7. Latih Kami Juga

59 6 0
                                    

Pagi yang cerah setelah kejadian kemarin, aku masih merasa bersalah.

"Selamat pagi, Ayato." Leen seperti biasa menungguku di luar asrama.
"Pagi juga, Leen." Balasku sambil menyelempangkan tas dan pedangku ke belakang punggung.
"Terimakasih atas payungnya kemarin, dan maaf." Ucapku sambil menyerahkan payung biru kepada Leen.
"Tidak apa-apa, jangan terlalu dipikirkan." Leen mengambil payung biru itu, wajahnya terlihat memerah.
"Kau baik-baik saja Leen? Mukamu memerah..." Leen terkejut.
"Eh? Y-Ya aku baik-baik saja." Aku bingung dengan sikapnya itu.

Kami berdua berjalan bersama ke sekolah dan datang satu gadis lagi.
"Sepasang sedang kekasih berjalan bersama..." itu adalah Mashiro.
"Mashiro?!" Leen terkejut melihat Mashiro.
"Sambutan yang kurang baik..." ucapku.
"Apa yang sedang kau lakukan, Mashiro?" Tanya Leen.
"Tidak ada yang khusus, aku hanya ingin menemani Ayato."
"Menemani?" Tanyaku.
"Aku menolak..." aku terkejut mendengar perkataan Leen.
"Ada apa? Kenapa kau menolak?" Tanya Mashiro.
"Dengar, ini adalah tanggung jawabku, jadi kau tidak perlu menemaninya."
"Tanggung jawabmu? Itu berarti juga tanggung jawabku."
"Heh?" Leen terkejut.
"Petinggi gadis yang dikalahkan harus menjaga orang yang mengalahkannya kan?"
"Geez..." Leen kesal.

Aku berjalan meninggalkan mereka.
"Pagi-pagi sudah ada yang begitu..." keluhku dalam hati, lalu datang lagi si Rena dan loli yang kemarin kukalahkan.
"Selamat pagi Ayato..."
"Pagi juga..." ucapku malas.
"Ada apa? Kau terlihat lemas?" Tanya Rena.
"Tentu saja karena dia itu malas, senior Rena."
"Malas? Benarkah?"
"Tentu saja senior Rena, para laki-laki itu pasti malas seperti dia..." tidak salah sebenarnya.
"Itu karena kami sudah dewasa, dan juga kau masih kecil, loli." Dia tampak kesal, Leen dan Mashiro pun datang.
"Ada apa Ayato?"
"Aku bukan loli, dan aku juga sudah dewasa."
"Dewasa apanya? Dadamu saja masih rata..."
"Eh?"
"Eh?"
"Eh?" Semua mata tertuju pada dada Yuna.
"Hyaah!!" Yuna menutupi dadanya.
"Rata..."

Pelajaran pun dimulai, dan kebetulan kelasku dapat pelajaran olahraga pertama.
"Kapten! Olahraga apa kali ini?"
"Kita akan belajar bertarung..."
"Bertarung?!" Semua siswa terkejut.
"Melawan siapa kapten?"
"Lawannya adalah aku..."
"Eh?!!!!" Semua orang terkejut.
"Tapi kapten..."
"Jika kalian bukan laki-laki, kalian boleh tidak melawanku." Ucapku, semua langsung diam.
"Ada yang bukan laki-laki?" Tanyaku lagi, mereka tidak menjawab.
"Baiklah, lawan aku dengan cara apapun, waktu kalian 15 menit untuk mengalahkanku." Aku memegang timer. Para siswa laki-laki menyiapkan kuda-kuda mereka.
"Siap.... mulai!" Semua siswa laki-laki menyerangku bersamaan.
"15 menit? Mudah..." batinku.

15 menit kemudian...

Semua siswa laki-laki terbaring kelelahan dan kesakitan.
"Kalian sudah menyerah?" Tanyaku.
"S-Sudah kapten..."
"Kami sudah tidak kuat lagi..." mereka semua mengeluh.
"Kalian semua berdiri, aku akan mengajarkan kalian teknik bertarung dan menangkisnya." Ucapku. Mereka kuajarkan menyerang, menangkis dan menghindar.
"Baiklah, kalian boleh istirahat dan ingat, olahraga dan latih terus apa yang aku ajarkan."
"Baik kapten!!" Pelajaran kembali berlanjut dengan keadaan normal, jam pulang pun tiba....

"Akhirnya pulang juga..." semua siswa segera bersiap untuk kembali ke asrama, sementara aku...
"Kau sudah siap, Leen?" Tanyaku.
"Tentu saja." Ucapnya sambil menghunuskan pedang, tapi sebelum aku menyerangnya, masalah datang...
"Hoh, lagi bertarung..." kami terkejut mendengar suara itu, aku melirik dan ternyata itu Mashiro.

"Mashiro..." Leen tampak kesal.
"Pengganggu datang lagi." Batinku.
"Kenapa kau kesini Mashiro?"
"Ternyata senior Leen disini."
"Kenapa kau disini Leen?" Rena dan Yuna datang.
"2 pengganggu datang." Batinku lagi.
"Kenapa kalian berdua disini?"
"Apa yang kau lakukan, senior Leen?"
"Jangan-jangan..."
"Kami sedang berlatih pedang." Jawabku cepat agar dugaan bodoh mereka itu hilang.
"Berlatih pedang?"
"Senior Leen berlatih pedang dengan Ayato?"
"Menarik..."

"Sebenarnya ini bukan kemauanku, tapi karena Leen memaksaku dan juga dia mempunyai potensi, jadi aku melatih dia." Jelasku.
"Jadi begitu..."
"Begitu..."
"Tetapi kelihatannya tidak adil..." ucap Rena, sudah kuduga juga.
"Hanya senior Leen yang dilatih, kalau senior Leen memiliki potensi, berarti kami juga kan?" Tanya Rena.
"Bisa dibilang iya dan tidak..."
"Hah?!" Semua orang terkejut.
"Kalian memiliki potensi tapi sedikit." ucapku lagi.
"Tidak mungkin."
"Kami tidak memiliki potensi..." mereka langsung putus asa.
"Kalau begitu..."
"Latih kami untuk mempunyai potensi." Ucap Mashiro.
"Diterima nyusahin, ditolak kasihan..." batinku, aku berpikir dan-

"Baiklah, kuterima." Ucapku.
"Hah?"
"Eh? Benarkah?"
"Ya tentu saja." Ucapku meyakinkan mereka.
"Yey!!"
"Kita dilatih Ayato!"
"Kalau sudah begini, ya sudahlah." Mereka tampak senang, ya daripada tidak ada kerjaan, aku bisa melatih mereka.
"Baiklah, latihan dimulai besok."
"Eh? Ayato?" Leen tampak terkejut dan kesal.
"Tidak ada pilihan lain, pedang Rena besok baru datang, dan juga..." aku mengelus kepalanya.
"Berusahalah." Ucapku pada Leen, wajahnya memerah.
"Oi Leen, mukamu memerah, kau baik-baik saja?" Tanya Mashiro.
"E-Eh? A-Aku baik-baik saja." Aku masih bingung dengan sikap Leen, tapi ya sudahlah...

Vote dan Follow ya kang...
Dan thanks buat 100 view nya

Swordmaster At Girls SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang