14 : Penyerangan

3.1K 272 28
                                    

Jangan lupa votement!

Komenlah weeee ... aku udah up tiap hari loh ini :')












Tiyas terbangun dari tidurnya. Ia melirik jam dinding, jam empat subuh. Tiyas segera bangun dari pembaringan. "Awh! Pinggangku ...," keluhnya, pinggangnya terasa nyeri. Tiyas menoleh pada suaminya yang masih terlelap dan kembali mengingat kejadian semalam. Ia mengusap wajahnya sambil menghela napas kasar. "Aku ngelakuin itu sepanjang malam sama dia," gumamnya.

"Sweetie?"

Tiyas terhenyak dan langsung menoleh pada suaminya. "Iya, Hottie ...."

Jendral tersenyum sambil meraih tangan Tiyas, lalu mengecupnya. "Thanks for last night," ucapnya kemudian.

Pipi Tiyas bersemu merah. Ia hendak beranjak, tapi bagian bawahnya masih terasa sakit dan nyeri. Tiyas tidak yakin dirinya bisa berjalan dengan benar.

Jendral bangun dari pembaringan, beranjak turun dari tempat tidur dan langsung menggendong Tiyas ala pengantin. "Ada yang lecet?" tanyanya sambil melangkah ke kamar mandi.

Tiyas menggeleng. "Enggak ada ... cuma sakit, soalnya yang masuk segede ular piton."

Jendral terkekeh mendengarnya. "Mau mandi berdua?"

"Enggak mau, malu."

"Malu kenapa? Kan, aku sudah lihat--" Kalimat Jendral terputus karena Tiyas membekap mulutnya.

"Jangan dibahas, aku malu," kata Tiyas.

Jendral menurunkan Tiyas, mendudukkannya dalam jacuzzi. Mengecup ubun-ubun istrinya itu sebelum keluar.

Subuh ini, Tiyas tidak salat sendirian. Ia salat berdua dengan Jendral. Entah dapat angin darimana suaminya itu, tiba-tiba salat lagi setelah sekian lama. Tapi Tiyas senang, terutama saat mendengar bacaan Al-Qur'an Jendral yang ternyata sangat bagus.

"Belajar ngaji di mana?" tanya Tiyas sambil melipat mukenanya.

"Enggak belajar, aku bisa ngaji dari lahir," sahut Jendral, lalu beranjak berdiri.

Tiyas terkekeh, mengira suaminya sedang bercanda. "Aku tanya serius, Hottie ... kamu belajar ngaji di mana? Soalnya bacaan kamu bagus banget."

Jendral menghela napas pelan. "Aku juga serius ... aku memang enggak belajar karena sudah hafal Al-Qur'an dari lahir."

"Mustahil," gumam Tiyas tak percaya.

"Terserah kalau kamu enggak percaya," ujar Jendral lalu beranjak dari duduknya.

Tiyas juga beranjak. "Ceritain, dong, pertama kali nyadar hafal Al-Qur'an di umur berapa?"

"Aku lupa, tapi kata Mamaku, waktu umur dua tahun aku sudah mulai bergumam membaca ayat-ayat Al-Qur'an secara acak. Ayat-ayat itu muncul sendiri dalam pikiranku dan semakin banyak sampai akhirnya aku hafal 30 juz tanpa membaca mushaf."

"MaasyāAllah ... hebat banget Suami aku. Tapi kamu, kan, hafal Al-Qur'an, kenapa enggak salat? Maksudku, kamu jarang banget salat," ujar Tiyas heran.

"Memangnya salat itu penting? Aku salat kalau lagi mau aja," sahut Jendral enteng.

"Penting banget, salat itu ibadah paling utama, Hottie. Sayang banget kamu hafal Al-Qur'an tapi salatnya jarang-jarang, suara kamu juga bagus banget, cocok jadi imam masjid," ujar Tiyas serius.

Between Candy and Cigarette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang