The Seventh Illusion

28 3 9
                                    

"Is This A Dream in A Reality or A Reality in A Dream?"

***

Aku bangun terlambat tadi pagi, maka seharusnya aku bisa bangun lebih lama nanti malam meski tidak tidur di siang hari. Pesan dari rainofsky, akan aku coba. Sekalipun nantinya gagal, aku tidak akan menyerah.

Sama seperti ketika aku mengalahkan rasa takutku pada kegelapan dulu, kali ini aku juga harus bisa melakukannya sekalipun lawanku adalah hal magis yang aneh dan mustahil seperti ini.

Aku sengaja berbicara dan ikut dalam percakapan kakak pantiku agar mampu membuatku tetap terbangun hingga mereka tidur. Begitu aku yakin jika keadaan di luar sudah sepi, aku menarik keluar salah satu kemejaku dan senter yang aku persiapkan di balik selimutku.

Kulapisi gaun tidurku dengan kemeja dan mulai melangkah ke luar dari kamar. Melakukan kebiasaan yang sudah kuulangi ratusan kali sejak kecil, membuatku merasa memiliki sedikit keberanian untuk menghadapi padang bunga itu.

Ada beberapa hal yang harus bisa kupastikan malam ini. Apakah benar ada orang lain di padang bunga itu. Sebenarnya apa kupu-kupu emas yang bercahaya. Ratusan kunang-kunang yang ada tinggal di padang bunga. Lalu, yang terpenting, aku takut pada apa.

Kuangkat senterku tinggi-tinggi sehingga bukan hanya menerangi jalan setapak yang aku lalui, akan tetapi juga menyinari sekitaranku dalam jarak yang terbatas. Suhu udara di kotaku memang dingin, tidak peduli musim kemarau atau musim hujan, meski begitu berjalan di tengah hutan seperti ini jauh lebih hangat dibanding berdiri di tengah ilalang tinggi padang bunga itu.

Bertahun-tahun melewati tempat ini, tentu aku sangat hafal dengan seluk beluk jalan ini. Hafal setiap sudut dan pemandangannya. Semakin dekat aku dengan padang bunga itu, semakin cepat dan keras debar jantungku.

Rasanya ingin mundur sekarang juga, tapi aku bahkan belum menginjakkan kakiku di tepi padang bunga itu. Aku hanya bisa menggerutu di dalam hati tentang tekadku yang melemah setelah padang bunga itu terlihat di ujung mata.

Langkah kakiku mulai memelan begitu pohon terakhir dari hutan itu kulewati. Angin dingin berhembus menerbangkan rambut dan ujung pakaianku. Kuperhatikan padang bunga itu dengan seksama, berusaha mencari sesuatu yang ganjil.

Perlahan, aku mulai berjalan mengelilingi padang bunga itu dengan hati-hati. Aku tidak berniat sedikit pun untuk pergi ke pohon oak raksasa yang ada di tengah padang meski aku menginginkannya. Aku harus menyelesaikan masalahku terlebih dulu baru berkunjung ke pohon itu.

Permasalahannya malam ini ialah, aku tidak bisa menemukan hal yang aku cari. Sekalipun aku sudah mengelilingi padang bunga itu sampai kakiku pegal, namun aku tidak menemukan satu pun keberadaan dari hal yang aku cari.

Akhirnya, malam itu aku hanya bisa pulang dengan kekecewaan yang tercetak jelas di hati dan wajahku. Meski begitu, aku bisa memastikan satu hal lain, tidak ada orang lain yang pernah datang ke tempat ini.

Alasannya? Aku bisa melihat jejak kakiku sendiri selama di padang bunga. Rerumputan liar yang tumbuh membuat jejak kakiku tercetak karena kuinjak. Jika memang ada orang lain yang datang, maka dia seharusnya meninggalkan jejak kaki di padang bunga itu. Namun, tidak ada jejak kaki lain selain dari sepatuku.

Rasa kecewa tentu saja membuatmu tidak bersemangat dan tidak seyakin sebelumnya, tapi hal itu tidak boleh sampai membuatmu patah semangat. Apa kata orang, suatu kegagalan adalah sebuah kesuksesan yang tertunda. Tidak pernah ada kata gagal, hanya dia belum tiba dan menanti waktu yang tepat untuk tiba.

Meski aku memang sempat ingin menyerah jika harus kembali mengumpulkan seluruh keberanian yang aku punya dan kembali melangkah di jalan gelap penuh misteri itu, aku tidak boleh mundur, kan.

Chaos IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang