The Fourth Illusion

20 5 20
                                    

"A Fear is Just An Exaggerated Self Image"

***

Sudah lama sekali semenjak terakhir kali aku pergi ke padang bunga liar yang ada di ujung jalan setapak itu. Mungkin nyaris tiga minggu aku tidak ke sana. Selain karena tugas sekolah yang semakin banyak dan ketakutanku yang belum hilang.

Memangnya siapa yang tidak takut saat melihat hal ganjil di hadapannya?

Selain itu, aku juga belum memiliki uang untuk membeli senter yang baru. Sebenarnya, aku berani saja berjalan menembus hutan itu tanpa senter. Aku pernah melakukannya saat kecil dan kemarin aku juga melakukannya.

Akan tetapi, dengan pengalaman terakhir yang menurutku menyeramkan itu membuatku sedikit takut untuk melintasinya tanpa satu pun cahaya.

Aku juga tidak berani berharap jika kunang-kunang itu masih ada di sana dan menerangi jalan setapakku. Bahkan, sebenarnya keberadaan mereka juga cukup ganjil. Selain karena kemunculan mereka yang tiba-tiba dan sangat kebetulan saat aku meninggalkan senterku di padang bunga, mereka juga tidak biasa ada di hutan itu.

Aku memang pernah melihat kunang-kunang itu. Beberapa kali dalam satu tahun, akan tetapi aku melihatnya di padang bunga liar itu, bukan di dalam hutan.

Aku belum pernah melihat mereka terbang berkumpul sebanyak itu di sepanjang jalan setapak. Itu hal ganji lain yang mau tak mau membuatku juga sedikit merinding mengingatnya.

Tapi, tunggu, hal mistis memangnya ada? Maksudku, kakak pantiku sering bercerita mengenai hal-hal magis yang biasa dilakukan oleh penyihir dan hantu. Itu hal yang lumrah mereka lakukan di malam hari, di antara pohon-pohon lebat hutan.

Hutan penuh dengan misteri dan keajaiban yang sering ceritakan setiap sore ketika ada waktu bersantai. Jika hari Sabtu, setiap pukul empat sore, panti kami selalu mengadakan waktu mendongeng hingga jam makan malam. Di waktu itulah mereka menceritakan berbagai dongeng pada kami. Mulai dari Cinderella, Snow White, Aurora, dan masih banyak lagi.

Mau tidak mau aku mulai memikirkannya setelah kejadian waktu itu. apakah benar hutan itu penuh dengan misteri dan hal-hal magis? Jika iya, jangan-jangan tempat yang aku kunjungi itu sebenarnya milik penyihir. Seperti rumah kue jahe yang dikunjungi Hansel dan Gretel.

Aku bergidik ngeri membayangkannya. Jika iya, apakah aku akan dimakan juga seperti mereka?

Kutampar kedua pipiku bergantian meski tidak terlalu keras. Pikiranku mulai membayangkan hal-hal aneh dan gila yang sangat tidak realistis. Itu sangat tidak cocok denganku yang sering mengandalkan logika.

Hanya saja, bukankah keberadaan pola cahaya di mata orang lain dan kemampuanku ini juga tidak bisa dilogikakan?

Bagaimana cara melogika semua hal itu ketika tidak ada satu orang pun yang bisa melihat dan melakukan hal yang sama denganku. Jangan-jangan, malah aku penyihirnya.

Kutampar sekali lagi kedua pipiku. Berusaha menghentikan pemikiran gila ini. Sayangnya, mau berapa kali pun aku berusaha mensugesti otakku agar berhenti berpikiran yang aneh-aneh, tetap saja tidak mampu menghentikan pemikiranku yang mulai membuat beragam hipotesis dan dugaan.

Cukup sudah, aku lelah berpikir.

Aku memperhatikan jendela ruang utama yang gelap dan tertutup kelambu berwarna cokelat. Dalam hatiku, ada keinginan yang sangat kuat untuk mencoba pergi ke padang bunga itu, tapi di sisi lain, aku juga mempertimbangkan keamanan diriku sendiri.

Bisa jadi, sekarang tempat itu dan kupu-kupu emas yang kulihat itu berbahaya bagiku.

Aku jelas tidak mau menukar nyawaku yang hanya satu ini hanya karena sebuah rasa penasaran dan keinginanku semata.

Chaos IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang