Tiga Belas

22K 1.9K 19
                                    

13

.

Mata Lani perlahan terbuka dengan begitu sulit karena rasa kantuk yang bergelayut. 

Suara ponsel sejak tadi mengganggu waktu tidur pulasnya. Entah siapa yang menelepon di jam seperti ini. Ketika Lani mengecek ponsel tertera nama Liam di sana dengan empat panggilan masuk di jam 23:49. Kenapa pria itu menghubunginya tengah malam begini?

Lani yang masih terkantuk-kantuk melihat ke arah bar notifikasi dan menemukan sebuah pesan dari aplikasi bertukar pesan berwarna hijau. Dengan segera ia membukanya dan ternyata dari si bos.

Tolong buatkan saya kopi!

Tanpa sadar Lani menghela napas kecil. Dalam hati ia berdecak kesal. Mengapa Liam tidak membuat minumannya seorang diri? Tidakkah bosnya itu sedikit pengertian bahwa si babu tengah menikmati indahnya mimpi. Namun, meski dengan berat hati Lani tak mungkin membantah.

Ia pun mengetik pesan balasan untuk si bos.

Baik, Mas. 

Pandangan mata Lani mengarah pada atas nakas yang terdapat bra hitam miliknya. Ia selalu melepas benda itu kala hendak tidur agar merasa nyaman dan tidak sesak. 

Mengangsur tangan untuk mengambil bra, kemudian ia mengangkat kaos hitamnya hingga menampakkan seluruh kulit bagian atasnya yang putih dan lembut. Meski Lani tak menggunakan produk perawatan mahal, setidaknya dengan yang terjangkau pun ia dapat memiliki kulit yang diidam-idamkan oleh kaum wanita tanpa banyak biaya. 

Kedua tangan Lani sibuk memasangkan pengait bra, setelah selesai, ia kembali menurunkan kaos dan bangkit dari kasur untuk pergi ke dapur, membuat kopi pesanan Liam.

Sibuk mengaduk kopi hitam, Lani langsung membawanya karena telah selesai. Lani dibuat kaget sebab kehadiran Liam secara mendadak di samping tubuhnya. Apa bosnya itu hantu? Mengapa langkahnya tak terdeteksi oleh telinga Lani?

"Sudah?" Liam bertanya langsung. Matanya mengarah pada kopi hitam yang berada di genggaman kedua tangan Lani. Tapi, entah mengapa Lani berpikir bahwa sesungguhnya pandangan Liam mengarah pada tempat lain hingga ia salah tingkah. Namun, Lani menyangkal. Mungkin hanya perasaannya semata.

"Sudah Mas. Mau dibawa kemana?" ujar Lani. Matanya tepat bertabrakan dengan pandangan teduh milik Liam.

"Tolong bawa ke ruangan saya!" balas Liam. Ia melangkah lebih dulu tanpa memberi aba-aba pada Lani. Beruntung Lani yang paham langsung mengikutinya.

Memutar gagang pintu, Liam segera membukanya dan menyuruh Lani masuk lebih dulu. 

"Taruh dimana Mas?" 

"Taruh saja di atas meja hitam itu, Lan!" Liam menjawab dan langsung dilaksanakan oleh Lani yang tak menyadari bahwa sejak tadi pria di balik tubuhnya memandangi tanpa mau berhenti.

Lani melihat meja yang dimaksud, di sana terdapat tablet dan satu buah toples kaca berisikan nastar beserta segelas air putih yang hanya tersisa setengah. Sepertinya, Liam mengemil tengah malam begini, mungkin untuk menemani waktu kerja agar tidak suntuk.

Lani berbalik arah saat selesai meletakkan secangkir kopi hangat di meja tersebut. Ia berbalik dan mendapati Liam yang memerhatikan dirinya yang bekerja. 

"Mas Liam suka kue nastar?" Lani bertanya dengan alasan sekedar berbasa-basi pada sang bos. Kebetulan ia juga menyukai olahan kue berselai nanas tersebut.

"Suka. Saya kadang membelinya di toko langganan. Kenapa?" Suara berat Liam terdengar serak bagi Lani. 

"Tidak ada apa-apa Mas. Hanya bertanya, kebetulan saya juga suka nastar."

Liam terkekeh kecil, suaranya yang agak serak kini berubah lembut. "Kamu mau?" 

"Eh, tidak Mas. Saya cuman bertanya. Tidak berniat seperti itu." Lani menjawab dengan suara bergetar karena gugup. Liam malah salah kaprah dengan menganggap bahwa dirinya berniat meminta nastar.

Langkah kaki Liam mendekat ke arah Lani hingga perempuan itu pun salah tingkah dan kebingungan harus bertindak seperti apa.

Rasa lega kini tercipta pada diri Lani ketika Liam melewati tubuhnya dan ternyata mengambil toples tersebut.

"Mau?" Liam menawarkan sambil salah satu tangannya membuka tutup toples, kemudian mencomot salah satu nastar.

Lani menggeleng kepala cepat. Jujur kini ia merasa malu karena ucapannya barusan disalahartikan.

"Coba rasakan!" 

Satu buah kue nastar berada tepat di depan mulut Lani yang terkatup rapat. Sementara ia kebingungan karena Liam yang menyodorkan salah satu kue tersebut padanya. 

"Buka mulut dan rasakan!" 

Perlahan Lani membuka mulut dan Liam mendorong masuk kue nastar tersebut. Lani dapat merasakan kedua jari Liam yang memegangi kue ikut ia rasakan di mulutnya untuk sesaat. Menyadari hal itu, ia jadi kikuk sendiri.

Lani mengangguk-anggukkan kepala ketika merasakan nikmatnya kue yang berpadu selai nanas, pantas saja Liam berlangganan, kue ini benar-benar nikmat dan pas di lidah. 

Fokus Lani kini mengarah pada tangan yang Liam gunakan untuk menyuapnya, pria itu mengambil satu kue lagi dan langsung melahapnya. 

"Manis," ungkap Liam. Pandangan matanya yang teduh melihat pada benda kenyal memerah milih perempuan di hadapannya. Cukup menggoda.

"Iya, Mas. Pantas Mas Liam berlangganan. Ternyata memang seenak itu," balas Lani yang tak memahami makna tersirat dari ucapan Liam.

"Kamu mau?" Liam menawarkan lagi.

"Eh tidak. Mas Liam mau ngemil itu kan? Jadi, tidak perlu. Saya pergi dulu Mas." Tanpa menunggu balasan Liam, Lani berbalik dan hendak langsung keluar dari ruang kerja Liam. 

Namun, suara pria itu menghentikan langkahnya sejenak, "Jangan lupa kunci pintu kamar kamu, Lani!"

"Baik Mas." Meski tak mengerti tujuan Liam mengatakan hal tersebut, Lani hanya menjawab patuh.

Memasuki kamar, Lani segera mengunci pintu sesuai perintah Liam. Perempuan itu mendekati kasur dan kembali melepas bra yang ia kenakan, kemudian meletakkan benda tersebut di tempat semula.

Lekas Lani berbaring dan menutupi tubuh dengan selimut tebal. Ia tak langsung menutup mata karena rasa kantuk yang sirnah. 

Pikirannya kini mengarah pada kejadian di ruang kerja Liam. Ia mengetahui bagaimana cara pria itu memandangi dirinya dengan intens, hanya saja Lani denial akan hal tersebut. Mungkin cara Liam memandang lawan bicaranya seperti itu. Lani tak mengerti, karena hanya praduga semata.

Berusaha abai, Lani mencoba memejamkan mata untuk kembali tertidur. Tapi, apa daya, kantuk sulit menghampiri. Dan yang bisa ia lakukan sekarang adalah berharap esok tak kesiangan, karena ia harus bangun lebih pagi untuk mempersiapkan segala kebutuhan tuannya.

 Dan yang bisa ia lakukan sekarang adalah berharap esok tak kesiangan, karena ia harus bangun lebih pagi untuk mempersiapkan segala kebutuhan tuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KOMEN DAN VOTE BESTIE!!! 😘

Liam Si Bucin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang