B-6 Caramel Macchiato

50 16 0
                                    

[17 April]

.

.

Pintu pada salah satu coffe shop di jalan Braga dibuka dengan tergesa oleh seseorang. Pria itu menutup payung biru miliknya lalu diletakkan di tempat sebelah pintu masuk. Tadinya ia hanya ingin mengambil potret suasana pagi di sekitar Braga sebelum hujan turun dengan sangat tiba – tiba. Beruntung sekali ada toko yang sudah buka sepagi ini, jika tidak ia harus rela berlindung di pinggir jalan atau berlari entah kemana dengan payung biru kecil miliknya.

"Baiklah, mari kita lihat apakah tempat ini menjual minuman selain kopi?" Ucapnya sambil membolak – balikkan buku menu, mencari hidangan yang menurutkan enak untuk disantap pagi ini. 

Perutnya memang sengaja belum diisi, niatnya mencari bubur setelah sampai di persimpangan jalan. Tapi perlu diingatkan lagi bahwa hujan menjebaknya ada di sini sekarang.

"Caramel Macchiato satu, nasi goreng satu."

Chandra. Pria itu adalah Chandra yang kini tengah menjadi pelanggan pertama di coffe shop ini. Ia mengedarkan pandangan dan mendapati bahwa dia benar – benar sendirian.

"Apa aku terlalu pagi? Ini bahkan sudah jam delapan."

Hei, sepertinya Chandra lupa bahwa warga Bandung lebih memilih untuk bergelung kembali dengan selimut hangat mereka ketika mendengar rintik hujan dan merasakan udara dingin di pagi hari. Tapi bagi Chandra, ia bahkan berencana untuk terus berada di sini hingga petang nanti.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu pesanannya datang, segelas Caramel Macchiato telah tersaji untuk menemani Chandra memandang rintik – rintik hujan. Pandangannya tertuju ke luar menyaksikan betapa sepi jalanan Braga pagi ini.

"Dia tidak akan bernar – benar datang, bukan?"

Perjanjian yang dibuat dua bulan lalu masih terus menghantuinya setiap hari. Chandra sudah tidak sabar menunggu kapan hari ini akan tiba. Mungkin ia juga terlalu malu untuk mengakui bahwa ia merindukan gadis itu. Rasanya sedikit berlebihan jika sebuah pertemuan singkat bisa membuat seseorang menjadi sangat sulit untuk dilupakan. Terlebih lagi jika—

"Tidak mungkin."

Seorang gadis dengan payung merah muda baru saja melewati toko dimana Chandra berada saat ini. Berjalan ringan seakan tidak terbebani dengan rintik – rintik hujan yang memang belum reda.

Sayangnya Chandra membutuhkan waktu terlalu lama untuk tersadar dari rasa terkejutnya itu. Hingga ketika ia berlari dan membuka pintu dengan tergesa, sudah tidak ada siapa – siapa di luar.

"Apakah aku hanya berhalusinasi?"

Chandra mengira ia sudah mulai gila, seakan-akan melihat gadis yang menjadi alasan untuknya memulai hari sepagi ini. Jika malaikat bisa berkata, mungkin mereka akan mengatakan bahwa Chandra sangatlah bodoh.

'Bodoh sekali, gadis yang kau tunggu baru saja masuk ke toko roti. Tepat di samping tempatmu menghabiskan waktu sarapan saat ini.' 

.

.

~next

Three Different Cities (Haechan - Ryujin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang