Terkadang bermain dengan teka-teki dan memasukinya adalah ujian yang harus dicoba. Sulit? Tidak. Hanya saja semua belum menemui titik terangnya.
Anindya Leviona Anggini
***********
Dengan panas terik yang menyengat Yaya harus berdiri tegak dibawah cahaya matahari, dan tangan yang pegal dengan gaya hormat, selama dua jam ini.
Andai ia tidak ikut Reina untuk jajan di kantin saat KBM berlangsung, mungkin ia tidak akan berada berjajar dengan temannya disini.
Yaya hanya memutar bola matanya malas, melihat beberapa tatapan orang yang menatapnya tak suka, dengan beberapa cibiran yang sampai pada gendang telinganya, dasar manusia. Pikirnya.
"Gara-gara lo Rei, kita dihukum kayak gini, mau ganti berapa lo dengan skincare gue yang nyaris mubajir seperti ini," keluh Laurent.
"Bener banget, malah gue lupa pakai suncreen pas berangkat tadi, karena tuh si Yaya buru-buru," timbal Dita.
Yaya menoleh, menatap malas Dita yang selalu menyalahkannya, emang definisi adik gak tahu diri. Sedangkan Reina? Jangan tanya dia lagi santai tersenyum dengan beberapa kedipan matanya. Dalam hatinya ia sangat puas, kapan lagi'kan membuat temannya menderita?
Cindy berjalan santai dikoridor dengan membawa jus Alpukat yang di pegangnya. melirik keempat temannya yang menatapnya sendu, dengan sengaja Cindy meneguk jus itu dan memegang tenggorokannya. Menoleh pada Reina seolah berkata mau? Dengan repleks Reina menggangguk.
Namun sial, cindy tanpa dosanya lanjut berjalan, menghiraukan tatapan memprihatinkan dari temannya. Apalagi Laurent tidak perlu di definisikan lagi. Dengan keringat yang membanjiri pelipis dan pipi yang terlihat kemerahan serta rambut yang sudahlah. Panas ini terlalu menyiksa dirinya.
Yaya melihat jam tangannya, pukul 11:30. Ia menghembuskan napasnya pasrah. "Sabar ya, setengah jam lagi."batinnya.
Dita hanya menggerakan tubuhnya ke kanan dan kiri, kakinya terasa gatal, sudah 3 jam mereka berdiri disini. Ia liat Reina yang seperti cacing kepanasan dan Laurent yang menghentakkan kaki kesal. Sungguh hari paling menyebalkan. Lepas ini ia akan buat perhitungan dengan Reina. Si biang kerok.
Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh siswa berhambur menumpahi isi lapangan yang luas. Terdengar napas lega lagi keempat sejoli ini, dengan langkah gontai mereka mencari tempat ternyaman untuk istirahat.
"Kayak dineraka gue, beneran." Laurent yang menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Bu Risma yang menurutnya begitu kejam.
"Emang lo pernah keneraka?" polos Reina yang menimpali ucapan Laurent, yang dibalas dengusan kasar gadis pirang itu. "Belum, kenapa lo mau gue daftarin kesana?"
Reina bergidik, "Gak deh, lo aja dulu nanti testi ke gue gimana rasanya,"
"Testi pala lo, emang bener-bener... Astagfirullah maafkan hamba ya Allah, dan berilah hamba ketabahan untuk selalu berteman dengan dia," histeris Laurent dengan nada pasrah menerima kenyataan ini.
Dengan gak habis pikirnya Reina hanya menatapnya iba, cobaan apa yang menimpa Laurent sampai ia setulus itu dalam memanjatkan do'anya. Sungguh berat pikirnya.
"Dehidrasi gue anjir." Itu Dita yang bicara, memegang kerongkongan yang seperti tertimpa kemarau panjang, ia membutuhkan oh air dimana kau.
Yaya beranjak dari tempat duduknya, napasnya sudah mulai membaik, "Kantin kuy."
Tanpa menjawab ajakan Yaya, mereka sudah berjalan didepan, meninggalnya? Oh pasti.
Laurent mengerlingkan matanya, ia kesal dengan Cindy yang kini tersenyum manis dihandapanya, "Tas lo pada berat njir, kek dosa yang punya tasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Phytagoras Hati
Teen FictionSeperti layaknya rumus phytagoras yang teramat memusingkan, lantas apa bedanya dengan cinta segitiga yang menyakitkan? Bukan, ini bukan tentang kisah cinta segitiga antara dua sahabat yang mencintai laki laki sama, atau tentang seorang yang rela mel...