talk about future plans

231 30 4
                                    

Aku tidak pernah menghitung sudah berapa lama mas Bram ada di dekatku, yang jelas belum lama. Bahkan rasanya aku masih bisa ingat beberapa waktu lalu betapa terkejutnya saat mas Bram tiba tiba datang kerumah dengan blak blakan mengatakan ingin menemuiku didepan orang orang rumah.

Meskipun dalam jangka waktu yang memang singkat ini mas Bram memang tampak selalu intens dengan kemunculannya sampai sampai entah kenapa membuatku merasa jadi sangat terbiasa dengan kehadirannya. Mas Bram memang tidak pernah ilang ilangan, tanpa ditanya biasanya dia hampir selalu mengabari walaupun hanya sepatah patah kata. Bahkan aku merasa seperti ada yang hilang jika mas Bram tidak muncul dengan pesan pesan yang intinya itu itu saja di pagi hari seperti biasa.

Aku sudah seperti keong yang hobinya ah-oh-ah-oh plonga plongo jika menghadapi mas Bram. Aku selalu terkejut dengan banyak hal karenanya.

Seperti kali ini, mas Bram benar benar membuatku kaget setengah mati.

Malam ini mas Bram dengan setelan rapi nya daripada sebelum sebelumnya membawaku fine dining di sebuah restoran yang ada di salah satu hotel bintang lima yang cukup ternama di daerah ini. Ini juga pertama kalinya aku dan mas Bram pergi keluar bersama ke suatu tempat yang membuat suasananya jadi seperti nge date sungguhan.

Untuk ukuran seorang mahasiswa yang sama sekali bukan apa apa sepertiku, aku belum pernah datang ke tempat semacam ini dengan siapapun hanya untuk makan. Maksutku ini terlalu fancy.

Aku baru tau kalo ini hotel tempat dimana mas Bram bekerja. Kalau bukan karena dia yang mengatakan aku tidak akan tau karena aku belum pernah bertanya satu kalipun tentang apa pekerjaannya dan dimana dia bekerja.

Yang membuatku begitu kaget adalah karena sederet pernyataan mas Bram barusan. Setelah mengatakan kalau dia bekerja disini sebagai salah seorang yang mengelola hotel ini tanpa menyebutkan apa jabatannya---iya aku sudah menebak mas Bram ini terlihat bukan seorang yang biasa biasa.

Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri karena terkagum dengan mas Bram yang terlihat mengesankan bisa punya posisi yang sepertinya penting di tempat ini, terlebih hotel ini bukan hotel bintang lima yang biasa biasa.

Mas Bram tiba tiba membawa perbincangan yang tadinya santai antara kami berdua ke dalam obrolan serius dan membuatku seolah membeku seketika mendengar kalimatnya. Yang membuatku terkejut bukan karena pertanyaan pertama yang keluar dari mulutnya, tapi karena aku tau kemana arah pembicaraan ini. Aku sudah pernah bilang kan kalau aku mudah sekali membaca situasi ataupun menangkap maksut orang.

"Ira, apa rencana masa depan kamu? Mimpi kamu apa?"

Pertanyaan klise sebetulnya, tapi aku tau kemana arahnya setelah ini.

"Rencana masa depan ya.." aku menghelas nafas seolah menerawang pikiranku sendiri "Aku nggak punya cita cita yang spesifik. Standart lah, cuma pengen lulus cepet tanpa hambatan abis itu cari kerja terus ngikutin alur. Udah."

"Ya kali aja kamu ada rencana mau lanjut S2, atau yang lainnya."

"Enggak sih kalo S2, aku udah capek belajar. Capek mikir materi kuliah."

"Padahal kamu keliatannya tipikal mahasiswa yang aktif ini itu,"

"Emang kalo aktif, berarti pasti suka belajar gitu mas?"

"Bukan gitu Ira," mas Bram kini mulai menegakan duduknya "Kirain kamu anaknya emang pengen terbang tinggi."

"Aku bukan orang yang punya banyak rencana mas, apa ya.." mas Bram terlihat mengerahkan seluruh atensinya ke arahku "Aku cuma pengen menjalani dan ngusahain yang terbaik sesuatu yang udah aku pilih. Urusan mau jadi apa tergantung dikasih jalannya nanti, bukannya aku pasrah pasrah aja juga."

Mas Bram masih diam menatapku seolah menunggu yang akan aku katakan selanjutnya.

"Kalo boleh tau, yang sekarang mas jalanin ini emang mimpi mas Bram?"

"Bukan sebenernya, tapi aku enjoy sama semua ini. Jadi nggak masalah."

Ada jeda beberapa saat sebelum akhirnya mas Bram lanjut berbicara lagi.

"Lagian setelah dipikir pikir, mimpi yang kita punya itu nggak melulu harus sama persis sama yang udah rapi rapi kita rencanain. Terkadang ada jalan lain yang juga sama baiknya buat kita. Malah kadang nyatanya lebih baik."

"Iya, makanya aku juga bukan tipikal yang berambisi sama satu jalan tertentu. Ngikutin alur aja mana yang paling baik, asalkan kita selalu berusaha buat ngelakuin yang terbaik."

"Ira,"

Aduh.

Tanpa sadar aku sampai jadi sedikit menahan nafas saking tegangnya, tanpa alasan. Aku sama sekali tidak berani menatap langsung matanya. Padahal aku juga belum tau pasti mas Bram ingin bicara apa padaku. Aku jadi takut takut begini bukan tanpa alasan, suaranya sudah seperti dosen yang siap mencecarku dengan berbagai pertanyaan sulit saat tes lisan.

Aku hanya memberi mas Bram tatapan sok santai dengan agak melebarkan kedua mataku seolah bertanya dia mau bicara apa.

"Kalau kamu pikir aku sekarang cuma main main, kamu salah." aku masih diam menunggu apalagi yang akan mas Bram katakan selanjutnya "Aku serius sama kamu Ira, aku juga bakal nunggu."

"Mas Bram,"

"Sekarang ini aku lagi nge keep kamu Ira." mas Bram lagi lagi menyahut duluan, padahal aku belum selesai melanjutkan yang ingin aku ucapkan

"Nge keep? Emangnya aku apaan?"

"Maksutnya aku bakalan nunggu kamu. Jadi jangan kemana mana."

"Mas Bram, walaupun nggak ada kejelasan yang gamblang sejauh ini aku ngerti kalo sekarang ini kita berdua emang lagi ada apa apa." raut serius mas Bram masih sama seperti sebelumnya "Tapi mas ngomongnya jangan serius serius begini.."

"Kan emang aku serius sama kamu Ira."

"Mas Bram kerasa nggak sih, mas sekarang udah kayak orang yang mau ngajak nikah besok?"

"Nggak besok juga sih aku ngajaknya. Tapi kalo besok kamu mau, ya ayo."

Astaga. Kenapa mulut mas Bram sebegitu lemesnya. Aku sampai menganga setelah mendengar perkataan mas Bram barusan.

"Mas Bram ngomongin nikah nikah kok enteng banget sih?" aku diam sejenak, otakku seakan meminta waktu untuk merangkai kalimat

"Bentar, bentar..emang aku bilang kalo mau nikah? Mas, mas, kayaknya baru kemarin deh kita berdua baru bener bener deket. Mas belum kenal aku aslinya gimana, aku juga belum kenal mas Bram aslinya kayak apa. Jauh banget sih mas ngomongnya?"

"Jangan cerewet Ira, aku pusing dengernya. Lagian yang bener udah sebulanan kita deket, bukan kemarin."

"Iya tapi masa udah ngomongin nikah nikah aja."

"Ya nggak papa, kalo kamu belum yakin nanti aku bikin supaya kamu jadi yakin."

"Mas,"

"Kamu pikir aku nggak mikir dulu sebelum berani ngomong serius gini sama kamu?"

"Iya, yaudah intinya dijalanin aja dulu mas. Lagipula, kalo boleh tanya kenapa mas malah deketin aku?"

"Soalnya maunya sama kamu."

"Kenapa?"

"Soalnya kamu Ira."

Tidak akan ada habisnya kalau aku terus menerus bertanya pada mas Bram. Aku butuh alasan lengkap yang masuk akal dan bukannya seperti jawaban mas Bram sekarang.

Aku melanjutkan acara makan ku yang belum selesai dan sempat tertunda beberapa saat lalu.

"Ira,"

"Bentar mas, aku habisin makanannya dulu."

"Papa kamu kapan dirumah?"

"Sekarang juga lagi dirumah, emang kenapa?"

"Aku mau ketemu papa kamu, boleh?"

"Mau ngapain?"

"Pengen kenalan terus ngobrol."

"Papa pulangnya nanti malem mas, tengah malem. Kapan kapan aja ketemunya."

○○○

Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang