Kita (belum)bisa

36 6 2
                                    

Untuk Aji yang sepenuh hati aku harap namun tidak aku miliki. Maka biarlah aku mendambamu meski aku dan kamu belum menjadi kita.
°°
"karena kita berdua ketemu diwaktu yang enggak tepat."
Aku masih mengingat betul tadi malam Aji mengungkapkan perasaannya padaku. Aku? Perasaanku ke Aji. Nano nano, aku sendiri sampai enggak tahu mau jawab gimana. Aku nyaman sama aji. Bahkan kadang aku lebih nyaman bareng dia daripada Abim. Tapi... Engga mungkin aku dengan mudah bilang punya rasa yang sama. Kalaupun iya kulakukan. Mungkin saat itu aku gila. Sadar diri Ia telah memiliki pacar begitu pula Aku.
"Ji, kita gini aja. Temenan dulu. Who know's?"jawabku atas pernyataaan Aji.

"Hhahaha iyaa. Santai aja kali,Flo. Gue cuma mau bilang aja. Sekarang gue juga udah punya pacar. Begitu juga elo. Emang kita gak tepat aja ketemunya."

Aji tersenyum kearahku. Biasanya senyum itu yang paling meneduhkan. Kali ini rasanya begitu getir untuk disaksikan. Aku malah bingung lagi harus apa. Aku sayang Aji. Tapi entah sayang yang bagaimana. Karena sayang belum tentu cinta kan?.

"Ji, lo paham maksud gue minta tetep temenan kan ji?"
Aji lantasmenatapku sambil menaikkan kedua alisnya.
"Kita enggak pernah tahu sama rencana Tuhan, Ji. Bisa aja gue sekarang pacaran sama Abim. Tapi entar nikahnya sama elo. Karena kita gak pernah tahu makanya gue bilang begini."

"Tahu kok, gue. Sekarang gue sayang sama lo sebagai sahabat gue kok."

Begitulah percakapan kami akhiri. Iya, sebesar apapun rasa sayangku pada Aji. Yang bisa kulakukan hanyalah memendam. Karena Abim, memutuskannya? Tidak semudah itu. Peran Abim untukku tidak hanya sebagai pacar. Dia seperti telinga untukku sendiri. Dan seperti selimut yang menghangat. Ya begitu.

"Kita temenan dulu aja ya,ji." Ini mungkin bukan pertanyaan tapi lebih condong ke permintaan.

Percakapan itu kami tutup dengan kesepakatan tetap berteman dan menjalani kisah masing-masing. Barangkali saat ini aku dan Aji dipertemukan pada waktu yang tidak tepat. Namun, sesayang apapun Aku padanya. Tidak membuatku beralih meninggalkan Abim. Terkadang ada pilihan sakit yang harus kita pilih dalam hidup.

***
Malam ini seperti biasanya. Aku tidur dikasur, mau tidur dilantai malas banget mengingat baju yang selesai kucuci belum sempatku lipat. Sebagai makhluk pecinta rebahan, mengerjakan pekerjaan rumah adalah hal yang dilakukan bila sudah kepepet. Inilah alasanku belum ada rencana untuk menikah. Benar, karena Diri ini masih suka bermalas-malasan. Belum siap kena dumelan mertua.
Belakangan ini Abim jarang memberi kabar. Entahlah, pesan yang kukirim kerap kali tidak dibalas. Aku kirim pesan pagi ia balas malam.
'Maaf ya sayang. Kerjaan lagi banyak banget.'

Begitu katanya. Sepertinya memang dia sibuk. Atau barangkali bukan Aku prioritasnya. Kuletakkan ponsel yang baru saja kulihat notifikasinya. Barangkali ada kabar darinya. Sialnya nihil.

"huft"

Aku hela nafas panjang. Berharap agar keresahan ini usai. Seringkali aku berpikir untuk mengakhiri hubungan ini. Sayang sekali diriku masih membutuhkan Abim. Dalam keadaan seperti ini tidak ada yang dapat dilakukan kecuali tidur. Daripada mata melek hanya untuk overthinking.
***
"Flo!!"

"Woi!!!"

"Bangun!!!"

Sudah bisa kutebak. Suara gedoran pintu dengan tenaga bagai avengers itu pasti Laya. Meski badannya kurus kaya kertas hvs, tenaganya gak boleh diremehkan.
Kusibak selimut yang menutup tubuhku rapat.
"NGAPAIN DAH?!" Teriakku yang masih melekat pada kasur.

Mau tidak emosi, tapi baru saja kulihat jam yang ternyata menunjukkan pukul 5 pagi. Sepagi ini Laya membangunkanku, kaya gak ada kerjaan.
"Buka dulu makanya."
Tuh, pagi-pagu gini. Apalagi hari minggu semangat dia menggebu. Aneh. Kubuka pintu kamar dan kudapati sahabat tercintaku ini sudah wangi dengan kaos dan celana traning. Tidak lupa sepatu dikakinya. Rambutnya diikat mirip ekor sapi.
"Ayo kita cari cogan."
Tanpa basa-basi dia menarik tanganku.

Soulmate : HAI AJI [END] DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang