Empat Belas

22.5K 2.2K 18
                                    

Besok senin pula 😌
Capek gak sih membayangkan hari senin, padahal cmn membayangkan .
Walau cerita ini sepi. Tolong jgn dibuat sepi ya 🗿
Vote dan comment pokoknya!!

Empat Belas

.

Pukul empat kurang tujuh menit, dapur telah dipenuhi oleh bau daun bawang yang dipadupadankan dengan bawang bombay, bawang putih, margarin serta bumbu lainnya yang terdapat dalam penggorengan anti lengket yang sekarang Lani gunakan untuk membuat Ayam goreng mentega. 

Perempuan itu tak berniat membuat olahan lain selain daripada apa yang ia buat kini. Sebelum tidur Lani sempat menonton sebuah video di suatu aplikasi yang mana terdapat tutorial memasak ayam goreng mentega, ia merasa tertarik dan ingin mencoba. 

Sebuah senyum mengembang ketika Lani berhasil memindahkan ayam goreng mentega yang sudah masak di mangkuk kaca bening. Mengambil sendok makan, Lani mencicipi satu potong kecil ayam dan meniupnya sebelum akhirnya masuk kedalam mulut. 

Rasanya sangat pas di lidah, padahal ini kali pertama Lani membuat ayam goreng mentega. Bibirnya tersenyum puas, hatinya berharap Liam akan menyukai masakan tersebut. 

Berbicara tentang pria itu, Lani baru ingat belum membangunkannya, padahal sekarang sudah jam empat lewat. Merasa ceroboh, refleks ia meletakkan sendok di samping mangkuk, lalu berjalan menuju kamar Liam berniat membangunkan pria itu.

Sampai di depan pintu, Lani langsung mengetuk pintu dan sedikit berteriak, "Mas Liam bangun!"

"Mas!" 

"Mas Liam, sekarang sudah jam empat!" 

Lani terus mengetuk hingga buku-buku jarinya memerah. Tidak ada tanda-tanda bahwa Liam mendengar ucapannya, apalagi membalas. Sepertinya Liam tidur terlalu pulas.

Lani ingin masuk, namun, ia teringat peraturan bosnya tersebut. Lani takut Liam akan memarahinya karena telah lancang. 

Akhirnya Lani mencoba kembali, berteriak serta mengetuk pintu. Dan nihil, Liam tak menjawab sama sekali.

Mencoba meyakinkan hati, Lani perlahan memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci sama sekali, pikiran Lani berharap Liam tak memarahi dirinya. Kepala Lani mengintip perlahan, dahinya mengernyit, tidak ada Liam di kasur besar milik pria itu.

Lalu, dimana Liam?

Kaki Lani mundur dua langkah, dengan perlahan ia menutup pintu kembali. 

"Aaa!!" Tubuh Lani terjengkang masuk ke dalam kamar yang terbuka karena ia tak sengaja menarik gagang ke bawah. Sial! Mengapa Liam tiba-tiba ada di belakang tubuhnya.

Kini Lani sibuk meringis kesakitan sembari mengusap bokongnya yang terasa nyeri, wajahnya menunduk malu dan sedikit rasa takut terpatri di hati ketika ia sempat melirik tatapan tajam Liam untuknya. Apa mungkin lelaki itu marah karena Lani yang berniat memasuki kamarnya?

Lani hanya berpasrah diri, namun, yang ia temukan berikutnya adalah Liam yang membantunya kembali berdiri. 

Tubuh Lani menegang saat menyadari bahwa jarak keduanya begitu dekat, mungkin hanya berbeda lima centimeter. Lani tak berani menatap ke atas karena yakin ia akan menemukan wajah Liam di sana. Kini ia hanya melihat dada bidang pria tersebut.

"Kamu tidak apa-apa?" Liam bertanya sembari memberi jarak yang cukup normal untuk mereka saling bicara.

"Tidak apa-apa Mas."

Liam tersenyum kecil. "Maaf, saya tidak bermaksud."

"Eh iya Mas. Tadi saya berniat membangunkan Mas Liam. Maaf karena sembarangan membuka pintu kamar." Kedua tangan Lani bertautan dengan gerakan abstrak, jelas gadis itu tampak gelisah.

Liam Si Bucin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang