---------------------------------
karena terkadang diam itu jauh lebih merdu terdengar dibandingkan dengan kicauan suara tanpa nada-- marentinniagara --
---------------------------------One Squell of Kasta Cinta and the others
-- happy reading --
🎋🎋
.
.
.SOROT mata setajam tatapan elang itu jelas ditujukan kepada siapa. Sayangnya si empu bidikannya tidak begitu menanggapi. Bahkan dia lebih asyik bermain dengan jarinya. Memainkan spidol berwarna biru di beberapa map rekam medik pasien. IGD hari ini sangat ramai dan seluruh nakes dikerahkan untuk bisa turun tangan membantu, meskipun tanpa jadwal yang pasti terutama para dokter internship.
Terlalu banyak hal yang terlihat hingga spekulasi kesimpulan tercipta tanpa adanya sebuah konfirmasi atas semua fakta dan kebenarannya. Ketika amarah menjadi penguasa hati, maka logika seolah lupa akan peran pentingnya sebagai penengah sehingga luapan emosi itu tidak perlu sampai ke permukaan.
Anger and intolerance are the enemies of correct understanding. Just because you are angry, doesn't mean you have the right to be cruel.
Masih dengan pemandangan yang sama, beberapa orang hilir mudik di lorong IGD. Sementara tenaga kesehatan tak kalah hectic memberikan pertolongan pertamanya. Entahlah, semua terkesan seolah terencana hingga tak satu pun diantara mereka yang sempat berbicara selain mengkomunikasikan keadaan pasien kepada rekan sejawatnya. Sehingga prosedur triase IGD bisa diterapkan dengan baik.
"Dokter Faiyaz, ada pasien baru saja tiba tapi bed di IGD tidak mencukupi untuk dilakukan penanganan." Salah seorang perawat memberikan info kepada Wafiq
"Urgency?" tanya Wafiq.
"Kecelakaan Dok dan mengeluarkan banyak darah." Wafiq memahami dan meminta beberapa petugas untuk membawakan emergency bed yang bisa dipergunakan apabila pasien membludak di IGD.
Cekatan dan tentu saja dengan penanganan yang sesuai SOP menjadi pedoman. Bukan hanya masalah waktu namun juga pemahaman atas semua risiko jika terlambat dilakukan P3K.
"Nafiza, tolong berikan memo ini kepada dokter Aldi. Pasien harus dilakukan cito." Wafiq menyerahkan satu map rekam medis sekaligus memo yang telah ditandatanganinya.
Harusnya tanpa bertanya apa pun Nafiza telah memahami untuk tindakan apa selanjutnya. Sayangnya entah karena pikirannya terpecah atau kurang fokus sehingga artian yang berbeda tersemat dalam benaknya.
"Dokter Ardi, memo untuk anda." Ya, tentu saja Ardi begitu bahagia. Senyum manis menggantikan sorot mata setajam elang yang dia tujukan kepada orang yang dianggapnya sebagai pesaing terberat. Entahlah, seolah dunia penuh dengan prasangka tanpa adanya pembenaran atas kesalahfahaman yang terjadi.
Dengan membaca sekilas, Ardi tahu bahwa dirinya harus segera membawa pasien ke ruang OK. "Dokter Fiza bisa membantu saya?" Fiza mengangguk tanpa sempat berpikir ulang.
Logikanya seolah menguap, tidak ada asumsi atau penyetaraan persepsi. Nafiza hanya berpikir beriak gelombang di IGD akan segera berkurang saat tenaga medis bergerak cepat. Tanpa terpikir untuk apa Wafiq memberikan memo kepada Ardi sementara mereka berdua sama, sebagai dokter internship tanpa bisa melakukan tindakan jika tidak ada dokter spesialis atau dokter penanggung jawab IGD yang bertugas waktu itu.
"Bawa ke OK." Perintah Ardi kepada beberapa petugas untuk mendorong brankar menuju ke ruang OK.
Dalam hati, Ardi bisa jumawa di hadapan Nafiza. Setidaknya dia bisa menunjukkan bahwa tenaganya juga sangat dibutuhkan di rumah sakit itu, hingga seorang Wafiq saja mempercayakan semua kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RECTIFIER
Teen Fiction🖐🖐 Hai, berjumpa lagi dengan keluarga Mufazzal 🖐🖐 ada cerita Faiyaz Wafiq Mufazzal di sini. Dengan siapa? lihat, baca dan nikmati 😍😍 ---------------o0o--------------- Melihatnya sebagai seorang wanita sejak kali pertama aku mengenalnya. Itu a...