4. Saingan Baru

9 3 0
                                    

Happy reading 💜💜

-o0o-

Markas sederhana yang terletak rada jauh dari pemukiman ini terdengar sangat ramai, penghuni yang terdiri dari tiga manusia sudah heboh sejak fajar. Karena rumah yang dijadikan markas oleh mereka ini sederhana, hanya terdapat satu kamar mandi, jadilah mereka ribut berebut kamar mandi. Tidak ada yang mau mengalah. Si Juno selaku pemimpin pun enggan mengalah untuk Arka si tangan kanannya dan si bocil Bima.

"Mending kita hompimpa aja. Siapa yang menang, dia yang duluan pake kamar mandi," ucap Bima, memberi solusi baik agar tidak ribut-ribut seperti ini.

"Apaan pake hompimpa segala! Gue ini pemimpin lo pada. Inget! Gue panutan lo berdua, kan? Ngalah, dong, sama gue."

"Mana bisa gitu pemimpin sialan! Lo lupa? Gue ni paling muda, gue adek disini! Dimana-mana adek itu di prioritaskan!"

"Heh bocah! Lo jangan lupain kebaikan gue, dong! Coba kalo lo nggak gue pungut di selokan tahun lalu, jadi apa lo sekarang?!"

"Enak aja! Lo jangan sembarangan ngomong, ye!"

"Berisik lo pada!" Arka memilih masuk kamar mandi lebih dulu. Lelah menghadapi dua sahabatnya yang banyak omong. Diam adalah cara yang baik untuk menuju kemenangan! Itulah yang sedang terjadi dengan Arka.

"Sialan! Gue pecat jadi tangan kanan gue mampus lo, Ar!"

"Arka anjing!"

Arka terkekeh di dalam kamar mandi saat mendengar umpatan kedua sahabatnya yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Arka tebak, sekarang mereka berdua sedang berdebat, saling menyalahkan karena kecolongan kamar mandi. Padahal ini hanya kamar mandi!

Setelah ketiga cowok itu sudah dalam keadaan bersih, alias sudah mandi, mereka duduk santai sambil ngopi pagi, menunggu dua sahabatnya datang.

Chiko dan Hengki. Mereka berdua malam tadi tidak ikut menginap. Hengki memang tidak biasa menginap seperti itu, tetapi terkadang dia juga sekali-kali tidur di markas. Beda dengan Chiko, cowok itu kemarin malam mengantarkan Kirana pulang, dan dia malas kembali ke markas lagi, karena jarak rumah Arka juga Kirana jauh dari markas, alhasil Chiko memutuskan kembali ke rumah. Kenapa tidak Arka yang mengantarkan? Karena dilarang sahabat-sahabatnya. Keempat sahabatnya tau, jika Arka kembali ke rumah, pasti besoknya mereka akan menemui Arka dengan wajah penuh lebam.

"Ini jadinya pindah sekolah ke mana, sih, anjir? Kayak orang ilang aja kita!" Bima mengeluarkan keluhannya sembari sibuk meniup kopi hitam miliknya yang masih panas.

Juno yang sedang bermain ponsel seketika memfokuskan perhatiannya pada Bima. "Gue bilang apa kemarin?! Makanya kalo pemimpin udah ngomong tuh didengerin!"

Arka yang sedang merokok menyahuti, "iya kalo pemimpinnya waras, sih, tanpa disuruh juga kita dengerin. Lah? Lo kan pemimpin yang rada sinting!"

Bima sontak tertawa, lain dengan Juno, cowok itu terlihat pasrah dituduh-tuduh, dituduh gila, gak waras, sebleng, dan sekarang?

"Terserah lo pada, deh. Gue hanya tersenyum tanpa niat bales! Biar dibales yang maha kuasa."

Bima tertawa terpingkal-pingkal saat melihat Juno yang tersenyum lebar. Kebanyakan manusia dipandang indah jika tersenyum, tetapi tidak dengan Juno. Dimata para sahabatnya, Juno tersenyum apalagi sangat lebar itu menjijikkan.

Rumit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang