Panggilan

662 81 18
                                    

Akhir pekan Mario biasanya sibuk ekskul. Tapi hari ini sangat tidak biasa, dia tidak punya kegiatan. Habisnya pergantian struktur organisasi pun masih lama. Ya walaupun kabar siapa-siapa saja kandidat para ketuanya sudah terdengar sejak kemarin-kemarin. Dan bikin pusing Mario karena dia ditarik ke sana ke mari.

Hari ini dari pada jenuh di rumah, Mario ke warung makan Nenek saja. Membantu beberapa hal yang bisa dikerjakan di sana. Seperti melayani pembeli misalnya.

Keberadaan Mario di warung biasanya jadi daya tarik sendiri. Biasanya anak muda tidak ada yang nongkrong rumah makan, di cafe atau angkringan. Tapi berkat Mario ada saja anak muda yang sengaja membeli makan di warung ayam nenek. Dan berlama-lama di sana.

Lagi pula tidak ada ruginya, beli ayam bakar ketimbang es Boba kan. Ayam bakar Nenek Tita emang the best se-Bojongsoang.

"Permisi." Mario mengantarkan tiga porsi ayam ke salah satu meja yang diisi oleh tiga gadis dengan setelan agak berlebihan untuk makan di warung.

Ketiganya grasak-grusuk ketika Mario menaruh satu persatu pesanan. Satu diantara gadis itu mendorong temannya yang lain untuk mengajak Mario bicara.

Walaupun Mario wajahnya adem, laki-laki itu sudah terkenal kepalang dingin malah galak apa lagi sama saudara sepupunya. Jadi agak ngeri juga kalau nekad sksd. Tapi terlalu sia-sia kalau kesempatan menyapa laki-laki itu jika tidak dicoba.

"Silahkan." Mario sudah mau kembali ke tempatnya, di belakang, ketika akhirnya salah satu dari gadis itu mengeluarkan suara.

"Ka!" Serunya.

Mario pun tidak jadi berbalik. Barangkali ada yang perlu dibantu dari pelanggan itu, walaupun sebenarnya Mario sudah mencium gelagat dari tiga cewek itu.

"Ya?" Mario menjawab datar, membuat gadis yang tadi nekad menyapanya hampir kehilangan nyali.

"Hmm.. Kaka anak 88 ya?"

Mario cuma mengangguk singkat.

"Tahun depan aku juga mau masuk 88 Ka."

Mario masih tidak menunjukkan emosi apa pun. "Oh ya."

Ya memang Mario mesti menjawab apa?

"Ekhem!" Ke empatnya langsung menengok ke arah suara deheman dari belakang tiga gadis itu.

Sosoknya berdiri di sana dengan setelah kaos oblong putih dan jeans selutut. Ditambah tas rajut kecil dan rambutnya yang terikat.

"Silahkan dinikmati ya, Kakaknya lagi sibuk." Ujar Mikayla mendorong salah satu piring itu. Ya memang siapa lagi.

Gadis itu lalu mendorong Kakak sepupunya masuk ke warung lagi.

"Genit banget sih elah. Bocil-bocil. Itu Adek kelas gue A, pas SMP. Emang pada cabe udah." Gerutu Mika masih mendorong Mario ke arah dapur.

Mario menghindar agar tidak terus didorong. Lagian ini bocah pake nyered-nyered segala.

"Kaya Lo gak genit aja." Komentar Mario.

"Siapa? Kapan?" Gitu emang suka pura-pura amnesia.

Mario hanya bisa menggelengkan kepala.

Gadis itu kemudian beranjak mencari neneknya yang ternyata sedang mencampur beberapa bumbu. Bumbu rahasia ayam bakar legend se-bojong doang tengah diracik gaes.

-

Kedatangan Mika ke warung nenek juga untuk membantu, sebenarnya. Walaupun bocah itu lebih banyak jajan dan makan dari pada bantunya. Sebentar dia sudah nyembrang untuk membeli klepon. Sebentar kemudian dia sudah menjegat tukang es cincau. Dia bahkan nitip Mang Arul buat dibelikan cilor dari Mamang yang nongkrong depan Transmart Buah Batu.

Benar-benar itu anak, emang tidak ada kenyangnya. Dan giliran Mario mau bikin ayam bakar untuk dirinya makan, dia nitip juga untuk dibuatkan sekalian.

"Lo udah banyak makan, malas olahraga, gembrot baru tau rasa." Gerutu Mario begitu datang ke meja bersama dua posri makan. Mika duduk di seberangnya menghabiskan coki-coki terakhirnya.

"Gak akan gembrot kali, A. Udah seksi dari sananya."

Membuat Mika dihadiahi sentilan di jidat oleh Mario.

Mereka mulai makan dengan hikmat. Ya, Mario saja yang hikmat karena Mika mana mau berhenti bicara. Eh bukan tidak mau tapi tidak bisa.

"A kalau Lo jadi BA warung ayam nenek makin rame ini warung. Viral bisa-bisa haha."

"Ngawur!"

"Ye gak percaya. Tadi itu aja bocah-bocah datang jauh-jauh, bisa-bisanya makan kesini. Ya sih ayam nenek enak, tapi bocah kaya mereka mah bukan di tempat ayam nongkrong-."

Obrolan Mika terpotong dengan getaran handphone Mario di atas meja. Nama si penelfon membuat baik Mario maupun Mika berhenti dari segala aktifitasnya.

Mario menghela nafas untuk mengangkat panggilan itu.

"Ya?"

"Kamu besok pulang dulu ke Jakarta. Ayah mau bicara."

Tidak ada basa-basi bahkan sekedar menanyakan kabar.

"Di telfon aja."

"Besok, ke Jakarta. Ayah sedang tidak mau debat."

"Yang butuh kan Ayah. Emang mau ngomong apa sih." Mario bawaannya suka kesal kalau sudah bicara dengan ayahnya.

"Ayah memintamu datang tidak tiap hari. Kamu tahu sendiri Ayah gak bisa nyamperin ke sana."

Setelah itu obrolan berakhir. Dan nafsu makan Mario pun hilang seketika.

To be continued...

DelicateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang