Samar gelak tawa membangunkan paksa Sara dari tidurnya. Tanpa melihat jam, ia bisa tahu sekarang sudah sekitar pukul sebelas siang. Terlihat dari berkas sinar yang memaksa masuk meski terhalang tirai. Gadis itu melangkah gontai ke arah datangnya suara. Tidak biasanya kakak sepupunya-Jungwoo-membawa temannya ke rumah, malah laki-laki itu yang lebih sering mengunjungi rumah temannya.
"Udah bangun, Sar?" Ketiga orang di samping dan depannya spontan menoleh setelah laki-laki itu melempar pertanyaan retoris.
"Udah." Jawabnya pendek, masih bersandar di daun pintu. "Kok pada ke sini?"
Alis Sara berkerut tipis. Di hadapannya ada Mark, Farah, dan Haechan, asik menyantap sandwich yang tampaknya dibeli di minimarket dekat pertigaan sana. Ada urusan apa mereka datang ke sini tiba-tiba? Oke, pengecualian bagi orang yang terakhir, dia memang sangat sering berkunjung ke rumah ini.
"Kata Haechan kamu kalo kaget pasti sakit. Coba sini."
Gadis itu mendekat. Mark meletakkan punggung tangannya di leher, berpindah ke dahi, lalu ke kedua pipi yang terlihat lebih pucat dari biasanya.
"Panas, kan?" Kali ini Haechan bertanya memastikan. Walau tanpa menyentuh untuk tahu suhunya, ia sudah tahu jawabannya. Bertahun-tahun berteman dengan gadis ini membuatnya terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan yang dimilikinya. "Apal gue."
Mark mengacak rambut gadisnya pelan. Suhu tubuhnya memang lebih tinggi dari suhu tubuh biasa saat ia pegang tadi. Terlebih saat saraf tangannya merasakan hembusan nafas yang ikut hangat dari hidungnya. Matanya terlihat lebih sayu. Rambutnya tergulung asal karena belum mandi.
"Cepet sembuh dong, gue jadi gaada temen ngambis." Rewel Farah yang disahut dengan senyuman tipis oleh Sara.
"Nih makan, gue beliin banyaaak banget jajanan. Nih, lo demen ayam famima gue beliin, odeng lawson juga ada, popcorn alpamart ada, mau apa lagi? Bilang sini." Seru wanita dengan poni tipis itu antusias, sambil memperlihatkan satu per satu makanan dari sebuah kantong plastik besar di dekatnya.
"Far gue sakit bukan gara-gara kurang makan. Ini lo banyak banget bawanya..."
"Ya gapapa. Mumpung dibeliin pacar lo?"
Sara melirik Mark yang menatapnya balik seakan memberikan isyarat bahwa ia harus menghabiskan itu semua sampai tak tersisa.
"Ajak ke kamar lo aja sih mereka, biar lega juga bisa tidur-tiduran." Ujar Jungwoo. Sebelum Sara bangun tadi, mereka membicarakan banyak hal. Mulai dari mengobrol tentang channel gaming dengan Haechan, membahas tangga lagu musik terbaru dengan Farah, hingga yang paling berat, berdiskusi tentang isu-isu sosial dengan Mark. Jungwoo pikir, mereka mungkin lelah duduk selama itu di kursi makan.
"Ide bagus." Timpal Haechan yang langsung membawa plastik besar tadi ke kamar yang didominasi warna putih, abu, dan warna kayu.
"Diliat-liat, malah kayak si Haechan yang punya kamar ya."
Kicauan iseng Farah memang benar juga, sih. Tetangga-tetangga pun sampai ikut hapal dengan laki-laki yang sering mampir ke rumah ini sejak sekitar lima tahun lalu. Haechan sudah mengunjungi rumah ini semenjak ayah Sara masih tidak perlu dirawat di rumah sakit seperti sekarang. Wajah Haechan yang ikut terpampang dalam potret yang dipasang di pigura, yang diambil saat mereka berempat berlibur bersama, pun cukup untuk menjelaskan betapa akrabnya pemuda Lee dengan keluarga ini.
"Gue mau masakin sup dulu."
"Eh, gausah lah, Chan. Go-food aja." Tolak Sara cepat-cepat.
"Gue lagi mood bikin makanan, nih. Jangan ditahan-tahan."
"Yaudah deh terserah lo." Sahutnya pasrah.
"Count me in."
"Ga, Mark. Gue ga yakin, sumpah, ngga. Oven Renjun aja ngebul gara-gara lo kemaren."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEBATER -Mark Lee
FanfictionGimana rasanya naksir anak debat? "Kirain debat doang passion aku, ternyata kamu juga." "Dakjal" © sarawberries