6. Asumsi

206 96 150
                                    

Janganlah berasumsi tinggi. Ingat! Kadang otak dan hati saling menyalahi.

Anindhita Noviona Anggini.

********

Yaya masih menatap sengit pria sialan itu, pria yang sedari tadi menganggu ketenangannya. Dengan muka songong dan kunci motor yang ia putar di jari dan kaki yang sengaja di angkat pada kursi yang didudukinya. Sungguh sopan sekali.

Tanpa meperdulikan lelaki itu Yaya terus saja berjalan ke arah daun pintu rumahnya, tanpa menoleh sekalipun pada dia. Satu pertanyaan menganggu pikirannya, kenapa dia ada di rumah Yaya?

Kaki berurat itu mengahalagi langkah Yaya. Yaya hanya menarik nafasnya lama lalu menghembuskannya dengan kasar, menatap tajam si pemilik kaki yang tidak sekolah itu. Menentang pertempuran di sana. Lelaki itu hanya memainkan benda pipih miliknya,  tanpa memperdulikan Yaya yang terus menendangi kakinya. Apasih maunya dia? Sungguh rasanya ia ingin bunuh lelaki di hadapanya.

"Kaki lo mau gue potong?" tanya Yaya dengan muka datarnya.

Ucapan Yaya hanya seperti angin lalu, yang tidak mendapatkan balasan sedikitpun, kesabarannya sedang di uji, lelaki seperti ini yang membuat Yaya rasanya ingin menjadi psikopat untuk sekali saja. Dengan kasar Yaya menginjak paksa kaki yang sengaja menghalagi jalannya.

"Anj-" umpat lelaki itu yang lebih memilih menenggelamkan  kata indahnya saat Renata datang membawa nampan berisi minuman dan beberapa cemilan di sana. David hanya merapatkan bibirnya dan berusaha senyum setulus mungkin pada Renata.

"Loh Yaya, udah pulang?" tanya Renata yang menyimpan nampan pada meja di depan David.

"Udah bun" jawab Yaya memgambil tangan ibunya lalu menciumnya. "Dia siapa?" lanjut Yaya menunjuk laki laki yang tanpa malu sedang meminum jus jeruk itu.

"Oh dia David teman Dita" jawab Renata yang keliatan kaget dengan kelakuan David yang tanpa malu menyantap lahap makanan yang ia sajikan. David menoleh lalu tersenyum pada Renata "Maaf yah tante, saya lapar hehe" kikuk David menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Renata hanya tersenyum tipis lalu mengangguk "Iya gapapa, Tante senang jangan sungkan disinimah, anggap aja rumah sendiri," ucap Renata yang di barengi kekehan David. "Kalau masih lapar makan aja di dalam" lanjut Renata yang di balas gelengan kepala oleh David. "Eh gak usah tan, ini juga udah cukup, makasih banget" tolak David dan Yaya hanya menatapnya datar, sungguh luar biasa sekali pertontonan drama ini.

"Gak tahu diri." sarkas Yaya segera beranjak pergi dari sana, dan Renata hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan anaknya "Maafin anak tante yah, dia emang suka kayak gitu kalau belum kenal." ucap Renata yang tak enak hati atas tindakan Yaya.

"Iya gapapa tan," balas David ramah.

Tanpa nunggu lama Dita datang dengan polesan make up  tipis dan drees merah maroon kesukaanya, serta tempelan jepit korea di rambutnya yang lurus dan legam, tak lupa juga tas selempang yang berwarna sama yang menambah keindahan dan kesejukan saat orang menatapnya, seperti yang David lakukan sekarang, pandangannya tak lepas dari sosok Dita yang kini di hadapanya. Cantik. Satu kata untuk penampilan sempurna yang Dita ciptakan.

"Maaf yah nunggu lama" ucap Dita yang merapikan rambutnya.

"Iyaa. Tan kita berangkat dulu, " pamit David yang menyalami tangan Renata. "Dita berangkat ya bun" sambung Dita yang melakukan hal sama seperti David.

"Iya hati-hati, David titip Dita yah, jangan pulang malam." peringat Renata yang di balas anggukan David.

"Assalamualaikum"

Phytagoras HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang