get to know more

207 36 1
                                    





"Dulu waktu masuk kampus, kamu lewat jalur apa?"

Aku sibuk membatin dalam hati. Perlu apa dia bertanya aku dulu masuk lewat jalur apa. Aku sudah berada di dalam mobil mas Bram ini semenjak lima belas menitan yang lalu setelah dia tadi menunggu ku di sekitaran halte dekat daerah kampus ku. Selama lima belas menit itu pula mas Bram terkadang mengajak bicara dengan bertanya apapun secara acak yang tentunya kusauti lalu gantian menanyakan hal hal yang terlintas dipikiranku.

Aku serasa sedang di interview kerja. Padahal aku belum pernah interview untuk bekerja.

Memang wajar sebetulnya mas Bram mengajukan pertanyaan semacam ini, lagipula apa lagi yang bisa ditanyakan ke orang yang bahkan biasanya hanya berdiri di depan rumahnya untuk sekedar mengantar kue dan berbasa basi seadanya. Tapi entah kenapa aku jadi merasa agak kikuk ada di dekatnya, padahal aku bukan tipikal yang seperti itu dengan siapapun.

"Gagal snmptn, terus hamdalah ketrima waktu sbmptn. Emang jamannya mas Bram dulu lewat jalur apa?"

"Aku belum setua itu Ira,"

"Yang bilang udah tua siapa?"

"Jamanku sama jaman kamu emang beda berapa tahun sih, kan gak jauh banget."

Mas Bram sepertinya agak tersinggungan. Ya ampun, jadi takut salah bicara.

"Mas sekarang umur berapa?"

"Dua tujuh." aku merespon dengan ber-oh ria lalu menyahutinya dengan pertanyaan lain

Nggak jauh gimana sih mas? Orang mas Bram aja enam tahunan diatasku, aku aja masih belum dua puluh satu.

Sekali lagi aku hanya berbicara sendiri dalam hati. Mana berani aku menyahut setidak sopan itu pada orang lain apalagi dia lebih tua.

"Mas Bram dulu sbmptn juga?"

"Enggak. Aku dulu gagal snmptn terus gagal sbmptn juga, untungnya masih bisa lolos seleksi mandiri."

"Dulu sempet kepikiran nggak mas pengen ngambil swasta aja?

"Waktu itu kalo nggak lolos mandiri rencana juga mau ambil swasta, eh taunya lolos. Kamu dulu belajarnya gimana sampe bisa lolos sbm?"

"Ya gitu deh, lagi hokinya aja kali dapet sbm." ucapku merespon santai

Duduk bersebelahan di dalam mobil begini rasanya benar benar aneh, yang membuatnya terasa aneh adalah orang yang sedang duduk di depan bangku kemudi tepat di sampingku sekarang. Aku juga sedikit bingung kenapa jadi berdebar debar tanpa alasan seolah seperti sedang menjawab ujian lisan dadakan dari dosen.

"Ira, boleh tanya lagi?"

suara mas Bram terdengar berbarengan dengan suara penyiar radio yang asalnya dari audio mobil.

"Tanya aja mas,"

"Kamu dirumah tinggal sama siapa aja? Kayaknya cuma jidah yang sering keliatan."

"Emang cuma jidah yang selalu dirumah, jarang kemana mana. Palingan kalo keluar rumah juga nggak lama." mas Bram tidak lagi terus menerus terpaku menatap jalanan di depan, sesekali ia menoleh kearahku karena aku sedang berbicara untuk menjawabnya "Kalo yang selalu ada tiap hari sih cuma aku, jidah, sama Jul. Papaku sering pergi dinas ke luar kota."

"Jul itu adik kamu?"

"Iya,"

"Yang masih sma itu kan?"

"Pernah ketemu sama Jul?"

"Bukan ketemu, cuma pernah liat aja ada anak cowok seragaman sma sore sore dirumah kamu."

Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang