01 : Permen

6.8K 464 95
                                    

Haiiii! Aku bawa cerita baru, nih!
Cussss bacaaaa, jangan lupa komen dan vote, ya!!









Mentari sebentar lagi akan terbenam. Seorang gadis SMA tengah berjalan terburu-buru menelusuri jalanan sepi. Caluella Tiyas Hanasta, nama yang yang tertulis di name tag-nya. Di usianya yang sangat belia, enam belas tahun, ia harus tinggal sendirian di sebuah rumah kontrakan. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan saat hendak pulang dari pasar.

"Ini bukan, sih, jalannya?" monolognya. Tiyas baru pindah ke kontrakan kemarin sore, ia pindah ke kontrakan yang lebih murah dari kontrakan saat ia tinggal bersama orang tuanya.

Tiyas belum hapal betul jalan menuju kontrakan barunya. Ia terus berjalan hingga lama-kelamaan, jalan yang dilaluinya semakin sepi dan membuat bulu kuduknya berdiri. Sampai akhirnya, ia tiba di sebuah gang buntu, di mana ada beberapa orang tengah nongkrong di situ. Tiyas hendak pergi dari sana. Namun, saat berbalik dirinya menabrak seseorang.

Tiyas mendongak dan melangkah mundur. Seseorang yang ditabraknya tampak menyeramkan. Pria bertubuh kekar dan tinggi mengenakan setelan serba hitam. Lengan kemeja yang tergulung menampakkan tato yang memenuhi lengannya yang berurat. Bagian lehernya juga bertato. Ada bekas luka memanjang di dahinya.

"Maaf ... kayaknya saya salah jalan, permisi." Tiyas hendak berlalu, namun, seseorang mencegat langkahnya.

"Enggak mungkin perempuan biasa bisa sampai ke sini. Kamu pasti mata-mata," ujar pria lain yang juga berbadan kekar.

Tiyas menggeleng. "Enggak, Om. Saya tadi mau pulang ... tapi malah nyasar ke sini," ujarnya jujur.

"Bohong. Leroy, geledah tasnya!"

Tas Tiyas langsung diambil dan digeledah. Padahal isinya hanya buku-buku, alat tulis, dan seragam sekolah.

"Enggak ada apa-apa di tasnya, Jo, geledah orangnya juga."

Tiyas hendak kabur, tapi dua orang pria tadi menangkapnya. Ia memberontak, sedangkan pria bertato tadi masih diam di tempat sambil menatap datar ke arah dua kawannya yang hendak menggeledah tubuh Tiyas.

"Lepasin! Saya anak sekolahan, bukan mata-mata, Om enggak lihat ada seragam SMA di tas saya?!" jerit Tiyas yang masih berusaha berontak.

Namun, dua orang itu tidak hirau dan hendak memegang tubuh Tiyas.

"Johan, Leroy." Laki-laki bertato itu akhirnya bersuara. "Lepaskan dia," lanjutnya sembari membakar sebatang rokok, kemudian menghisapnya.

"Enggak mau digeledah dulu, Jend?" tanya Leroy.

"Betul, sekalian lihat dalamnya. Kayaknya barang bagus," timpal Johan.

Menghembuskan asap rokoknya ke udara, lalu menatap tajam pada Leroy dan Johan. "Lepaskan dia, atau tangan kalian yang akan saya lepas dari tubuh kalian."

Dua orang tersebut langsung melepaskan Tiyas. Pergelangannya terasa nyeri dan memerah karena dicengkeram terlalu kuat. Tiyas segera mengambil tasnya lalu mendekat pada pria itu. "Terima kasih, Om," ucapnya dan hendak bergegas.

"Tunggu."

Tiyas menoleh lagi. "Ya? Apa lagi, Om?"

"Kamu tahu jalan pulang?" tanya pria itu.

Tiyas menggaruk kepala, ia sedang menyasar. Tentu saja ia lupa jalan pulang, lalu bagaimana sekarang dia akan kembali ke kontrakan? Tiba-tiba ia teringat ponsel di sakunya. Tiyas ingat sempat menulis alamat kontrakannya di ponsel. Ia pun langsung berlari begitu saja dari sana.

Namun, tidak sampai beberapa detik, ia kembali lagi dan berdiri di hadapan laki-laki bertato tadi. Menatap pria tinggi itu, lalu mengambil rokok yang terselip di bibirnya.

Between Candy and Cigarette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang