20 : Akhir Cerita

3.2K 275 14
                                    

Jangan lupa votement!!










Waktu terus berlalu dan meninggalkan banyak sekali kenangan. Baik kenangan manis ataupun pahit. Manusia adalah makhluk yang terus berubah seiring dengan apa yang ia hadapi sepanjang waktu, entah akhirnya akan berubah menjadi lebih baik atau bahkan menjadi lebih buruk.

Jendral salah satunya, pria itu telah banyak berubah sejak ia lajang sampai memiliki dua anak yang kini sudah sama-sama dewasa. Dari yang dulunya gangster dan buta akan agama, sampai menjadi imam rumah tangga yang sempurna bagi istri dan anak-anaknya.

Putra sulungnya, Maven, kini tengah menjalani perkuliahan di sebuah universitas, sedangkan putra kedua, Januar, baru saja naik kelas dua SMA. Dua anak laki-lakinya ini memiliki sifat yang bertolakbelakang. Maven memiliki sikap aktif, penyayang, dan lembut. Sedangkan Januar lebih pendiam, namun, agak tempramental. Dari segi wajah, Maven sudah jelas lebih mirip sang ibu, sedangkan Janu, bisa dibilang dirinya adalah Jendral versi muda, karena wajah mereka sangat mirip.

Tiyas, perempuan yang masih terlihat awet muda walaupun anak-anaknya sudah beranjak dewasa. Penakluk hati tiga laki-laki tampan yang ada di rumahnya yang tidak lain adalah suami dan anak-anaknya tersayang. Perempuan berwajah teduh itu baru saja selesai menyiapkan makan malam, sedangkan suami dan anak-anaknya masih berada di masjid.

Namun, sampai jam setengah sembilan, tiga kesayangannya itu belum juga kembali ke rumah. Tiyas jadi cemas, pasalnya mereka tidak mengabari akan pergi ke mana.

Saat dirinya tengah termenung di dapur, lampu tiba-tiba mati. Tiyas meraba saku baju tidurnya, untunglah ia membawa ponsel ke dapur. Ia segera menyalakan lampu yang ada di ponsel lalu menyorot sambil melangkah menuju ruang tamu.

Tiyas terkejut saat melihat pintu utama terbuka lebar. "Sayang ... Maven ... Janu ...? Kalian sudah pulang?" tanyanya dalam gelap.

Tidak ada jawaban. Tiba-tiba, lampu menyala dan Tiyas mendapat pelukan dari kedua putranya. "Selamat ulang tahun, Ibu!" seru mereka bersamaan.

Jantung Tiyas rasanya hampir lepas karena terkejut. Ia mengusap Maven dan Janu yang masih memeluknya. "Bikin kaget aja kalian ini."

"Maaf, ya, Bu ... namanya juga kejutan," ujar Janu, disusul kekehannya.

Maven melepas pelukan dan menyodorkan sebuket bunga pada sang ibu. "Selamat ulang tahun, Ibu paling cantik sedunia. Ini bunga dari Maven dan Janu," ucapnya.

Tiyas menerima bunganya. "Terima kasih, Anak-anak ganteng. Tapi ngomong-ngomong ... Ayah kalian di mana?"

Maven dan Janu saling tatap, lalu kemudian sama-sama menunjuk ke arah belakang Tiyas. Tiyas pun menoleh ke belakang. Jendral berdiri di belakangnya sambil memegang kue tart mini dengan lilin berbentuk angka 42. Yah, Tiyas memang sudah kepala empat sekarang. Ia menghampiri pria yang tiga belas tahun lebih tua darinya itu.

Kalau kalian pikir Jendral sudah keriput dan lemah karena usianya yang hampir enam puluh tahun, salah. Ayah dari dua orang anak laki-laki itu masih terlihat sehat dan bugar di usianya yang sudah tidak muda. Tiyas sampai pangling karena Jendral mengecat rambutnya yang tadinya sudah beruban menjadi warna cokelat gelap. Itu sebabnya mereka lama baru pulang, karena ingin membuat kejutan untuk Tiyas.

"Oh, my ... Suami aku jadi muda lagi," ujar Tiyas sambil berjalan ke dekat suaminya.

Jendral tersenyum, ia mendaratkan kecupan singkat di kening istrinya. "Happy birthday, my Precious wife."

Between Candy and Cigarette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang