Hari pertama setelah pulang dari rumah sakit. Rencananya, dia akan mengundang teman-temannya ke rumah.
Sepertinya, Akira tidak akan membicarakan hal "itu" karena cukup berisiko apabila berita itu tersebar. Aku menerima apapun keputusannya.
Acara pesta kecil-kecilan juga haruslah meriah, tak perlu istimewa tapi mengesankan.
Aku juga diundang sebagai kakak kelas sekolah dan sebagai kekasih Hinakawa Akira. Aku sangat bahagia telah diundang olehnya.
Acara dimulai pukul lima sore yang artinya akan dimulai sepuluh menit lagi. Sudah ada beberapa gadis yang telah siap di rumah Akira.
Tak banyak, hanya ada tujuh orang. Aku, Akira dan lima orang lainnya. Dari lima itu ada tiga gadis dan dua pria. Mereka semua adik kelasku selisih satu tahun.
Menurutku, situasi saat ini sangatlah canggung. Saling diam, menatap layar ponsel masing-masing dan tak ada yang berani memulai percakapan.
Lalu kuputuskan untuk memulainya.
"Hmm, terima kasih sudah mau datang."
"Iya kak, sama-sama."
Kelihatannya, mereka benar-benar gugup. Seharusnya, Akira lah yang memulai percakapan selaku tuan rumah.
"Mari kita mulai acaranya...."
Akira memulai acara pesta, semuanya bersulang. Rasa bahagia tampak di wajah mereka semua.
Kebahagiaan Akira bersinar terang di wajahnya, seolah-olah rasa sakit dan kenyataan pahit yang ia pendam telah hanyut tenggelam.
Salah satu gadis mencoba mencairkan suasana yang cukup beku.
"Kamu sakit apa, Akira?"
Benar, niatnya memang mencairkan. Akan tetapi, dengan cara yang berbeda. Dia mencairkan dengan cara memanaskannya.
"Ah, aku sakit asma."
Nyaris saja. Akira tak pandai berbohong, tetapi mereka pasti tak tahu. Aku cukup mengenalnya, jadi ya tentu saja aku tahu.
"Bagaimana hubunganmu dengan Kak Juunichi ini?"
Salah satu gadis yang lain menceletuk. Semuanya tertawa bercanda.
Saat ini, wajah seperti apa yang kuperlihatkan? Tampak jelas bahwa wajah Akira merona. Ia pasti malu.
"Lancar saja kok. Bagaimana menurutmu, Sora?"
"Ah, iya. Lancar kok."
Benar sekali, hubungan kami lancar-lancar saja. Tentu saja mereka tak tahu kalau Akira akan meninggalkanku sebentar lagi karena penyakitnya.
Bagai tamparan keras di pipi, aku tersadar tentang pilihan yang ia berikan padaku waktu lalu.
"Hei Sora, kenapa kau menunduk?"
"Tak apa, hanya brain freeze karena es soda ini."
Giliranku berbohong. Mana ada diriku brain freeze karena es soda?
***
Jam dinding menunjukkan pukul 8. Tak terasa sudah tiga jam kami bersenang-senang.
"Kami pulang dulu ya, Akira. Bye-bye!"
"Sampai jumpa kembali. Hati-hati di jalan!"
Pestanya telah usai. Aku akan membantu Akira membereskan ruang tengah ini. Benar-benar kacau!
"Apa kau besok akan masuk sekolah?"
"Sepertinya iya."
"Jadi begitu. Baiklah."
"Ada apa, Sora?"
"Tidak ada apa-apa. Hanya penasaran."
"Apa? Hanya penasaran katamu? Jelas-jelas kau itu khawatir, Sora. Apa kau tak percaya padaku? Kau sendiri pasti telah melupakan pilihan yang telah kuberikan padamu kan?"
Setelah Akira divonis penyakit human killer itu, aku merasa kalau ia tambah sensitif. Terutama akal dan mentalnya. Suaranya meninggi di akhir kalimatnya.
"Bukan begitu, aku percaya padamu. Aku juga masih memikirkan pilihan itu. Maaf."
"Benarkah? Syukurlah kalau memang begitu."
Akhirnya, selesai juga hari ini.
"Aku mau ganti baju dulu, kalau kau mau pulang, pulang saja tak apa."
"Tidak, aku akan menunggumu."
Setelah pintu kamar ditutup, aku berjalan mendekat ke kamarnya. Betapa terkejutnya diriku yang telah kalut ini.
Ternyata, Akira sedang menangis. Aku mendengarnya dengan jelas. Tanpa pikir panjang langsung kubuka pintu kamar itu, namun dikunci.
"Hei! Akira! Buka pintunya! Ada apa? Hei?"
"Maafkan aku.... Sora.... Maafkan aku...."
Sial, suaranya sangat rendah dan gemetaran. Sepertinya, ia menyesal telah marah padaku atau mungkin meminta maaf untuk hal yang lain?
"Tak apa, Akira! Tolong buka pintunya...."
Setelah mendengar isak tangisnya, aku paham apa yang Akira rasakan. Aku juga paham perasaannya saat ini. Mungkin, aku juga telah yakin dengan keputusanku.
Mungkin, aku yakin kalau aku akan mati bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
14 Days Left Before Dies
ContoJuunichi Sora (19), remaja yang baru saja lulus sekolah menengah mendapat kabar bahwa gadis yang dekat dengannya tidak akan bisa hidup lebih lama lagi. Hinakawa Akira (18), gadis yang lebih muda satu tahun dari Sora akan meninggal dalam 14 hari lagi...