13 : Hottie 🔥

3.7K 285 31
                                    

Jangan lupa votement!

Komen yang banyakkkk biar aku semangat!








Sejak kejadian kemarin pagi, Jendral dan Tiyas tidak saling bertegur sapa satu sama lain. Jendral merasa bersalah karena sudah membuat istrinya ketakutan. Sekarang Tiyas menghindarinya, bahkan melihat Jendral saja ia tidak berani. Mereka juga pisah kamar, Jendral tidur di kamar tamu dan Tiyas di kamar utama.

Malamnya, Tiyas hendak menyiapkan makan malam seperti biasa. Namun, saat tiba di dapur, ternyata ada Jendral di sana. Tiyas terkejut melihat apa yang tengah dilakukan oleh Jendral, pria itu sedang membakar tangannya sendiri. Tidak hanya itu, Jendral juga membakar sebilah pisau dan hendak menusukkan pisau itu ke matanya sendiri. Sebelum itu terjadi, Tiyas buru-buru mencegahnya.

"Om ngapain, sih?!" tanya Tiyas sembari menahan lengan Jendral, hendak merebut pisau yang dipegang suaminya. "Jangan nyiksa diri sendiri!"

"Saya sudah membuat kesalahan ... saya tidak ada bedanya dengan orang-orang yang sudah melecehkan kamu," ujar Jendral dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata. "Saya sudah membakar tangan saya sebagai tebusan karena sudah menyakitimu. Saya juga akan menghilangkan mata saya supaya tidak bisa menatap kamu dengan nafsu lagi."

Tiyas menggeleng ribut. "Enggak! Om enggak boleh lakuin itu!"

"Tapi kamu membenci tatapan nafsu laki-laki. Saya--"

Tiyas menutup mulut suaminya. "Aku enggak apa-apa."

"But now you're afraid of me, right? Kamu tidak mau melihat saya lagi."

"Lepas pisaunya, tolong ...," mohon Tiyas.

Jendral menggeleng. "I'm sorry ... i'd rather be blind than see you who're afraid of me," ujarnya parau.

Tiyas menarik tengkuk Jendral, meletakkan kepala pria itu di bahunya dan mengusap belakang kepala suaminya dengan lembut. "Kalau aku bukan korban pelecehan, pasti enggak akan serumit ini," ujarnya kemudian.

Jendral tidak menyahut, ia menangis dan terisak dalam pelukan istrinya. Tiyas melepas pelukan, menangkup wajah Jendral yang sembab dan menyela rambut yang hampir menutupi mata suaminya itu, lalu mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Pertama kalinya ia melihat Jendral menangis sampai sesenggukan seperti itu.

"Ayo obati tangan Om dulu," ajak Tiyas, menarik Jendral ke arah wastafel untuk membasuh tangannya yang mengalami luka bakar. Tiyas menghela napas berat. "Yang kemarin aja belum sembuh, sekarang malah nambah lagi lukanya."

"Maaf ...," ucap Jendral yang masih menangis.

Tiyas merangkul lengan Jendral, mengajaknya ke kamar untuk mengobati luka di tangan suaminya itu.

Sampai di kamar, Tiyas langsung mengambil kotak obat, lalu mulai mengobati Jendral. Dari awal Tiyas mengobatinya sampai selesai, Jendral tidak berhenti menangis. Tiyas sampai heran melihat suaminya itu menangis terus.

"Kenapa masih nangis? Lukanya sakit banget?" tanya Tiyas prihatin.

Jendral menggeleng. "Aku sudah dimaafin, kan?" tanyanya dengan bahasa yang lebih informal.

Between Candy and Cigarette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang