09-B ♡ 𝐂𝐢𝐫𝐜𝐮𝐦𝐬𝐩𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧

2K 289 23
                                    

---------------------------------
𝒃𝒆𝒘𝒂𝒓𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒇𝒖𝒓𝒚 𝒐𝒇 𝒂 𝒑𝒂𝒕𝒊𝒆𝒏𝒕 𝒎𝒂𝒏

-- marentinniagara --
---------------------------------

One Squell of Kasta Cinta and the others
-- happy reading --
🎋🎋
.

.

.

APA yang kamu percayai atas kata dasar cinta?

Mencintai, dicintai, pecinta atau pencinta, semua memiliki arti tersendiri. Masalahnya tidak sedikit di antara sekian banyak orang yang mencoba untuk mencari arti justru terjerembab atas inginnya sendiri. Gagal dalam percobaannya membedakan arti atas mencintai, obsesi dan memiliki.

Mendapati kenyataan bahwa kenyataan yang dilihat oleh mata tidak sebanding dengan sakit yang diterimakan oleh hati. Terkesan seperti drama lengkap dengan tumpukan script yang harus dihafalkan oleh para pelakonnya. Beberapa bukti menyingkap beberapa tabir yang sengaja dibentangkan untuk menyembunyikan sebuah aksi. Ternyata reaksi membuktikan bahwa kebenaran harus tetap disuarakan meski terdengar begitu menyakitkan.

Sechan masih bergelung dengan doa untuk kesembuhan ibunya yang tercinta. Mencoba untuk bicara melalui telepati hati kepada malaikat tanpa sayap yang menaungi hidupnya. Sebagai anak, wajar jika dia menginginkan yang terbaik untuk kesembuhan sang ibu. Namun, karena alasan biaya sekali lagi dia harus mengelus dadanya.

"Apa pun akan Sechan lakukan untuk kesembuhan Ibu. Ibu itu harta paling berharga dan satu-satunya dalam hidup Sechan, setelah apa yang dilakukan laki-laki biadap itu atas hidupmu dengan penerimaan malu di seluruh sisa usia yang harus kau jalani karena adanya Sechan." Lirih bibir Sechan bicara di dekat cuping telinga ibunya.

"Sechan punya dendam atas seluruh penderitaan kita. Tapi kau selalu meredamnya dengan perkataan cobalah berdamai dengan masa lalu, Se. Ibu, bahkan aku tidak pernah tahu, hatimu itu terbuat dari apa. Laki-laki itu yang telah merenggut semua masa depanmu tapi kau hanya diam dalam perundungan dengan menebus semua dosanya, memilih untuk membesarkanku, menghadapi cacian tetangga, menutup mata atas pelecehan kata bahkan sumpah serapah dari mulut kejam mereka." Sechan masih bicara namun ibunya hanya terbujur diam bersama alat-alat medis yang menempel di sebagian tubuhnya.

"Bu, jika ada kesempatan untuk memilih. Tentu aku tetap akan memilih menjadi anakmu, anak yang lahir dari rahimmu tapi bukan dari bapak seperti dia. Aku benci laki-laki itu!" Sechan muntab, hal yang biasa disimpannya kini harus dikeluarkan saat sang ibu tak lagi bisa beraktivitas karena pecahnya pembuluh darah setelah bertengkar dengan laki-laki yang diakuinya sebagai ayah Sechan.

Lebih menyakitkan lagi, saat laki-laki itu datang berkunjung dengan seorang lain yang cukup Sechan kenal karena dia sejawat yang sedang menjalankan residen di rumah sakit tempat dia bekerja.

"Jadi perempuan ini yang papa bilang adikku?"

"Ardi, jaga ucapanmu." Sechan hanya diam dengan gemuruh amarah yang menyala di dalam dada. "Mana ibumu, Se. Papa ingin bicara."

Lebih baik Sechan diam, tidak perlu memberitahukan dimana, bagaimana dan sedang apa ibunya sekarang. Sayangnya tidak akan bisa menyembunyikan hal itu lama jika kenyataannya Ardiansyah Abubakar telah mengetahui bahwa ibu Sechan terbaring tak berdaya di sebuah kamar inap kelas 3 di rumah sakit tempat mereka bertugas.

"Gue nggak suka papa menaruh perhatian lebih pada keluarga yang telah merusak kebahagiaan mama."

"Kami juga sudah tidak membutuhkan uluran tangan laki-laki penipu seperti papa Anda."

"Tutup mulut lo, Sechan."

"Saya tidak memiliki urusan dengan Anda, Dokter Ardi. Permisi!"

Belum sampai Sechan melangkah, salah seorang perawat tergopoh menemuinya. "Se, ibumu, Se."

"Ibu ada apa dengan beliau?"

"Dokter Sabrina merekomendasikan untuk memindahkan beliau ke ICU. Kamu diminta untuk menemuinya segera." Gegas Sechan membawa langkah menuju ruangan dokter Sabrina seperti yang dikatakan oleh Sari.

Sejak kejadian itulah, harga diri Sechan tertawan. Dia harus melangkah sementara ada nyawa yang harus diselamatkannya. Biaya, kendala biaya menjadikannya urung.

"Dokter, saya tidka mampu dengan itu."

"Se, cobalah kamu bicara dengan pihak administratif. Setidaknya meminta kelonggaran waktu bersamaan kamu mengurus semua surat untuk keringanan biayanya. Rumah sakit ini milik pemerintah, saya yakin pasti ada cara untuk bisa keluar dari masalah ini. Yang terpenting adalah kita telah berusaha sebaik mungkin untuk kesembuhan ibumu perkara lain nanti serahkan semuanya kepada Allah. Yakinlah, kamu tidak sendirian. Ada kami yang akan selalu siap membantu."

"Dokter__"

"Saya tidak bisa menjamin dengan peralatan yang ada di kamar rawat kelas 3. Untuk saat ini ibumu, perlu berada di ICU, dengan pengawasan ketat dari kami."

"Saya yang akan melunasi biayanya Dokter. Silakan pindahkan ibu dari ners Sechan ke ICU." Tanpa Sechan sadari Ardi membuntuti dan mungkin mencuri dengar seluruh pembicaraannya dengan dokter Sabrina.

Kesepakatan itu dibuat dengan sadar meski dengan air mata mengiring tangannya untuk menandatangani nota kesepahaman. Sechan tidak menginginkan namun keadaan memaksanya untuk melakukan. Semua dilakukan hanya untuk kesembuhan seorang ibu yang dicintainya.

"Ternyata benar kata pepatah, buah itu jatuh tidak akan pernah jauh dari pohonnya. Pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang memiliki budi luhur."

Ardi berdecih, matanya menyipit. Bersitatap lurus dengan wajah angkara milik Sechan. "Jika lo ngeyakini pepatah itu benar maka emang sudah seharusnya lo ngelakuin ini. Sama lacurnya perilaku lo dengan wanita itu."

"Tutup mulutmu, Ardiansyah Abubakar!"

"Sundal seperti ibu lo emang cocok nerima itu. Lo kudu buka mata. Dia yang telah merebut papa dari mama!" Sechan mengepalkan tangannya, "apa? Lo mau tonjok gue? Tonjok sini, pengen tau gue kekuatan lo seberapa."

"Gila!" Ardi menyeringai puas.

Bagaimana tidak berpikir gila. Jika otak dokter internship itu waras dia paati tidak akan melakukan hal yang paling tidak masuk akal seperti ini, setidaknya untuk otak normal seperti milik Sechan.

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️
Jazakhumullah khair

sorry for typo
Blitar, 11 Januari 2022

RECTIFIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang