"Bukan cuma lo!" Gadis itu menggeram kesal. Wajahnya sedikit memerah akibat marah. "Dia, dan seluruh kelas ini stress! Bisa gila gue disini lama-lama. Harusnya ga usah gue terima tuh undangan sialan! Gue perlu cari cara buat keluar dari sini."
"Lo h...
"Ini suratnya sayang. Tanda tangan aja." Papa menyerahkan sebuah amplop coklat dengan logo cantik di sampulnya. Aku sangat mengenali logo ini. Menyebalkan. Jangan jangan Papa ingin memasukkan ku ke sana?
"Papa bisa ga sih ketuk pintu dulu kalau masuk?" Aku berkata ketus. Melihat amplop itu membuat mood ku turun drastis.
Papa terkekeh. Mengelus rambut panjang sepinggang ku dengan lembut.
"Maafkan Papa Tuan Putri. Kau pasti sebal ya melihat ini?" Papa mengangkat amplop coklat yang tadinya diatas meja. Aku memutar bola mata.
"Baiklah. Sebenarnya Papa tidak setuju. Tetapi nenekmu sangat keras kepala. Ia ingin menyekolahkan cucu tersayangnya ini di sekolah terbaik"
"Udah gue duga sih. Pasti alasannya nenek" Aku membuang muka. Papa tau betul jika aku tidak bisa menolak jika sudah soal nenek. Aku amat dekat dengannya. Dia baik sekali. Selalu menjadi sosok yang hangat dan perhatian. Aku amat menyayanginya lebih dari apapun. Karena itu membuat aku tidak bisa menolak apapun yang ia inginkan.
"Kau belum makan?" Mama masuk ke kamarku sambil membawakan dua buah roti bakar isi coklat kesukaanku. Jadi ini permainan mereka. Membuat aku terlena dengan Papa yang mengelus rambutku dan Mama yang tiba-tiba tidak mengamuk pagi ini agar aku menandatangani surat dalam amplop coklat itu.
"Mah, kamarnya berantakan loh. Kok ga dimarahin?" Aku bertanya jahil. Mata Mama menyapu ke seluruh penjuru kamarku dengan tajam. Lalu kembali menatapku.
Ia menghela napas. Masih berusaha tersenyum sabar melihat putri kurang ajarnya ini. "Gapapa, nanti ada bibi yang beresin. Kamu mandi dulu aja"
Aku nyegir lebar. Mengambil amplop dari tangan Papa lalu memasukkannya ke dalam lemari samping meja belajarku.
"Aku ga mau. Sekolahin aku disekolah lain aja, Ma"
***
Deg degan. Takut. Frustasi. Itu yang di rasakan gadis ini sekarang. Wajahnya pucat. Sedari tadi menolak teriakan ibunya untuk makan siang. Melalui aplikasi Antrophodia, pengumuman kelulusan Entrance Examination akan diumumkan sebentar lagi.
"Del, kalo lo ga lolos. Kita mati aja" Ucap gadis itu pada dirinya sendiri. Dua adik kembarnya, Iqbal dan Bilal menatap wajah gadis itu dengan tajam. Mengira kakaknya ini sudah tidak waras.
"Bismillah. Kalian, dari pada liatin gue kaya gitu, mending doain gue. Satu menit lagi loh."
Deliani Rahayu. Gadis cantik ini berkacamata. Tapi tidak culun seperti yang dikatakan orang-orang. Wajahnya juga terlihat galak. Mana ada orang yang berani bertatapan langsung dengannya.
Si kembar tersebut mengangkat bahu. Malas menanggapi kakaknya yang sedang terkena mental.
"Itu udah bisa dibuka kak"
Delia menoleh layar tablet yang sedari tadi ia pelototi. Benar. Waktu pengumuman sudah sampai. Jari jemarinya lincah mengscroll ribuan nama peserta Entrance Examination itu. Ia melihat tiga nama dengan nilai ujian terbesar.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.