16

1K 146 10
                                    

        Setelah kepergian Clara dari kafe membuat keheningan tercipta diantara Arka dan Cakra. Arka masih asik termenung memikirkan tentang kejadian barusan. Arka akui mulutnya yang jahat tidak bisa dimaafkan tapi kecemburuan mengingat Clara yang membuat janji dengan Cakra membuatnya tak tahan. Walaupun tamparan Clara pelan tak terasa namun menyisakan rasa sakit di hatinya melihat ekspresi wajah Clara yang kecewa.

"Ayo," ucap Arka dingin. Bagaimanapun kedekatan Clara dengan Cakra membuatnya cemburu buta. Entah apa yang ingin disampaikan oleh musuh bebuyutannya Arka hanya tau satu hal.

Menghajar musuhnya dulu baru bicara.

          Cakra tak bertanya apapun. Hanya mengekor dengan diam dibelakang Arka. Kalau Cakra yang dulu mungkin hal pertama yang mustahil dilakukan oleh dirinya dulu adalah menurut dengan baik perkataan Arka.
.
.
.
.

Bugh!

      Bunyi pukulan yang dilancarkan oleh Arka terdengar keras. Mengenai pipi mulus milik Cakra yang membuat kepalanya menoleh ke samping. Tidak ingin menjadi samsak tinju Arka, Cakra membalas berusaha menjegal kaki Arka membanting tubuh pria tersebut ke lantai.

Brak!

        Arka terjatuh namun tangannya yang cakap dan terbiasa dalam perkelahian lantas menarik kerah Cakra membuat pria tersebut ikut terjerembab jatuh.

Bugh!

          Lagi-lagi seakan tak memberi jeda setelah Arka berdiri Cakra yang juga kembali ke posisi bersiapnya melancarkan tendangan ke arah kepala Arka. Arka dengan ketangkasan hasil tawuran antar gengnya selama ini menahan pergerakan Cakra dengan lengannya. Diam-diam mengaduh sakit di dalam hati.

Bugh!

            Kali ini kaki Arka melayang ke pinggang milik Cakra sementara tangannya masih setia menahan tendangan dari Cakra beberapa detik lalu. Tak ingin kalah Cakra memijakkan kakinya kembali lalu melancarkan pukulan sekuat mungkin walau pinggang miliknya terasa nyeri.

             Kedua pria tersebut terus menerus melayangkan serangan pada lawan di hadapannya. Tak ingin kalah satu sama lain. Seakan tak ada hari esok keduanya menghajar habis-habisan lawannya.
.
.
.
.

"Hah..hah..." Kedua pria remaja tersebut berbaring terlentang dengan nafasnya yang memburu. Keduanya babak belur, menatap langit-langit ruangan tersebut sembari merenung. Berpikir tentang apa yang ingin disampaikan setelah ini.

"Udah gue duga ngelawan ketua geng Tiger emang gak mudah ya," ucap Cakra mengawali pembicaraan.

        Arka mendengus mendengar pujian langsung dari musuhnya. Memilih tak menanggapi menunggu apa yang ingin disampaikan oleh musuhnya.

"Gue akui, awalnya gue mau deketin Clara dengan niat buruk." Cakra memejamkan mata menerawang kembali pertemuan pertamanya dengan gadis tersebut.

       Arka mengepalkan tangannya mendengar perkataan Cakra. Ingin sekali ia kembali menghajar habis-habisan Cakra. Namun tubuhnya yang lelah dan babak belur membuat Arka dengan berat hati melepaskan musuhnya tersebut.

"Ketika gue tau kalo dia tunangan lo. Gue berniat gunain dia apalagi menurut mata-mata di sekolah lo, kalian cukup akrab."

"Mata-mata?" Arka bergumam lirih bertanya.

"Awalnya gue ragu ngikutin informasi yang dikasih sama ini orang. Apalagi dia dateng sendiri ke markas gue dan identitasnya gak jelas. Dia juga mau aja dibayar murah jelas anggota gue curiga dong. Tapi nerima aja informasi itu sambil nyari tau kebenarannya."

The True EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang