Hari ini Bara dan Zia sudah bebas dari skorsnya, itu artinya mereka sudah bisa mengikuti pelajaran seperti biasa.
"Yess! Akhirnya udah ada waktu buat cuci mata yekann! Kalo liat di hp doang mah nggak seger!" seru Bara yang masih sibuk bersiap untuk ke sekolah.
Lain lagi dengan Zia yang malah malas-malasan untuk bersiap ke sekolah, dirinya memang sangat berbanding terbalik dengan para gadis pada umumnya.
"Semoga gue diskors lagi, ya Alloh ...," lirih Zia dengan wajah kusutnya seraya menengadah ke atas, berharap Tuhannya mengabulkan doanya itu.
-BNY-
"Wah-waaah ... sekarang Neng Zia berangkat sekolah pakai mobil, ya?" tanya penjaga gerbang SMA Lentera itu dengan senyum yang kian merekah. Siapa lagi kalau bukan Pak Bejo.
Zia yang sengaja menghentikan mobilnya itu tertawa singkat, seperti kebiasaannya, dirinya akan memberikan beberapa potong roti sandwich untuk Pak Bejo, dan diterima dengan senang hati pula oleh pria itu.
"Mobilnya buat Pak Bejo aja kali, ya? Zia nggak suka sama mobil ini," kekeh Zia dengan memukul ringan setir mobilnya.
"Walaaah ... masa iya bapak-bapak malah pakainya mobil warna pink, Neng," sahut Pak Bejo dengan tawanya.
"Maka dari itu Zia nggak suka sama mobil ini," ucap Zia yang wajahnya kembali kusut.
Beberapa saat kemudian, Zia berpamit pada Pak Bejo untuk berlanjut memarkirkan mobilnya.
Zia memang sudah bisa menyetir mobil sendiri sejak lama, tetapi dirinya selalu menolak jika Hendra akan membelikannya mobil, padahal banyak anak diluar sana yang meminta-minta pada orang tuanya agar dibelikan kendaraan sendiri, tak seperti Zia yang lebih nyaman berjalan kaki, atau sekedar naik taksi.
Tapi karena kejadian beberapa hari lalu yang mengakibatkan wajah cantik milik Zia terluka, membuat Hendra semakin tak tega jika membiarkan anaknya terus-terusan jalan kaki jika akan pergi-pergi.
Setelah memarkirkan mobilnya, Zia pun langsung masuk menuju gedung sekolahnya. Zia mendapati seorang gadis yang berjalan tak jauh dari dirinya didepan, Zia mengamati gadis itu yang tengah asik dengan obrolannya bersama seseorang dilayar handphone-nya.
Zia memincingkan kedua matanya. "Itu si Lenong, kan yak?" tanyanya pada diri sendiri.
Lenong yang Zia maksud adalah Lani, jadi, Lenong adalah panggilan spesial dari Zia untuk gadis itu.
"Wah ... pas banget, nih,"
"Ustajah Zia mau ceramahin si jamet Lenong," ujarnya dengan wajah yang sangat ceria.
Zia memandang sekitarnya, saat dirasa keadaan sepi, Zia langsung berlari menuju Lani dan menariknya untuk ikut dengannya menuju koridor sekolah yang jarang dilalui para siswa maupun siswi di SMA ini, tentu saja Zia butuh tempat seperti itu agar dirinya bisa bebas menceramahi Lani.
"AAKH! BEGE! APA-APAAN LO?!" pekiknya tak terima seraya tangan kirinya berusaha melepaskan cengkeraman kuat dari Zia ditangan kanannya.
"Diem lo! Gue mau jadi ustadzah dadakan buat lo!" sahut Zia yang tak memperdulikan ringisan kesakitan dari Lani.
"EH! GUE NGGAK BUTUH USTAZDAH, YA! APALAGI USTADZAHNYA KAYAK LO!" pekiknya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE NEMBAK YOU || Selesai✔
Teen FictionSEDANG REVISI🗿 Sreg. Bara mendorong Zia sampai ke sudut tembok, kemudian kedua tangannya mengurung tubuh mungil gadis itu. "Kak, nggak usah modus, ya. Adegan kek gini banyak difilm-film dan dicerita wattpad yang gue baca." "Lo udah kurang ajar, ya...