Retak: Dua

15 2 0
                                    

Tadi Aji mengajakku keluar pukul 4 sore. Dan sekarang sudah hampir menjelang magrib. Setelah tadi mampir beli boba rasa matcha dan coklat. Aku mengajaknya ke rooftop Indihome. Kebetulan banget lagi sepi padahal biasanya tempat ini akan dipenuhi orang-orang penikmat Wi-Fi. Aji duduk tepat diseberangku.

'lucu'

Iya dia tampak menggemaskan saat meneguk bobanya. Ternyata wajahnya sedamai ini untuk dilihat. Tulang rahang yang keras, bertolak belakang dengan mata sayu yang penuh haru. Kontras dengan senyum yang sekarang dia utas.

Aku jadi teringat foto yang diambilnya saat pameran beberapa waktu lalu. Foto yang menggambarkan manusia yang tersenyum tidak selamanya sedang dalam bahagia. Apa itu mewakili dirinya saat ini?.

"Lo liatin gue terus, entar suka sama gue." Aji mengusap wajahku yang langsung membuatku mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Kepedean lo! Gue sayang Abim. Anti oleng."

Aji tersenyum miring, " Lo sayang dia anti oleng. Dia nya gitu juga gak?"

Sebuah cubitan kudaratkan tepat dilengan kanan Aji. Dia mengaduh tapi masih tertawa mengejek juga.

"Galak. Males ah. Gue tinggal balik aja mending."

Saat Aji sudah bersiap untuk berdiri. Dengan cekatan kutarik lengan kaosnya.

"Gak gitu." Desisku. Yang kemudian membuatnya kembali duduk.

"Gue putus."

Hari ini dia gak datang dengan satu kesedihan. Ternyata ada dua kesedihan yang dibawanya. Aji memilih untuk tidak menatapku.

" Kenapa? Bukannya lo sayang banget sama cewek itu?"

Sejauh yang kutahu, Aji menyayangi orang ini. Begitupula kekasihnya itu. Kabar putus yang dibawanya cukup membuat kaget.

" Gue gak bisa terbuka sama dia. Dan sering jadi salah paham. Daripada terus gini dan bikin dia gak nyaman. Gue putusin buat mengakhiri semuanya."

Dalat kurasakan kesedihan yang dirasa bersama ucapan yang keluar dari mulut Aji. Ada sebagian dari diriku yang merasa lega. Jahat gak ya ketika Aku merasa lega mendengar kabar ini?. Aku senang sih Aji putus, bearti ada satu kesempatan untukku. Tapi, melihatnya sedih begini. Membuatku bersedih juga.

"Lo tuh kebiasaan selalu ilang kalau lagi gak baik-baik aja. Gue ada loh,Ji. Gue disini buat dengerin keluh kesah lo. Jangan cuma lo simpan sendiri."

"Gue gak mau terus-terusan jadi benalu buat lo." Jawabnya.

"Gak ada yang namanya benalu, Ji."

"Gak papa kalau lo gak ngakuin gue sebagai benalu, Flo. Tapi faktanya emang gitu. Gue selalu cari kebahagiaan di elo."

Aku berdiri dan kemudian memeluknya. Pelukan kali ini rasanya berbeda dari sebelumnya. Ada hangat yang kuharap dapat menyentuh hati Aji.

"Lo bukan benalu. Hadir lo adalah bahagia buat gue, Ji. Dan saat gue jadi alasan lo buat bahagia itu jadi hal yang paling gue suka." Ucapku yang masih erat memeluk Aji.

Aku melupakan orang sekitar yang sepertinya melihat kearah kami. Tangan Aji yang semula diam disamping tubuhnya. Sekarang sudah membalas dekapanku. Jantungku ritmenya makin tidak menentu. Astaga baru peluk, tapi damagenya bukan main.

****
Waktu suka cepet banget jalannya. Siapa sangka sudah ada di penghujung bulan. Hari sabtu, Di ajar Cafe ada Abim bersamaku. Dia duduk sambil menikmati americano. Sedang Akh memilih untuk tidak memesan apa-apa. Karena tujuanku memang tidak mau terlalu lama.

" Aku udah gak bisa nunggu lagi."

Abim menaruh gelasnya dan memandangku seksama, " Sabar dulu, Sayang. Kasih aku waktu."

Soulmate : HAI AJI [END] DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang