke arahnya. Lia melambaikan tangannya pada Alden dan Seescha.
“Hati-hati ya sayang! Semangat belajarnya!” ucap Seescha menyemangati.
Lio dan Lia menjawab bersamaan dengan penuh semangat, “Tentu Mom!”
“Sampai jumpa,” pamit Lio.
Alden mengangguk dan Seescha melambaikan tangannya pada Lio dan Lia. Mobil yang dikemudikan Pak Ian lalu berjalan keluar pekarangan rumah menuju sekolah Lio dan Lia berada. Alden mengajak Seescha untuk kembali ke dalam rumah. Sejujurnya Seescha tidak tahu mengapa suaminya tidak pergi bekerja seperti biasanya.
Di ruang tamu Seescha akhirnya bertanya pada Alden, “Kenapa kamu gak pergi bekerja kak?”
Alden menatap Seescha, “Papa akan datang kemari, sayang.”
“Papa? Untuk apa? Bukankah Papa sedang berada di luar negeri?” heran Seescha.
Alden menatap ke depan lalu berkata, “Tadi malam aku kirim email ke Papa, Papa membalasnya. Papa bilang dia akan datang kemari hari ini.”
Seescha mulai berpikir apa yang akan dilakukan Papa mertuanya itu dirumahnya, namun Alden meyakinkannya,
“Percaya sama aku, Papa pasti memiliki alasan yang penting untuk datang kemari. Aku juga yakin kalau Papa akan membantu kita,”
“Aku tahu itu kak. Tapi sebaiknya kita gak menaruh rasa percaya terlalu besar pada orang lain. Tidak ada orang yang dapat kita percayai sepenuhnya, karena sifat manusia dapat dengan mudah berubah. Walau begitu, aku gak mempersalahkan kamu yang percaya dengan Papa kok,” ucap Seescha tersenyum.
“Iya sayang,” ujar Alden lalu memeluk Seescha.
Sudah hampir 30 menit Alden dan Seescha menunggu kedatangan Papanya di ruang tamu, namun belum ada tanda-tanda kalau Papanya akan datang. Karena merasa jenuh, Seescha mengajak Alden untuk membuat cheese cake untuk dimakan bersama pada makan siang nanti.
Alden dan Seescha sudah berada didapur. Saat Seescha sedang melihat resep untuk membuat cheese cake, Alden justru sudah sibuk menyiapkan alat dan bahan untuk membuat cake tersebut.
“Emang kamu tahu apa aja yang akan dibutuhkan kak?” tanya Seescha.
“Tentu. Biar aku yang buat cake-nya kamu diam duduk yang manis dan lihatin aku aja Yang,” ucap Alden yakin.
Tak ingin berdebat panjang dengan Alden, Seescha memutuskan untuk duduk diam seperti yang dipinta suaminya tadi. Seescha melihat dengan lekat segala sesuatu yang dilakukan Alden, tidak ada yang berubah, pikirnya. Alden tetaplah Alden yang dulu Seescha kenal. Tampan, perhatian, dan keras kepala.
Alden sibuk membuat adonan cake dan Seescha yang masih setia menatap suaminya yang sedang membuat cake. Dua puluh menit berlalu, Alden dan Seescha hanya perlu menunggu cheese cake yang dibuat itu dingin dengan memasukkannya ke dalam kulkas. Dan bersamaan dengan saat itulah Bi Ika mendatangi Alden dan Seescha di dapur.
“Maaf mengganggu, tapi Tuan Revor datang dan sekarang sedang berada di ruang tamu,” ucap Bi Ika sopan.
“Tolong buatkan Papa teh hangat ya Bi, beberapa tambahan roti juga gak apa-apa. Terima kasih ya Bi,” ucap Seescha tersenyum.
Bi Ika mengangguk mendengar permintaan Seescha dan langsung menyiapkan apa yang dipinta. Alden dan Seescha kemudian berjalan meninggalkan dapur menuju ruang tamu untuk menemui Papa-nya. Alden duduk berhadapan dengan Papanya dengan Seescha disebelahnya.
“Apa Papa mau beristirahat dahulu di kamar?” Tanya Seescha.
“Tidak perlu, aku akan pergi setelah Alden menandatangani dokumen ini,” ucap Papa Revor.
Alden dan Seescha saling bertatapan heran atas apa yang diucapkan Papanya baru saja. Revor mengeluarkan satu map hitam yang berisi beberapa lembar kertas dan meletakkannya di atas meja, tepat di hadapan Alden dan Seescha.
Bi Ika datang dan langsung meninggalkan ruang tamu setelah meletakkan teh dan roti diatas meja. Alden mengambil map hitam tersebut dan membukanya perlahan. Baik Alden maupun Seescha heran melihat paspor serta selembar kertas cek uang bertuliskan seratus juta rupiah.
“Papa, untuk apa paspor dan kertas cek ini?” Tanya Alden pada Revor.
“Kau lihat dahulu kertas berikutnya,” ujar Revor.
Revor mengambil roti yang disediakan lalu memakannya. Sedangkan Alden memperlihatkan isi map hitam tersebut kepada Seescha, namun tidak ada respon dari Seescha. Seescha mengambil alih map hitam itu dan melihat selembar kertas yang berada di belakang paspor serta kertas cek uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ryshalia
Teen Fiction[ON GOING] Ryshalia Serryn Xavield. Anak kecil yang cantik, selalu ceria, selalu melakukan hal yang menyenangkan bersama orang yang disayanginya, sangat beruntung bukan? Tetapi semua itu tak berlangsung lama, Serryn terpaksa harus berjauhan jarak da...