PR Mario

568 87 8
                                    

Sekolah beroperasi seperti biasa setelah MOS usai diselenggarakan. Kalau kemarin-kemarin yang Mika lihat cuma teman-teman satu angkatannya dan beberapa panitia beserta beberapa pembina, sekarang semua angkatan sudah masuk seperti biasa bersama jajaran pengajar dan staf lainnya. Sehingga gerbang sekolah rasanya lebih penuh sesak oleh orang-orang yang hendak masuk.

Mika berpamitan pada Papa, dan hendak keluar dari mobil Papanya.

"Pulangnya jangan keluyuran dulu, ya." Pesan Papa.

Ah Mika jadi ingat. "Nanti aku mau jajan dulu sama A Iyo, habis ekskul perdana."

"Jajan kemana? Sampai jam berapa?" Papa memang suka lebay. Anaknya kan sudah SMA, pulang sekolah mampir ke cafe, atau sekedar jajan telur gulung kan gak apa-apa seharusnya.

"Yah gimana nanti aja, mumpung A Iyo sekarang udah bawa motor."

"Emang iya?"

"Iya, nenek udah kasih ijin, soalnya SIM-nya udah jadi."

"Bawa helm buat kamu gak?"

"Bawa, Pa." Udah tahu Papa akan sangat rewel. Makanya Mika sudah merengek minta Mario untuk bawa helm tambahan untuknya.

"Emang dia udah lancar bawa motornya?"

Mika menghela nafas. Papa memang orang yang sulit. "Udah dari SMP kali A Iyo bisa bawa motor. Cuma belom sampe kota, takut kena tilang."

"Kamu yakin gak?"

"Iya."

"Ya udah, bilang Mario bawa motornya jangan ngebut. Nanti Papa chat dia juga deh."

"Okelah."

"Jangan terlalu sore."

"Siap, bosku."

Ribet ye, mau jajan sambil jalan-jalan naik motor doang juga.

-

Mika melewati parkiran, ketika sosok Mario terlihat baru saja mematikan mesin motor dan membuka helm. Mika otomatis mengubah arah jalannya untuk menghampiri Mario terlebih dahulu.

"Wes. Boleh juga motor barunya."

Mario yang tahu-tahu ada sosok itu di belakangnya cuma berjengit dan menoleh sekilas, tanpa menanggapi.

"Helm gue mana, A?"

Mario membuka joknya, dan mengeluarkan helm warna putih dengan motif kartun yang lucu. "Sip. Sip."

"Itu sekalian hadiah ulang tahun, ya. Jangan nagih gue lagi nanti." Mario berujar sambil mengunci stang motornya dan mengamankan posisi helmnya.

"Oh tidak bisa." Mika menanggapi sambil mencoba mengenakan helmnya. "Cocok gak sih, A?"

"Bodo, ah. Buru masukin lagi, gue mau ke kelas."

"Foto dulu, A!" Mika menyodorkan handphone pada Mario.

Laki-laki itu cuma menghela nafas dan menuruti mau bocah itu.

Mika sudah berpose dengan helmnya, yang jujur saja memang cocok, dan tampak manis dikenakan Mika. Tapi Mario mana sudi mengatakannya.

"Udah!" Kata Mario begitu selesai mengambil beberapa jepretan.

Keduanya pun keluar dari parkiran setelah Mario merapikan helm Mika kembali. Laki-laki itu melangkah cepat, sementara Mika di belakangnya mengekor. Gadis itu memegangi tas gemblok Mario dengan langkah meloncat-loncat. Habisnya happy baru dibelikan helm lucu.

"Yo!" Seseorang memanggil Mario dari belakang. Dia pun seketika menghentikan langkah, dan itu membuat Mika menubrukan diri ke tas Mario yang tebal itu.

"Aduh." Mika mengelus-elus jidatnya.

Mario terkekeh mendengar reaksi Mika. Rasain. Habis ini bocah, narik-narik tas, nempel mulu.

Seseorang yang tadi memanggil Mario adalah Alfin, satu ekskul karate dengan Mario. Dan Alfin ini lumayan famous orangnya. Si nomer 2 Kakak kelas paling kece pilihan peserta MOS kemarin. Setelah Fabian si jagoan futsal.

Ngomong-ngomong Mario juga masuk jajaran kakak idola lho, nomor 5 saja sih. Dia dapat nomor 2 di kategori paling judes, setelah ketua komdis yang memang tugasnya menggalaki peserta. Hihi bisa-bisanya, anak medis judes begitu. Yang pingsan auto bangun lagi dong.

Alfin yang sudah di hadapan Mario melirik sekilas pada Mika. Gadis itu kemudian mengangguk sekilas, tanda sapaan. Walau pun pas milih Kaka terfavorite dia gak milih Alfin, tetap aja cowok sekece itu bikin grogi Mika juga kalau sudah ada di depan mata.

"Lo udah pikirin soal maju buat ketua Karate? Gue nanya, takut keduluan PMR." Tanya Alfin yang kini berjalan di samping Mario.

"Karate, Lo aja maju sih." Mario menanggapi santai. "-PMR belum ada yang berencana maju juga. Gue udah dicerewetin Ka Vina."

Vina, Revina? Kakak kelas paling cantik itu? Hebat juga Mario Mario ini. Batin Mika.

"Yah," Alfin menghela nafas kecewa. "Sambil pikirin lagi aja, Bro. Masih ada waktu seminggu kan, anak-anak pada ngarepin Lo banget. Gue juga di suruh maju di Paskib."

Oalah, obrolan para calon pejabat ini mah. Lagi Mika membantin sambil mengekor. Tidak sadar karena dari tadi menguping, dia sampai mau mengikuti Mario yang sudah naik satu tangga.

Mario lalu berbalik menatap Mika. Laki-laki itu kemudian memutar puncak kepala Mika agar berubah haluan, agar Mika menuju kelasnya yang benar.

"Sono, ke kelas Lo!" Ujar Mario, mengusir Mika.

Mika pun sadar, keasikan nguping. Dia lalu terkekeh malu. Sekilas Mika sempatkan untuk melirik Alfin dengan salah tingkah. Laki-laki itu malah menatapnya geli karena habis diomeli Mario.

"Cewek Lo?" Tanya Alfin setelah Mika menuju kelasnya dan dua laki-laki itu lanjut menyusuri anak tangga menuju kelas 11.

"Adek gue."

"Baru tahu Lo punya adek."

Mario menghela nafas. "Adek sepupu."

"Udah punya cowok, doi?" Alfin mulai bertanya hal gak penting, yang membuat Mario meliriknya tajam.

"Jangan macem-macem Lo. Kaya gue gak tahu track record Lo aja."

Alfin terkekeh. "Lucu dia."

"Shut up!"

Benar-benar, ya. Setelah Julian, sekarang Alfin. Emang tampang Mika itu digemari para buaya apa? Ya emang cantik, perpaduan visual Papanya alias Om Aska yang membuat tantenya kelepek-kelepek. Juga ibunya yang seorang mantan model yang kapan hari Mario cari di google namanya, memang gak kaleng-kaleng. Pastilah punya visual yang berbahaya. Tapi yang Mario baru tahu, ternyata memang semudah itu Mika ditaksir dua orang kadal dalam kurun waktu kurang dari seminggu. Itu saja yang ketahuan Mario. Yang enggak?

Pasti bakal jadi PR banget bagi Mario buat jagainnya. Sial.

to be contined...

DelicateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang