“Halo Won..”
“Seok... hiks...Tolong Mingyu....”
Tengah malam Wonwoo menghubungiku dengan isak tangis diselanya.“Hei..hei...Won...tenang dulu, pelan-pelan. Mingyu kenapa?”
“Mingyu OD seok, aku... aku...telfon..hiks..ambulance, sekarang..hikss...Mingyu..di dalam..belom..hiks...keluar. Seok aku takut”
Ucap Wonwoo terbata-bata saat menyampaikan kondisi Mingyu“Oke won, aku mau kamu duduk tenang, tarik napas pelan pelan, dan aku mau kamu tahu, you did a great job Won. Sekarang kamu berdoa sambil nunggu aku ke sana yah. Di rumah sakit Ayahmu kan?”
“Iya Seok...”
“Ok, aku kesana sekarang”
..............................................
Di depan Emergency Room kutemukan sosok Wonwoo sedang duduk gelisah memandang ke arah pintu ruangan itu.
“Won...” begitu ku memanggilnya, memberi tanda akan kehadiranku.
Kacau, begitu aku melihat kondisi Wonwoo saat ini. Mata rubahnya sembab, air mukanya terlihat lelah dan khawatir. Tangisnya pun kembali pecah. Seakan menungguku untuk menumpahkan itu semua. Wonwoo yang selalu terlihat tenang dan tegas di mataku, menjadi begitu rapuh jika itu menyangkut cintanya.
Kubawa Wonwoo dalam pelukanku. Basah dan hangat tercampur di dadaku. Biarlah jaket kulitku kali ini yang menjadi korban air mata Wonwoo
“Tenang ya Won, percaya sama aku, dia bakal balik, balik lagi ke kamu. Sekarang kita berdoa ya biar Mingyu cepet balik”
Ingatkan aku untuk memberi Mingyu pelajaran saat dia sudah siuman. Bisa-bisanya dia menyia-nyiakan wanita seperti Wonwoo.
..............................................
Pukul 2 dini hari dan Mingyu akhirnya telah berhasil melewati masa kritisnya. Kini dia telah dipindahkan ke rawat inap VVIP. Beruntung rumah sakit ini milik mertua Mingyu. Wonwoo sudah meminta pihak rumah sakit untuk tutup mulut perihal kondisi Mingyu. Golden spoon privilage, tapi jika bukan karena itu aku sendiri yang akan ribet mengatasi para media.
“Won... aku tinggal bentar yah. Kamu jagain Mingyu dulu. Nanti aku balik lagi”
“Seok mau kemana?”
“Aku mau nelfon CEO, ngasih tahu kondisi Mingyu dan jelasin beberapa hal”
“CEO? Seok, Mingyu gak bakal kena masalahkan gara gara ini?”, tanya Wonwoo panik
“Gak perlu khawatir, CEO nanti aku yang handle. Sekalian aku mau reschedule jadwal Mingyu dan ngelobby beberapa klien yang masuk dalam daftar prioritas kita. Semoga mereka mau nerima perubahan jadwalnya tanpa perlu cancel”
“Syukurlah, aku takut salah ambil keputusan tadi. Aku langsung telfon ambulance, bukannya nelfon kamu dulu”
“Hei... salah bagian mananya sih. Aku sudah bilang kan tadi. You did a great job, rumah sakit mu juga sih. Para pegawainya bener bener tutup mulut. Tugasku jadinya lebih ringan Won, gak perlu nge handle para media rempong. Dan itu juga jadi bahan buat ngebujuk CEO nanti. Selama media bisa kita handle, masalah yang lain bakalan mudah diatasi. Udah ya Won, jangan overthingking terus, sekarang kamu jagain Mingyu dulu, oke!”
Kuusap lembut kepalanya mencoba menyalurkan rasa nyaman. Dan akhirnya sebuah senyuman terukir di wajah Wonwoo.
Sebuah senyuman yang sama seperti pertama kali dia berhasil membuka hati dan perasaanku.
...........................................
8 Bulan lalu.....
Di hari Sabtu, Mingyu si bocah rebel dari SVT itu tiba tiba memintaku datang ke kediaman keluarganya. Sebuah hal yang biasa jika Mingyu memintaku datang untuk menemuinya di akhir pekan. Entah untuk menjemput nya yang tengah mabuk bersama teman temannya di Bar atau mengatasi masalah yang dia timbulkan setelah berkencan secara serampangan dengan Chaeyeon. Namun yang menjadi tidak biasa kali ini adalah dia memintaku datang ke rumah keluarganya nya, ya benar, rumah milik keluarga Kim, bukan apartemen Mingyu yang biasa aku kunjungi.
Kala itu sore hari, saat mobilku memasuki halaman rumah keluarga Kim. Di sana telah terparkir beberapa mobil lainnya. Sepertinya bukan hanya aku yang diminta Mingyu datang kali ini.
"Mobil temen teman nya kah? ahh....mungkin Mingyu mengadakan pesta di sini.
Atau jangan jangan itu semua mobil milik keluarganya?", ucapku bermonologKemungkinan kedua juga banyak benarnya mengingat Mingyu terlahir dengan golden spoon in his mouth. Kakeknya adalah pendiri Kim Corp, perusahaan yang bergerak dibidang real estate dan retail supermarket terbesar di negara ini. Kerajaan bisnis sang kakek kemudian di turunkan ke Ayah Mingyu, Kim Junho. Sedangkan sang ibu, Kim Aera, adalah seorang profesor di salah universitas bergengsi di negara ini.
Setelah memarkirkan mobil, kulangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah besar berarsitektur modern minimalis itu. Mingyu menyambutku begitu tubuhku melewati pintu besar yang tingginya begitu mengintimidasi. Lelaki yang lebih muda dariku setahun itu, berjalan kearahku dengan setelah jas rapi seperti hendak menghadiri acara malam penghargaan musik.
“Rapi banget Ming tumben, kayak mau nerima Daesang”, celetukku meledek busana Mingyu yang tak biasa
“Uda ayo, yang lain uda nungguin”
“Masih kesorean gak sih Ming buat party?”, pikirku masih mengira Mingyu mengadakan pesta bersama teman temannya di sini.
“Lebih cepat lebih baik Seok, biar cepet kelar”
Ucapan Mingyu semakin menambah keganjilan sore itu.
Aku mengikuti langkah Mingyu menuju bagian belakang rumah keluarga Kim. Bagian belakang rumah keluarga Kim telah disulap menjadi area pesta kebun yang cantik berlatar kolam renang yang biru.
Seperti yang kuduga sebelumnya, orang orang telah berkumpul disana. Tidak banyak memang, mereka duduk mengisi kursi kursi yang telah dihias cantik dengan dominan putih. Tapi herannya aku hampir tidak mengenal orang-orang di sana. Mereka bukan teman teman Mingyu yang biasa berpesta bersama menghabiskan malam minggu hingga tetes alkohol terakhir.
Dari sekian orang yang ada disana netraku hanya mengenali sosok lelaki paruh baya yang sedang berbincang bersama laki laki dengan peci sebagai penutup kepalanya. Sosok itu tak lain adalah ayah Mingyu. Beliau terlihat gagah mengenakan setelah jas seperti Mingyu. Ayah Mingyu dan sosok berpeci itu duduk di kursi melingkari meja segi empat yang di tata sedemikian cantik di bagian tengah area pesta seakan itulah spotlight pesta kali ini.
“Ayah ini Lee Seokmin, manager pribadi Mingyu. Seok ini Ayahku, Kim Junho”, begitu Mingyu memperkenalkan ku pada sang ayah.
“Senang bertemu dengan anda Pak Junho”, ucapku sembari mengulurkan tangan untuk berjabat.
“Halah, panggil Om saja, Om Junho. Jangan terlalu kaku”
“Baik Om”
Mingyu meminta ku duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja segi empat itu. Terhitung sudah ada aku, Mingyu, Om Junho, dan Lelaki berpeci yang telah mengisi kursi itu. Serta masih tersisa dua kursi lagi untuk di tempati
“Ngomong-ngomong hebat juga kamu bisa tahan sama Mingyu selama 3 tahun. Kamu kalau sudah lelah sama kelakuan Mingyu, kamu bisa resign terus join perusahaan saya ya. Pengalamanmu mengurus badak sumatra macam Mingyu sepertinya sudah cukup untuk mengisi 5 lembar CV”, Kelakar Om Junho
“Ayah mulai deh, ini nih alasan Mingyu ogah ngenalin Seokmin ke Ayah”
Percakapan ringan terus berlanjut, hingga riuh suara mengterupsi obrolan kami.
Suara berasal dari orang orang yang menyambut kedatangan seorang perempuan yang digandeng lelaki paruh baya seumuran Om Junho. Perempuan itu cantik dan semakin anggun dengan kebaya berwarna dusty rose membalut tubuh rampingnya. Netraku seakan tersihir melihat satu ciptaan Tuhan itu. Senyum manis terukir diwajahnya, mencoba menutupi raut gugup di sana.
Jantungku seakan berhenti sekian detik saat netra kami saling bertatap. Diam diam senyuman manis itu telah menerbangkan ribuan kupu-kupu di relung dadaku. Belum pernah dalam hidupku merasakan perasaan aneh itu. Perasaan yang oleh orang orang disebut sebagai cinta pertama.
Namun menurut orang-orang, tidak banyak cinta pertama yang berhasil
Dan disaat perempuan dan lelaki paruh baya yang menggandeng nya tadi mengisi 2 kursi yang tersisa, aku tahu, cinta pertamaku telah kandas begitu cepatnya.
...................................
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandiwara (Meanie/Minwon)
Fanfiction💫 Gender Switch (GS) 💫 Gyu!Man Won!Woman 💫 Drama, hurt/comfort 💫 May be 🔞 💫 Happy Reading