Titik Akhir

21 3 0
                                    

Dua minggu berlalu. Aku? Masih belum beranjak dari kesedihan. Mungkin beberapa perasaan butuh waktu untuk dapat dengan lapang diterima. Bayang Aji tetap lekat dalam keseharianku.  Mungkin karena dulu hadirnya tanpa sadar menjadi pelengkap hariku. Sekarang ada satu ruang kosong tiap kali esok datang. Tiap perasaan tersebut muncul yang kulakukan adalah mengirim pesan pada ruang obrolan yang sudah tak digunakannya.

Beberapa hari kemarin, Aku nyaris menangis karena tragedi sepeda motor yang mendadak hilang. Dan ternyata dibawa ke rumah bapak kos. Kurutuki sifat pelupa yang kumiliki ini. Untungnya Tuhan berbaik hati padaku.
Aktivitasku mulai berjalan seperti semula. Jika biasanya Aku memilih untuk nongkrong. Menyendiri menjadi hal paling kusukai. Laya dan Ciya sering menemaniku tiap malam. Sebab tahu kebiasaan menangis yang rutin kulakukan. Mbak Kania kerap membawakanku makanan enak yang didapatnya dari Mas Rian. Tak lupa Mas Keano yang selalu mampir dengan membawa seblak.

"Nih gue bawain martabak coklat keju kesukaan lo." Mas Rian menyodorkan plastik putih yang ditentengnya.

"Makasih Mas Rian." Ucap Ciya yang menerima plastik tersebut

"Gye kasih buat Flo bukan buat lo."

Ciya memanyunkan bibirnya saat kepalnya menerima jitakan dari Mas Rian. Yang lain tertawa melihat kelakuan mereka yang tak pernah akur.

"Mbak Kania lihat tuh Mas Rian Nakal." Ciya sekarang mengelus-elus puncak kepala yang masih terasa sakit. Buktinya dia masih meringis.

Mbak Kania hanya menggelangkan kepala. Mungkin sudah lelah menghadapinya. Aku tertawa.

"Wah!! Flo udah inget cara ketawa?"

"Waduh harus beli nasi tumpeng ini." Mas Rian menyahuti ucapan Mas Keano.

Hari ini Mbak Kania resmi jadian dengan Mas Rian. Kami semua berkumpul di kos niatnya mau syukuran. Formasi lengkap hanya kurang Retha yang harus pamit pulang kampung.

Hatiku sedikit menghangat melihat canda tawa mereka. Sepertinya diriku telah salah mengartikan makna bahagia karena cinta. Selama ini bahagia adalah ketika laki-laki yang membuatku jatuh hati memiliki perasaan yang sama denganku. Sampai tidak sadar bahwa ada orang-orang yang lebih mencintai diriku  daripada yang kuharapkan. Mataku dibutakan atas segala kebahagiaan yang hendak mereka berikan padaku.

"Akhirnya Flo senyum. Udah waras nih berarti." Mbak Kania turut berpartispasi.

" Berisik lo pada." Kulempar segulung tissue ke arah Mas Rian.

"Astagfirullah. Padahal Keano juga ikut ngeledek. Cuma gue doang yang di lempar. Flo yang kamu lakukan itu jahat." Mas Rian menirukan dialog khas film Ada apa dengan cinta.

Tingkahnya membuatku tak bisa menahan tawa.

"Ini kapan mau dimakan rujak buahnya kalau pada berisik." Laya yang tadi adem ayem sudah bersuara. Tandanya kami harus tenang dan mulai makan.
"Ayang suapin." Mas Rian menatap Mbak Kania dengan mata berbinar.

"DASAR BUCIN!!"

***
Patah hati telah memporak porandakan tatanan hidupku. Banyak hal yang akhirnya terabaikan sebab hati tak kunjung membaik. Hari ini Aku berniat mengunjungi makam Mamanya Aji. Barangkali Tuhan memberi ijin untukku bertemu dengannya.

Kalau Aku tahu letak rumahnya pasti sudah kusambangi. Sayangnya Aku tidak tahu dan tak pernah menanyakannya. Kami berdua sedekat nadi. Tapi tak mengenal satu sama lain dengan baik. Dan Aku menyesali. Aku terlalu sibuk mengeluhkan hubunganku dengan Abim padanya.

Ada sebucket bunga mawar putih dimakam Tante Kinan. Sepertinya Aji sudah lebih dulu datang kemari.
Kuletakkan bucket bunga krisan bewarna pink yang kubawa.

Soulmate : HAI AJI [END] DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang