kétség
ー
ragu
9 September, pukul 10.38
Tokyo, Jepang.
Siang menjelang, langit biru berubah menjadi lebih terik dari sebelumnya. [name] bersama dengan kedua rekan kerjanya, Tatsumi dan Kotoha, kini melangkah untuk mencari makan siang--walaupun ini masih terlalu awal untuk itu. Sebenarnya [name] yang mengajak mereka untuk menemaninya makan siang, berhubung kedua rekannya tersebut dalam masa libur.
"Akhirnya [name] ngajak makan siang bersama!"
"Aku curiga ada maksud dibalik semua ini."
Kotoha memicingkan mata dengan curiga pada ajakan [name]. Beda halnya dengan Tatsumi yang berbunga-bunga mendapati ajakan makan siang--tentunya ditraktir oleh [name]--bersama. "Kau peka juga, Kotoha. Ada yang ingin ku bicarakan dengan kalian," ungkap [name], agaknya berat kalau membicarakan perkara asmara.
"Are? Ada masalah apa?"
"Tampaknya masalah yang serius."
"Tidak, tidak begitu serius, tapi tetap saja aku butuh pertolongan kalian."
[name] menoleh ke arah figur Kotoha dan Tatsumi yang berada di samping kanannya. "Tak masalah 'kan?" [name] memastikan. Tatsumi mengibaskan tangan di depan wajahnya, kemudian berkata, "itu bukan masalah, iya 'kan Kotoha?"
Langkah mereka berhenti begitu melihat tempat makan yang cocok, Tatsumi--yang merubah posisinya menjadi berjalan dipaling depan--membukakan pintu masuk tempat makan tersebut, kemudian menutupnya kembali. [name] menolehkan kepalanya ke penjuru kedai demi mencari meja yang belum diisi.
"Itu, di pojok sana ada yang kosong," ucap Kotoha sambil menunjuk meja yag ia maksud.
Ketiganya bergegas ke arah sana untuk mengisi kekosongan sebelum diambil oleh pengunjung lain. Atmosfer kedai tetap dingin walau diluar terbilang lembab. Kotoha melambaikan tangannya demi menarik perhatian pramusaji yang tengah berkeliling. "Ingin pesan apa?" Dengan sigap pramusaji itu mengambil buku catatan dan menyiapkan bolpoin untuk mencatat.
"Katsu-don dan teh leci!"
"Omurice-"
"Memangnya kau mau sarapan?"
"Diam kau, omurice dan hojicha."
"Aku sama dengan Tatsumi, katsu-don dan teh leci."
"Katsu-don, dua. Teh leci, dua. Omurice dan hojicha, satu. Benar?" Beo pramusaji.
"Iya."
"Silakan ditunggu."
Sang pramusaji melenggang pergi mengantarkan kertas berisi pesanan mereka bertiga ke arah dapur. "Kau butuh pertolongan apa?" Kotoha menyeletuk. "Itu.." [name] menggaruk tengkuknya dengan canggung sebelum menghela napas mempersiapkan diri berbicara.
"Jadi... begini, daripada dikatakan sedang kesulitan- Tidak! Aku memang kesulitan! Baiklah kembali ke topik, jadi.. kau ingat aku bertemu salah satu pelanggan di cafè langgananku?" Suaranya turun beberapa oktaf sampai hanya mereka saja yang mendengar.
"Ya, yang laki-laki itu bukan?"
"Iya! Tepat! Akhir-akhir ini kami sering bertemu, juga berbicara apa saja yang kami lewati hari itu... Pokoknya kami jadi dekat begitu bertemu secara tidak teratur. Ku pikir... Aku tertarik padanya? Kalian ini pasti mengerti."
"Oh, itu ya.."
Tatsumi dan Kotoha saling bertukar pandang, mendadak terkejut dengan apa yang diucapkan oleh [name] barusan. "Siapa namanya?" tanya Tatsumi penasaran. "Nanami Kento," jawab [name] sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan kemudian mengerang rendah seperti menyesalkan sesuatu.
"Ini pesanannya," pramusaji tadi kembali membawa nampan berisi pesanan mereka, meletakkannya satu persatu sesuai dengan orang yang memesan. "Terimakasih," [name], Kotoha dan Tatsumi mengucapkannya bersamaan. Tangan mereka kompak mengambil alat makan sebelum menyantapnya.
"Ittadakimasu!"
"Jadi.. intinya kau ingin bilang 'aku harus bagaimana menyatakannya' begitu 'kan?"
"Iya, aku juga tak bilang soal itu padanya. Ku pikir dia akan menjauhiku karena merasa aneh," sambil mengunyah [name] mengatakan alasannya.
"Tapi waktu aku mencoba manrik topik itu, dia bilang itu istimewa.. maksudnya ada makna dibaliknya, lalu dia seperti menyemangati orang seperti itu--hitungannya aku juga, 'kan?" tambahnya.
Tatsumi hanya menggumamkan 'hmm' sebagai respon. "Katakan saja, suatu hari jika kau sudah siap bilang padanya kalau kau menyukainya. Jangan pikirkan soal itu dulu, sebisa mungkin ucapkan perasaanmu, lalu baru bicarakan dengannya soal itu," usul Tatsumi.
"Prakiraanku dia akan mengerti," timpal Kotoha.
"Tapi.. aku masih ragu."
Nasi padat dan mengepulkan asap tipis diarahkan ke dalam mulut, bersamaan dengan katsu. Rasanya sudah pasti enak, lantas ditelan menuju kerongkongan.
"Prakiraanku menyatakan dia akan mengerti.. Jadi kenapa harus ragu?"
Ragu, setiap aksi asmara bagian apa yang tak pernah diliputi ragu?
to be continue.
________________________Yak, saya jadinya update sekarang karena kemaren sibuk ngerjain tugas sampe lupa harus double update. Ini saya ambil jeda di antara tugas kelompok karena kebetulan udah selesai ngerjain.
Bulan depan tetep update tanggal 21, ya, tapi kalo keadaanya memungkinkan bisa double update, berhubung sekarang ini saya dikeroyok tugas kelompok sama presentasi harap kalian bisa nunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
tacenda、 nanami kento.
FanfictionDalam percakapan ada yang mereka sembunyikan. Perasaan dan kenyataan. © Jujutsu Kaisen, Gege Akutami. ditulis oleh, @yrsfh_