Cucu

9 2 0
                                    

   Setelah kejadian tadi di Restaurant, Fadlan tidak banyak bicara pada Fatimah. Fadlan lebih memilih diam, sampai membuat Fatimah tak enak hati. Fatimah tidak tahu harua melakukan apa, agar Fadlan bersikap seperti biasanya pada Fatimah.
 
"Kak, mau Fatimah buatkan susu cokelat, kopi, atau apa aja yang Kak Fadlan mau. InsyaAllah Fatimah buatkan." Fatimah mencoba mencairkan suasana di ruang televisi yang sedari tadi hening.

Fadlan hanya menggelengkan kepalanya, dan kembali merubah channel di TV. Fatimah benar-benar tidak dapat membaca raut wajah Fadlan.

"Apa Kak Fadlan marah sama saya?" Tanya Fatimah.

"Enggak" jawab Fadlan singkat.

"Terus daritadi saya di cuekin terus. Kalo saya punya salah tegur saya aja Kak. Saya paling tidak suka kalo di cuekin kaya gini, jadi nantinya saya tidak intropeksi diri." Tutur Fatimah.

Fadlan kini memalingkan wajahnya pada Fatimah.
"Tidur sana sudah malam. Saya gak marah sama kamu, saya hanya lelah saja."

Fatimah benar-benar masih ragu dengan jawaban Suaminya. Walau tidak ada perasaan diantara mereka dan mereka masih terbilang saling mengenal. Tapi, bagi Fatimah raut wajah suami tidak boleh lwsu atau marah karena perbuatannya sebagai seorang istri.

"Ya sudah, kalau gitu Fatimah pamit istirahat ya Kak. Kalo Fatimah menyakiti Kakak dengan perbuatan Fatimah. Fatimah dari lubuk hati yang paling dalam minta maaf sebagai seorang istri" ujar Fatimah dan berlalu meninggalkan Fadlan yang masih serius menatap Televisi di hadapannya.

Fatimah, menutup pintu kamarnya. Dan mulai membaringkan tubuhnya pada tempat tidur. Dan berlalu membuka jilbab yang sedaritadi menutupi kepalanya. Fatimah memang belum siap untuk melepaskan jilbabnya di hadapan Fadlan, walaupun Fadlan sudah menjadi suami sahnya. Fatimah masih menunggu waktu kesiapannya untuk memperlihatkan rambutnya pada Fadlan.

Fatimah, berlalu mengambil telepon genggam miliknya. Hanya sekedar melihat notifikasi yang masuk.

Sontak Fatimah sangat kaget. Ada beberapa panggilan masuk dari Nasywa. Tidak seperti biasanya, Nasywa menelponnya berkali-kali.
Fatimah, mulai menelpon kembali Nasywa berharap Nasywa masih dalam keadaan bangun belum tidur.

"Assalamu'alaikum, ada apa? Maaf ya tadi aku lagi gak pegang Handphone" ucap Fatimah pada Nasywa yang berada di sebrang sana.

"Hmm, wa'alaikumussallam. Iya gak papa. Tadinya mau curhat aja, sekalian nanyain cowok yang tadi nyamperin kita di restaurant"

"Maksud kamu Kak Fadlan?" Tanya Fatimah.

"Yups, kok aku ngerasa gak asing sama wajahnya. Terus juga dia kaya orang Famous gitu deh."

"Perasaan kamu aja kali" jawab Fatimah.

"Enggak, demi Allah wajahnya gak asing. Kata si Tio sih dia yang pernah jadi guest star di sekolah kita."

Fatimah mulai mengingat.
"Ouh iya, dia pernah sekali ke sekolah kita. Kok aku baru inget ya"

"Kamu emang pelupa. Dia beneran sahabat Kak Aisyah? Perasaan temennya kak Aisyah gak ada yang pengusaha deh. Rata-rata semua perawat sama dokter."

"Hmm, Udah dulu ya. Aku udah ngantuk nih, besok kita lanjut di sekolah aja oke."

"Oke, good night imeh. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussallam."

Setelah telepon mati. Fatimah melanjutkan tidurnya. Dia membaringkan tubuhnya menghadap ke sebelah kanan. Dan berdo'a sebelum tidur.

****

Pagi ini Fatimah dan Fadlan di kejutkan dengan kabar akan datangnya Orang tua dari Fadlan. Bahkan mertua Fatimah sama sekali tidak memberitahu kedatangan mereka. Namun, Bi Inaha dengan polosnya memberitahu sampai akhirnya ada beberapa waktu yabg tersisa untuk Fadlan dan Fatimah membereskan kamar mereka, termasuk kamar Fatimah yang harus di bereskan agar orang tua Fadlan tidak berpikir aneh mengapa Fadlan dan Fatimah tidur terpisah.

" BANDARA "Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang