CHAPTER 2

2.3K 355 31
                                    






Pada umumnya, sekolah merupakan tempat singgah sementara bagi manusia untuk mengasah otaknya. Belajar sesuatu pun juga untuk mencari teman baru. Tapi itu tidak berlaku untuk sekolah bernama myungil high school. Lain hal dengan belajar, murid malah lebih terkesan merasa tertekan. Karena pembullyan adalah hal yang biasa Disana. Kekerasan dan penindasan selalu terjadi pada murid yang lebih lemah dan memiliki starta rendah. Hebat bukan?

Bahkan tak ada penindakan lebih lanjut pada oknum yang melakukan pembullyan.

Semuanya dibiarkan begitu saja hanya karena mereka anak dari keluarga berada. Orang tua mereka merupakan donatur terbesar untuk sekolah. Jadi para guru hanya membiarkan nya.

Memandang acuh pada murid lainnya yang tersiksa. Sampai-sampai banyak siswa atau siswi yang sudah keluar karena tidak tahan akan keadaan. Sekolah begitu mengerihkan.

dan hanya tiga murid teratas yang paling bengis dalam melakukan pembullyan. Bahkan Mereka berada ditingkat akhir sekarang. Tapi seakan membully adalah sebuah anjuran bagi mereka. Satu hari pun tak akan mereka lewatkan begitu saja.

Tiga orang itu tengah berjalan dengan angkuhnya pada keramaian kantin saat ini. Menghiraukan berbagai tatapan yang tertuju hanya pada mereka. Tapi raut wajah yang banyak terpampang dari beberapa siswa siswi hanyalah tatapan takut. Bahkan beberapa hanya lanjut menunduk. Tak ingin jadi target dari tiga orang tersebut.

"Duduk dipojok sana saja." Salah satu dari mereka yang bernama Lee heeseung berbicara pelan. Tangannya menunjuk kearah bangku kantin yang masih kosong.

Ketiganya langsung melangkah lalu saat sampai langsung mendudukkan dirinya dimasing-masing kursi. Keadaan kantin ternyata sangat ramai. Jay adalah orang pertama yang menghela nafas tak terima. Bagaimana harus mengantri makannya kalau begini?

"Berhentilah menghela nafas, park! Wajahmu tak layak dilihat." Ujar heeseung saat melihat tampang temannya Jay yang merengut.

Jay menoleh kearah kanan mengabaikan Lee heeseung yang berbicara, "sunghoon, kau punya nomor si pecundang itu kan? Suruh dia kemari."

Sunghoon langsung membuka ponsel dan menelpon seseorang.

Beberapa detik dan telpon tersambung.

"Kantin, sekarang." Ujarnya lalu segera menutup panggilan tanpa menunggu tanggapan dari seseorang diseberang sana.

Ponselnya kembali ia masukkan kedalam saku celana seragamnya. Park sunghoon kemudian meletakkan tangan untuk tumpuhan kepalanya diatas meja, ingin tidur sesaat sembari menunggu si pecundang datang.

Sedangkan Jay dan heeseung mulai sibuk dengan ponselnya masing-masing.

"Bukankah dia cantik?" Jay menunjuk layar ponselnya yang menyala menampilkan foto gadis yang ada diaplikasi instagram kearah heesung. Gadis itu terlihat sangat cantik.

"Jangan coba-coba membuatku berpaling dari kekasihku, kau tau?."

Jay terkekeh, "jangan berlagak seperti kau pernah serius dengan perempuan, yang kutau kau hanya menganggap mereka sebagai mainan, benar kan?"

Heeseung menaruh ponselnya dimeja,"itu kau tau, kenapa repot-repot mengoceh panjang lebar padaku?"

"Lee heeseung sialan."

Jay sangat tau tabiat satu temannya itu. Lee heesung, dengan segala ketampanan yang ia punya bisa membuat semua perempuan diluar sana bertekuk lutut padanya, tanpa mengetahui karakter Lee heeseung yang sebenarnya, mengerihkan.

"Mereka hanya selingan ketika aku sedang bosan, kalau sudah tak tahan tinggal tinggalkan, gampang kan?"

Jay mengangguk pelan, "yeah, lagipula mereka juga tak benar-benar menyukaimu."

HIDDEN ; step to adulthoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang