verlieben

281 47 2
                                    

verlieben

jatuh cinta


27 Juli, pukul 9.34

Tokyo, Jepang.

Pagi hari [name] sudah disibukkan dengan kegiatan pemotretan. Tangannya kini masih sibuk memegang lensa kesayangannya. Memotret segala sudut dari sang model yang berdiri megah dengan balutan pakaian yang akan dipromosikan. Bunyi kedipan dari pencahayaan mengisi ruangan.

Berkali-kali memastikan potret dari model tercipta sempurna. "Setelah ini kau akan ganti pakaian dan kembali kesini untuk pemotretan lagi, mengerti?" [name] mengarahkan sang model. "Iya, saya mengerti," jawab sang model kemudian keluar dari ruangan untuk mengganti pakaiannya. [name] duduk pada kursi lipat dekat dengan laptop yang menampilkan hasil potretannya.

"Seperti biasa, jepretan hasil dari [name] tidak ada yang gagal!" seru rekannya sambil menggulirkan satu foto ke foto lainnya.

[name] tertawa kecil mendengar pujian tersebut. "Terimakasih, ini juga atas bantuan dan kerjasamamu," balas [name].

"Apa hari ini [name] langsung ke kantor?"

"Iya, setelah pemotretan ini selesai aku akan langsung ke kantor," jawab [name].

Pintu ruangan dibuka, menampilkan sosok model dengan pakaian yang berbeda dari sebelumnya. "Yosh, setelah ini kembali ke kantor." [name] berdiri beberapa meter didepan model dan memposisikan lensanya didepan matanya.

"Satu.... dua.... tiga.."

"Ya, sekali lagi!"

Sang model memberi pose-pose yang belum ia gunakan sebelumnya, dan dimanfaatkan oleh [name]. Hingga beberapa saat [name] berhenti mengambil potretnya kini ia fokus ke arah lensanya, memilahnya dan mengambil yang memenuhi standar.

"Oke, terimakasih atas kerjasamanya hari ini!"

[name] menunduk ke arah model, diikuti oleh rekannya. Dengan canggung sang model mengangguk patah-patah dan melambaikan tangannya sebagai tanda terimakasih. "Setelah ini kau bisa mengurusnya 'kan?" [name] memastikan ke arah rekannya. "Tentu, percayakan ini padaku," jawabnya sambil mengacungkan ibu jarinya. Wanita itu mengangguk lalu pergi keluar dari ruangan.

Langkahnya bertujuan menuju kantornya, sambil membenarkan posisi lensanya yang terkalung di leher.

Ia melewati lautan manusia yang berada di jalanan. Berdesakan demi memutus jarak antaranya dengan letak kantor. Dibutuhkan waktu sekitar 15 untuk sampai ke kantor dengan berjalan kaki.

"Habis dari tempat pemotretan?" tanya Kotoha.

"Iya, habis dari sana," jawab [name] sambil membenahi pakaiannya.

"Siang nanti mau makan bareng lagi?" tawar Kotoha.

[name] berpikir. Kemudian menggelengkan kepalanya sebagai jawab. "Kurasa hari ini tidak dulu, Ibu membuatkan ku bekal makan siang," ujarnya. "Begitu, ya, baiklah, aku duluan." Kotoha melangkah pergi ke meja kerjanya.


Pukul 11.58

Beberapa karyawan pergi meninggalkan meja kerja mereka untuk mengisi perut ketika jam makan siang tiba. Beda halnya dengan [name] yang masih menatap layar komputernya dengan jenuh. Tangannya masih bergerak di atas keyboard yang menghasilkan bunyi teratur.

"Tinggal kirim ke email," gumamnya.

Kemudian menekan tombol kirim.

"Kalau ada yang ingin [name]-san ceritakan, [name]-san bisa ceritakan padaku."

Perkataan itu memenuhi pikiran [name]. Desiran dari jantungnya mengalir lembut ke dada. Rasanya wanita itu dapat merasakan aliran darahnya. Apa mungkin aku jatuh cinta? Bahkan aku tidak pernah melihat rupanya, pikirnya. Tangan kanannya diletakkan di dada, demi menetralisir detak jantungnya.

Wanita ini jatuh cinta pada kedewasaan Nanami.

Lembut dan tegas. Suara uang mengalir terkesan berat dan menggoda. Rupanya? Tidak ada yang tahu bagaimana wajahnya. Apa tampan? Atau biasa saja? Atau bahkan.. buruk rupa?

[name] menghela napas, kemudian mengeluarkan kotak bekalnya yang ia  letakkan di dalam tasnya. Dibukanya kain yang membungkus kotak tersebut, mengambil sumpit di atasnya. Terlihat menu makan siangnya; menggugah selera, menaikkan mood hari ini.

Matanya berbinar kala membayangkan cita rasa dari makanan yang tersaji cantik di depannya. Makanan rumah mampu mengalahkan cita rasa masakan restoran mahal sekalipun.

Mulutnya penuh dengan nasi juga lauk pauk, mengunyahnya perlahan agar dapat dicerna baik oleh organnya. Ponsel yang wanita itu letakkan di samping kotak makannya, bergetar, menandakan pesan masuk.

Ibu
[makan siangmu sudah dimakan?]

Anda
[ya, ini sedang makan]
[ngomong-ngomong, nanti malam boleh aku cerita ke ibu?]

Setelah itu [name] mematikan ponselnya. Dirinya sudah tak sabar bercerita pada sang Ibunda.

Pukul 21.08

Kali ini ia tidak mampir ke tempat biasa, cafè asing itu. Sebelumnya [name] juga sudah mengabari Nanami perihal ini, jika Nanami mampir ia tak perlu mencari keberadaan [name] yang absen.

Letak apartemen yang ia dan ibunya tinggali berada sekitar 24 meter dari kantor, cukup dengan menaiki taksi atau bus ia bisa sampai. Apartemen dengan ukuran 15×20 meter itu mampu memuat sekitar 2-5 orang.

[name] melangkah masuk ke lobby apartemen kemudian berbelok menuju lift disisi kanan lobby. Pintu terbuka ketika [name] memposisikan dirinya beberapa sentimeter didepan pintu lift. Kakinya mengambil langkah memasuki bagian dalamnya, dan berdiri tak jauh dari tombol berderetkan letak lantai.

"Lantai 3," gumamnya sambil mencari tombol yang berlebelkan angka tiga, lalu menekannya hingga tombol itu mengeluarkan bunyi kecil.

Tak butuh waktu lama, lift berhenti tepat di lantai tiga seperti permintaan [name].

Matanya melirik kanan dan kiri secara cepat demi melihat kamar yang ia dan ibunya tempati, kamar nomor 124. Begitu menemukannya ia mengetuk pelan pintu kamarnya, takut para tetangga sedang beristirahat.

"[name], bagaimana harimu di tempat kerja?" tanya sang ibu dengan hangat, menyambut sang anak yang tengah kelelahan ini.

"Ya.. berjalan lancar setidaknya," ucapnya sambil memasuki kamar apartemen.

"Terus, [name] mau cerita apa ke ibu?"

[name], yang ditanya sedang melepas sepatunya di dekat rak sepatu berada.

"Bu.. ku rasa aku jatuh cinta..." lirihnya.


to be continue.
___________________

saya akan mengambil rehat sejenak dan kemudian akan kembali lagi untuk waktu yang belum bisa saya tentukan.

tacenda、 nanami kento.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang