Bab IX : Mysterious Message

125 20 46
                                        

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*
*
*
*
*
*

↳ ❝ [BAB SEMBILAN : PESAN MISTERIUS] ¡! ❞

Sultan kali ini tidak dapat menelan ludahnya. Lidahnya bahkan kaku untuk berbicara. Anak-anak lain mengumpatnya dalam hati. Danda, teman yang mengerjainya tadi juga mulai memahami situasi. Ini serius.

Petama, lebah-lebah itu mulai berterbangan kearahnya. Jangankan berlari, untuk berdiri saja kakinya tidak sanggup karena gemetaran. Pemuda itu terduduk. Posisinya seperti siap menanti ajal.

"Bismillah, semoga dosa gue ga banyak-banyak amat."

Lebah-lebah yang lain juga menyusul ke arah murid-murid yang lain. Kondisi cafetaria sekarang kacau balau. Meja-meja terbalik, makanan tumpah, gelas dan piring berserakan dimana-mana akibat menghindari bom lebah tersebut.

"Terus kita gimana? Mau nunggu ajal disini?" Seru Tiska panik. Ia berkeinginan untuk kabur sekarang.

"Ga, kita capek-capek masuk Antrophodia bukan buat mati." Ujar Nadhifa sambil sibuk menyingkirkan drone lebah di rambutnya.

"Terus, Lo udah tau cara keluar dari sini? Pintu keluar ga bisa dibuka karena alat scan-nya mati. Lo mau nempelin Id Card lo lama-lama ga bakal kebuka." Seru Shafa

"Oh ya? Terus lo mau diem disini aja?" Sarkas Alea.

"Gue ga bilang kita bakal diem disini!"

"Jangan ribut. Marah-marah ga bakal ngasih kita solusi." Azizah menengahi pertengkaran. Mereka langsung kompak menutup mulutnya. Mengiyakan kalimat Azizah.

"Bener! Ayo sebisa mungkin hindari lebah-lebahnya, bahaya kalau tiba-tiba hinggap di badan kalian." Disya tidak ikut dalam pertengkaran karena sibuk menyingkirkan lebah bersama Qonita dari teman-temannya.

"Dan yang paling penting, kita sebenernya udah punya solusi." Shabira tersenyum penuh arti. Menatap ke arah gadis di depannya.

Merasa kesal ditatap-tatap, gadis itu melotot galak. "Apa lo liat-liat gue?"

Shabira menyilangkan tangannya di dada. "Robot laba-laba yang tadi lo lempar, berhasil keluar?"

Delia mendengus, ia terciduk saat melempar salah satu alat ciptaannya didepan Shabira. Entah gadis punya mata yang tajam atau hanya tidak sengaja melihatnya.

"Sebentar, bukannya alat teknologi disini dimatikan sama dia?" Nadhifa menunjuk seseorang yang ada di dalam layar besar itu.

Delia tertawa kecil. Ternyata ada yang menyadarinya. "Laba-laba ini gue desain saat gawat darurat kaya gini. Ga ada listrik, jadi gue pakai energi cahaya biar berfungsi."

"Tapi Tablet dan Handphone kita kan ga selalu kita colok listrik biar hidup kaya kipas angin. Kok bisa mati?"

"Tablet dan Handphone itu bisa di hack dengan mudah. Apalagi semua elektronik kita tersambung dengan tim IT Antrophodia. Orang ini tinggal minta password-nya. Jadi dia bisa sesuka hati ngotak-ngatik barang kita."

A+ ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang