Ternyata tampan saja tak mencerminkan kelakuan.
Anindhita leviona Anggini
*****
"Eh, Yaya!" seru Dita berlari kecil mengahampiri Yaya yang kian menjauh bersamaan dengan langkahnya, "Ya, tungguin dulu." sambungnya.
"Apalagi?" jawab Yaya memberhentikan langkahnya, lalu menoleh pada Dita tak lupa juga dengan tatapan datarnya.
Mendapati Yaya yang menuruti perkataannya, dengan segera Dita menghampirinya, dengan napas yang tersegal segal, berusaha mengirup oksigen yang semakin menipis "Huh, lo kalau jalan satu langkah itu tiga langkah buat gue, Astagfirullah" ucap Dita yang kini memegangi dadanya, sedikit menormalkan napasnya.
Yaya hanya menatapnya nya malas, lalu menaikan sebelas alisnya saat Ditaa berada di depannya, seolah berkata kenapa?
"Mau minta tolong nih," ujar Dita.
"Apa?"
"Anterin ke Mall yuk, gue mau beli baju buat hari minggu, baju gue pada buluk semua," lirih Dita.
"Males, ada traktirannya gak?" Melihat Dita yang menundukan kepalanya, nampak berat dengan tawaranya, memainkan beberapa jemarinya di sana, Yaya yang melihatnya hanya menghembuskan napasnya lemah "Lebih baik di simpan uangnya, baju lo masih pada bagus." sambungnya.
"Untuk beli baju ada, tapi untuk traktir lo gue..." ucap Dita yang mengantungkan kalimatnya, menatap Yaya dengan tatapan sendunya.
"Ada hal yang lebih bermamfaat dari beli baju, simpan uangnya buat nanti, kasian bunda. Akhir-akhir ini ekonomi keluarga kita menurun, jangan buat dia tertekan dengan beberapa keinginan kita" jelas Yaya melanjutkan langkahnya, menuju kamar tempat ternyamanya.
Yaya tahu, kelakuan Dita tak pernah berubah dari dulu, selalu menghabiskan uang dengan membeli barang yang tidak perlu. Padahal kebutuhan bukan hanya itu. Dita tidak begitu rapih dalam menghemat uang, tanpa berpikir panjang.
Bukannya Yaya yang mengajaknya lebih dulu? Iya memang. Tapi itu adalah cara Yaya yang mengalihkan pembicaraan menyesatkan dari Dita. Tidak ada cara lain karena ia tahu kekepoan Dita tak akan pernah hilang begitu saja.
Yaya memberhentikan langkahnya, segera berbalik kembali menatap Dita yang masih setia menatapnya, jujur ia tak tega melihat Dita yang seperti itu, bahkan untuk menolak permintaanya sangat sulit ia lakukan.
"Dita?"
"Iya?"
"Okedeh." putus Yaya mengiyakan ajakannya.
Dita masih menatapnya, merasa bersalah atas tindakannya, ia malu terhadap diri sendiri, malu karena menjadi beban di keluarga ini, ia sangat tahu. "Gapapa deh Ya, lain kali aja hehe."
"Gak. Pokonya harus jadi. Maafin gue yah?" ucap Yaya yang kembali menghampiri Dita.
"Lo gak salah, makasih banget udah ngingetin gue." jawab Dita yang menebarkan senyumanya.
"Lah, ko jadi Mellow gini, gak asik ah." tutur Yaya menyenggol bahu Dita yang membuat si empu meringis kesakitan "Lemah banget lo," sambungnya yang hanya di balas dengkuran pasrah anak itu.
"Mumpung gue lagi baik hati, tidak sombong, jadi kali ini gue yang traktir lo, gimana?" Pinta Yaya yang di balas tatapan aneh Dita.
"Menang sidney yah?" Keduanya saling menatap atas kalimat yang baru Dita lontarkan, pipi mereka mengembung, tanpa nunggu lama suara nyaring menghiasi rumah ini, bahkan tawa Yaya sampai nyaris memecahkan vas bunga di sampinya, dengan segera ia menangkapnya dan mengembalikanya pada tempat semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Phytagoras Hati
Teen FictionSeperti layaknya rumus phytagoras yang teramat memusingkan, lantas apa bedanya dengan cinta segitiga yang menyakitkan? Bukan, ini bukan tentang kisah cinta segitiga antara dua sahabat yang mencintai laki laki sama, atau tentang seorang yang rela mel...