"A, udah nyampe? Sama neng Mika ya? "
"Iya Bi." Mika salim sama Bi Ratih, wanita tua yang menyambut mereka dari dalam rumah. Wanita yang sejak Mario masih tinggal disini, memang sudah bekerja pada keluarganya.
"Iya Bi. Ayah lagi gak ada?"
"Tadi pagi ke pabrik dulu katanya A. Nanti jam 11 pulang lagi."
Mario mengangguk. Sambil terus memasuki rumah besar itu.
Tidak banyak berubah. Bahkan furnitur yang ada di dalamnya. Kenapa gak pernah diganti sih. Kenapa istri ayah gak punya inisiatif ganti-ganti perabotan yang dibeli ibunya dulu.
Membuat Mario makin sulit melupakan gambaran rumah ini dulu. Termasuk gambaran yang sejak dulu ingin dilupakan.
...
Di meja makan itu Mario ingat betul gambaran Ibunya. Dia ingat betul Ibu sedang berusaha menelan meski hampir tersedak, sementara ayahnya dari ujung tangga berteriak.
"Kamu besok saya balikin saja ya?!"
"Nanti, nunggu Om Darman, dia masih di Sumbawa. Kamu tahu aku gak ada wali lagi."
"Saya udah gak bisa El. Saya udah fix sama Rani. Saya pulangin kamu ke mamamu saja. Kamu cuma ngulur-ngulur waktu."
"Kamu ngomongnya bisa nanti gak sih? Aku lagi makan. Mario nanti kebangun."
"Saya udah gak mau sama kamu! Kalau kamu gak mau dimadu. Saya pulangin."
Yang kedua orang dewasa itu gak tahu. Mario menyaksikan dari celah pintu kamar yang terbuka. Menyaksikan Ibunya menangis tanpa suara. Membuat bocah kecil itu merasakan patah hati pertamanya.
Malam-malam selanjutnya, Mario selalu ingin tidur dengan Ibu. Selalu mengajak Ibu untuk pulang ke rumah nenek di Bandung.
"Iya nanti ya." Ibu selalu jawab begitu. Yang Mario gak tahu ternyata Ibu hanya tidak mau Nenek mengkhawatirkan dirinya.
Dan waktu berlalu, yang Mario tahu, bukan Ibu yang pulang ke Bandung, malah nenek yang ke Jakarta.
Yang lama kemudian baru Mario tahu, nenek tinggal di Jakarta karena harus menemani Ibu. Bulak-balik ke RS Dharmais.
...
Satu tahun kemudian, ternyata ayah tidak perlu repot-repot memulangkan Ibu. Karena Ibu benar-benar pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delicate
Teen FictionTerjebak dalam kisah cinta bertepuk sebelah tangan saja sudah miris. Lebih miris lagi kalau terjebak cinta bertepuk sebelah tangan pada sepupumu sendiri. Ada yang lebih mengenaskan dari Mika? "Hah, andai saja Mario bukan sepupu gue." Lalu semesta m...