Hari ini, pukul delapan pagi. Aku berada di rumah sakit untuk membantu Akira berkemas karena ia sudah diperbolehkan untuk pulang.
Aku sudah di rumah sakit sejak pukul enam tadi. Sudah dua jam aku berada disini bersama Akira.
Sebentar lagi, orang tuanya juga akan sampai ke rumah sakit.
Mempersiapkan administrasi, mempersiapkan barang bawaan dan mengantar Akira menuju ke rumah.
Kabar bahwa sosok gadis berusia 18 tahun ini sudah menyebar di dalam rumah sakit. Dokter yang tak menangani Akira, suster, pelayan, hampir semuanya juga sudah tahu berita tentang Akira.
Dokter yang menangani Akira hampir menitikkan air mata. Rasa yang tampak putus asa terpancar di wajahnya.
Dr. Yamazaki memegang erat tangan Akira saat jabat tangan dan memberi semangat padanya.
"Hinakawa, tetaplah semangat dan terus bergerak maju. Hiduplah sesuai apa yang cocok untukmu. Kematian tidak ada yang pernah tahu. Semoga saja, prediksiku salah."
"Terima kasih atas bantuannya, Dr. Yamazaki!"
"Saya sebagai Dokter, benar-benar tak bisa berbuat banyak terhadap penyakitmu. Sekali lagi, maafkan saya."
"Tenang saja, Dokter."
Akira menjawab dengan senyum manis di wajahnya. Terus, yang dikatakan Dr. Yamazaki juga benar. Aku berharap hal yang sama. Semoga prediksinya tentang sisa hidup Akira itu sebuah kesalahan.
Segala hal di rumah sakit juga sudah beres. Sekarang saatnya untuk pulang.
Raut wajah Akira berbeda dengan saat ia di rumah sakit. Wajahnya lebih bersinar dibanding biasanya. Menurutku, tubuhnya pun berangsur membaik.
Kudengar dari ibunya, kalau Akira waktu itu tiba-tiba tak sadarkan diri di lantai. Kata Akira, seketika kakinya lemas. Lalu, pandangannya menjadi gelap.
Saat sampai di kediamannya, ayah Akira harus pergi bekerja. Jadi, Akira, Ibunya dan Aku yang ada di rumah.
Ibu Akira juga harus bekerja satu jam lagi. Orang tuanya benar-benar sibuk, aku merasa kasihan mahkota hatiku ini kesepian.
"Akira, apa kau memberitahu sekolah tentang keadaanmu ini?"
"Belum, hanya tidak masuk karena sakit."
"Apakah kau bepikir untuk mengatakannya kepada teman-temanmu?"
"Tidak. Aku tak ingin mereka bersedih. Mungkin nanti sore atau besok aku akan mengabari mereka kalau aku sudah pulang dari rumah sakit. Hanya itu."
"Yah, itu keputusanmu."
"Apa kau akan pulang, Sora?"
"Iya, nanti siang aku akan kembali lagi. Kalau ada apa-apa, telpon saja aku."
"Baiklah."
Aku pulang ke rumah untuk istirahat sejenak, mencari camilan di toko untuk kubawa ke rumah Akira nanti siang. Aku sangat tidak enak dengan ibunya apabila aku istirahat di rumahnya. Jadi, kuputuskan untuk pulang saja.
"Aku pulang dulu, welcome home Akira. Bye!"
Kuharap, sisa hidupmu berisi hal yang menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
14 Days Left Before Dies
Historia CortaJuunichi Sora (19), remaja yang baru saja lulus sekolah menengah mendapat kabar bahwa gadis yang dekat dengannya tidak akan bisa hidup lebih lama lagi. Hinakawa Akira (18), gadis yang lebih muda satu tahun dari Sora akan meninggal dalam 14 hari lagi...