Delapan

25K 2K 12
                                    

Lani menghempaskan tubuhnya diatas kasurnya yang sempit, tubuhnya sangat lelah karena banyaknya pekerjaan yang harus dia lakukan hari ini. Meskipun pekerjaan yang Liam berikan tidaklah sulit dan berat namun itu cukup melelahkan, karena Lani harus mondar-mandir mengikuti perintah si artis.

Rasa malas menghinggapi diri Lani saat ini, perempuan itu teramat malas bangkit dari tempat tidurnya. Dia ingin memejamkan mata dan tertidur untuk mengumpulkan energi, namun Lani membatalkan niatan itu ketika teringat akan kontrak kerjanya. Dia harus membicarakan hal ini bersama ibunya, karena lusa dia akan mulai tinggal bersama Liam.

Segera bangkit, Lani mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Meski jam sudah menunjukan jam tujuh malam, Lani harus tetap mandi karena dia tak akan bisa tidur nyenyak jika dalam keadaan tubuh yang lengket oleh keringat.

Selesai dengan kegiatan membersihkan dirinya dan berpakaian, Lani pergi ke dapur untuk mengisi perut. Padahal sebenarnya sebelum pulang dia sempat makan malam bersama Liam dan Dodit, namun entah kenapa setelah mandi Lani merasa lapar lagi.

"Kamu kerja apa Lan? Kok sampai malam pulangnya?" Tanya Salma, ibu Lani. Wanita tua itu baru memasuki dapur ketika Lani tengah memasak sebungkus mie instan rasa soto untuk makan malamnya.

"Jadi asisten Bu," jawab Lani sembari menuangkan mie yang telah matang ke dalam mangkuk.

Mata Salma menatap Lani tak percaya. Lani menjadi asisten? Itu sangat tidak mungkin mengingat anak tirinya ini hanya memiliki ijazah SMA. "Maksud kamu asisten rumah tangga?"

"Iya bu, asisten rumah tangga sekaligus ngerawat nenek-nenek yang sering di tinggal anaknya kerja. Jadi lusa aku akan tinggal di sana," bohong Lani. Jika dia menceritakan yang sesungguhnya pasti ibunya akan bertanya tentang besar gaji Lani yang di rasa tak sesuai dengan tingkat pendidikan akhirnya. Lebih tepatnya Lani tidak pernah ingin Salma tahu besar gajinya.

"Kamu akan tinggal di rumah nenek itu?" Tanya Salma memastikan.

"Iya Bu. Nanti aku akan kirimkan uang kalau aku enggak bisa cuti." Lani mulai menyuapkan sesendok mie ke dalam mulutnya. Rasa segar kuah mie soto benar-benar terasa nikmat baginya.

"Tapi sebelum berangkat kamu tinggalkan uang untuk ibu dan Rio!"

Mendengar penuturan sang ibu tiri, Lani memutar bola matanya jengah. Rasanya dia baru memberikan uang kepada Salma. "Iya bu," jawabnya pasrah.

"Bagus!" 

"Rio mana bu?"

"Belajar di kamar." Setelah mengatakan hal itu Salma pergi meninggalkan Lani seorang diri di dapur.

Lani menatap punggung Salma yang mulai menjauh dan menghilang di balik tembok pemisah antara dapur dan ruang tamu sekaligus ruang keluarga. Daster yang di kenakan Salma sedikit sobek membuat Lani merasa iba melihatnya. Meskipun keduanya seringkali terlibat dalam adu mulut setidaknya Lani tahu Salma sangat menyayangi Rio, adiknya. Wanita itu tak pernah menggunakan uang yang Lani berikan untuk berfoya-foya, bahkan membeli bajunya pun Salma sangat jarang. Mungkin besok Lani akan membelikan wanita itu beberapa lembar baju setelah pulang bekerja.

Selesai makan malam, Lani memasuki kamar adiknya yang terlihat sibuk di depan meja belajarnya. Bibir kecil Lani tersenyum melihat pemandangan itu.

"Bikin PR apa, Yo?" Tanya Lani membuyarkan konsentrasi adiknya.

"PR bahasa Inggris Kak," jawab sang adik.

Lani mengambil tempat duduk di kasur adiknya yang berada tepat di samping meja belajar.

"Ibu belikan apa saja buat kamu?"

Rio menoleh pada kakaknya dan tersenyum cerah, "ibu beli buku, baju sama sepatu. Kemarin waktu di pasar Rio bilang, ibu beli baju aja buat ibu sendiri, tapi ibu enggak mau. Padahal baju ibu sudah banyak yang usang," jelas Rio. Bibir yang tadinya tersenyum kini tak lagi. Lani tahu adiknya pasti merasa sedih melihat kondisi Salma, wanita pengangganti sosok ibu bagi keduanya.

Liam Si Bucin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang