tatapan kesal mas Bram

241 34 0
                                    




Semenjak suatu sore dimana mas Bram datang kerumah tanpa pemberitahuan hari itu, dia jadi lebih intens menghubungiku. Mas Bram masih tetap beberapa kali memesan kue seperti biasanya pada jidah, tapi Jul yang jadi hampir selalu mengantar. Aku tidak pernah bertanya juga pada mas Bram kenapa sepertinya dia sesuka itu pada pie buah buatan jidah, sampai sampai dia hampir selalu rutin tanpa absen memesan kue yang sama berulang kali.

Aku yang awalnya hanya keheranan pada sosok mas Bram ini, lama kelamaan jadi tertarik juga. Maksutku, perhatian ku cukup teralihkan dengan segala gerak geriknya. Diam diam terkadang aku bahkan suka tiba tiba berpikir sendiri dan pensaran tentang apa yang kira kira akan mas Bram lakukan lagi---bukannya aku menunggu nunggu dan berharap. Hanya saja aku ingin tahu hal lain apalagi yang akan ia tunjukan, aku ingin tau sejauh mana langkahnya. Mas Bram bisa saja kan sewaktu waktu berhenti.

Sampai saat ini aku belum pernah bertanya apa sebenarnya pekerjaan atau apa yang sedang mas Bram kerjakan saat ini. Bukan karena aku tidak berani menanyakan nya, entah kenapa setiap mengobrol dengan mas Bram rasanya mengalir begitu saja. Dia bukan seseorang yang banyak bicara, bukan juga seorang pendiam. Mas Bram juga sama sekali tidak kaku, malah aku beberapa kali masih sering dibuatnya terkejut akibat ke-terus terangannya mengenai segala hal.

Mas Bram jarang menghubungi di siang hari, dia lebih sering muncul saat pagi atau bahkan sebelum tengah malam. Aku bahkan belum pernah merasa se-deg degan itu hanya karena mengangkat telpon di malam hari. Bicaranya tidak banyak, tapi dia hampir selalu menghubungiku setiap hari.

Di pagi hari mas Bram biasa menanyakan sesuatu seperti,

'Udah bangun?'

Hanya dua kata remeh, tapi mas Bram selalu mengirimiku pertanyaan yang sama untuk mengawali chat nya di pagi hari. Yang paling menarik perhatianku adalah, dia selalu bertanya hal itu tepat di jam jam waktunya untuk subuhan. Selama aku mengenal ataupun dekat dengan siapapun, baru kali ini ada yang begini. Ya tuhan, kenapa aku jadi termakan kata kataku sendiri yang mengatakan kalau mas Bram agak aneh. Ternyata dia bukan aneh, hanya saja sebetulnya aku baru kali ini menemui yang semacam dia.

Aku masih belum percaya dan belum benar benar berani mengakui kalau aku sedang dekat dengan orang yang sebenarnya lebih cocok jadi abangku. Perbedaan enam tahun memang terlihat biasa saja, tapi aku baru tau kalau ternyata begini rasanya. Jarak umurku dengan mas Bram hampir sama dengan jarak umur antara aku dan Jul adikku.

Bagaimanapun aku mengelak, kenyataan tentang aku yang menyambut mas Bram dengan tangan terbuka memang benar adanya.

Lalu di malam hari dia lebih sering menelpon ketimbang mengirimi pesan. Lagi lagi kami berdua tidak membicarakan sesuatu yang penting. Mas Bram bahkan pernah bertanya padaku mengenai sesuatu seperti,

"Ira, kamu kalo tidur lampunya mati apa nyala?"

Atau hal lainnya seperti,

"Ira, mau dibantu ngerjain nggak?"

"Bantu doa?" tanyaku

"Aku bantu temenin sampe selesai."

Mas Bram selalu berkata kata tanpa disertai nada tertentu seperti nada bercanda, serius, kesal, sinis, atau sejenisnya. Nada nya sama, selalu santai. Yang justru membuatku terkadang masih suka membelalak kaget diam diam saking---ah tidak tau saking apanya.

Harusnya siang ini aku sedang tidak punya sesuatu yang mencegahku untuk bisa pulang dan goleran dirumah. Tapi karena hujan yang tiba tiba turun sangat deras padahal ini sebenarnya belum masuk musim hujan, aku jadi terjebak di depan minimarket dekat kampus ku ini dan parahnya lagi aku hanya seorang diri. Benar benar menyedihkan. Aku tidak tau harus menunggu berapa lama lagi, padahal ini sudah hampir setengah jam lamanya.

Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang