Anak Medis

656 95 12
                                    

Masa Orientasi Sekolah. Ya begitu-begitu saja budayanya. Tidak berbeda jauh lah dengan yang pernah diceritakan Mama Lita. Rambut diikat sesuai tanggal lahir, kabar baiknya karena di jaman Mika diikat pakai pita bukan tali rafia. Berbagai penugasan aneh. Segala mesti dibawa. Segala mesti dibekal.

Yah begitulah.

Syukurnya Mika melakukan dengan baik. Anak yang walaupun biasanya serampangan itu, ternyata mengerjakan segala tugas dengan baik. Tuntas dan tidak bermasalah. Gak mencolok, gak neko-neko. Padahal Mama sudah senewen duluan, habisnya tiap ditanya ini itu jawabnya santai aja, giliran mau berangkat riweuh.

"Segini cukup gak, Ka?" Mama menunjukkan nasi goreng yang sedang di kemas ke dalam tupperware. Salah satu penugasan hari ini.

Sementara Mika yang sedang mengecek sekali lagi isi tasnya, mengangguk. "Udah Ma, jangan banyak-banyak."

"Tupperware-nya jangan sampai ketinggalan." Oh jelas itu, Mika tidak akan melakukannya. Dia masih sayang nyawanya.

"Ada yang ilang lagi gak penugasannya?" Papa yang sudah bersetelan rapi, bertanya sambil menaruh sarapan Zio di hadapan bocil 3 tahun itu.

Mika hanya membuat satu point dosa dalam 2 hari masa orientasi ini. Itu karena snack yang ditugaskan ternyata diambil Zio. Baru ketahuan setelah besoknya Mama menemukan bungkus snack itu di kamar Ziel-Zio. Emang bocil 3 tahun itu lagi nakal-nakalnya. Ziel aja kakanya yang lagi hobi banget menggambar sering histeris karena spidolnya tahu-tahu dicuri. Ngomong-ngomong pelakunya tidak mungkin Ziel karena dia tidak suka coklat. Fakta aneh, karena waktu Mama hamil Ziel, ngidamnya segala coklat. Setelah besar anaknya malah gak suka, muak sepertinya.

Ziel, bocah yang baru kelas 3 SD itu menaruh piring berisi sarapannya di atas meja. Lalu balik lagi ke bagian dapur untuk mengambil minumnya sendiri. Barulah dia duduk di kursinya. Kedua adik Mika pun sudah duduk bersisian di meja makan.

Setelah memeriksa bawaannya sudah lengkap, Mika mengambil sarapannya juga. Disusul Papa dan Mama. Keluarga kecil itu lengkap sudah, saatnya menyantap sarapan bersama.

"Kaka, A Iyo jadi yang nge-MOS lagi ya?" Tanya Ziel. Bocah itu memang selalu menanyakan Kakak sepupu kesayangannya.

"Iya. Pokonya kalau Kaka masih MOS, ya A Iyo juga masih jadi panitianya."

"Eh iya, Mama lupa belum bungkusin buat Iyo." Ujar Mama.

"A Iyo bawa bekel kali, Ma. Mana ada nenek biarin A Iyo berangkat tangan kosong, kan dia pulangnya sore terus."

"Iya, sih ya." Mama lanjut makan. "Ah tapi nanti bawa aja deh. Biar di makan sama temen-temennya kalau enggak dia yang makan juga."

"Ya udah deh." Mika mengiyakan saja, walaupun bawaannya jadi tambah banyak.

-

Hingga waktu istirahat, Mika belum bertemu dengan Mario. Anak lelaki itu anggota divisi medis, yang tugasnya lebih banyak di UKS. Jadi selama MOS pun Mika jarang sekali bertemu, kecuali pas upacara pertama kali.

Makanya supaya bekal titipan Mama sampai ke Mario, Mika perlu mendatangi UKS. Dan karena hari ini agendanya adalah menyusuri lingkungan sekitar sekolah, artinya kegiatan outdoor meskipun ringan, divisi medis sepertinya tetap sedikit lebih sibuk. Karena ada saja peserta yang kelelahan. Maklum generasi yang sehari-hari bercokol di dalam kamar ditemani gadget, sekali disuruh keluar tepar.

"Misi, Ka?" Mika melongok ke dalam UKS. Dia bertanya pada dua siswi berbet medis di lengannya, dua siswi itu tampak sedang melakukan sesuatu dengan catatannya.

"Iya, ada apa, De?" Keduanya langsung berhenti ketika seorang peserta MOS berdiri diambang pintu. Tumben ada peserta yang keluyuran sendiri, ke tempat yang ada panitia lagi. Yah biasanya anak baru suka rada malu-malu gitu, kemana-mana pasti mesti ada temannya.

"Saya lagi nyari Ka Mario, ada di dalam tidak, ya?"

"Mario?" Dua siswi panitia medis itu tampak menyatukan alis. Heran karena yang dicari adalah Mario.

Sebelum pertanyaan Mika terjawab, seorang siswa muncul dari bagian dalam UKS.

"Jul, si Mario ada di dalam?"

Laki-laki yang dipanggil Jul itu kemudian menggeleng. "Tadi sih ke mushola, kenapa?"

"Ini dicariin." Salah satu siswi yang tadi ditanyai Mika kemudian menjawab sambil menunjuk Mika.

Jul pun menatapnya.

Ih, cute. Otak genitnya langsung aktif begitu melihat dedek-dedek gemes satu itu.

"Oh, lagi di mushola ya, kak? Ya sudah, terima kasih, ya."

"Kalau enggak, tunggu aja. Kayanya bentar lagi juga balik." Jul memberikan penawaran.

"Saya susul ke sana aja deh. Makasih, Ka." Mika sudah mau pamit, saat lima langkah di depannya, orang yang dicari pun muncul.

"A!" Mika mendekat pada sosoknya.

"Ngapain?" Tanya Mario heran karena Mika ada di depan UKS. "Lo sakit?"

"Ih enggak, ini titipan dari Mama." Mika menyodorkan bekalnya.

Mario menatap Tupperware itu. "Gue dibawain bekel juga sama nenek."

"Gue juga udah bilang gitu, Ka. Tapi suruh bawa aja."

Mario menghela nafas. Paling nanti dia bagi-bagi saja sama temannya.

"Lo udah makan?"

"Udah." Jawab Mika. "Ya udah, A. Gue balik ke kelas lagi ya?"

Mario mengangguk, "Oke, thanks."

"Gak gratis ya, A. Ada ongkirnya."

"Bocah!" Mario menghela nafas lagi.

Mika lalu mendekat untuk membisikkan sesuatu. "Bayarannya cuma promosiin gue ke Kaka medis di belakang itu doang ko."

Mario melirik ke balik punggung Mika. Julian, Syafa dan Dinda masih di sana memperhatikan mereka berdua.

"Jangan dilihat gitu, dong! Nanti ketahuan." Refleks Mika merangkum wajah Mario dengan kedua tangannya, agar laki-laki itu tidak melirik ke belakangnya.

Mario menghempas tangan dari pipinya itu. "Genit, Lo. Baru juga masuk. Belajar sono yang bener."

Mario melengos dengan muka jedusnya. "Gak asik Lo ah!" Mika beranjak dengan jengkel karena Mario gak bisa diajak kerja sama. Emang kanebo kering itu orang yang kaku banget.

Bilijir ying binir, petuahnya udah kaya Kakek aja.

"Si Mario diem-diem, ya." Syafa berkomentar dengan tatapan curiga.

"Adik gue." Kata Mario singkat.

Julian menghela nafas lega, entah untuk apa.

"Kenapa Lo?" Mario kontan menatapnya tajam.

"Bolehlah, kenalin."

Mario menghela nafas. "Gak."

DelicateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang