den nya början

321 30 2
                                    


den nya början

awal baru

31 Oktober, pukul 21.35

Shibuya, Tokyo.

Sudah 3 tahun berlalu semenjak Insiden Shibuya terjadi, semuanya berusaha pulih dan bangkit kembali, menghidupkan kota ini. Bagi keluarga pemilik bisnis di sekitar Shibuya, bagi para pebisnis yang memiliki cabang di sini, dan bagi yang tinggal di daerah itu. Saat tanggal keramat atas kejadian besar--31 Oktober--kadang warga menyalakan lilin di sejumlah tempat untuk mengenang korban-korban yang gugur.

[name] menggesekkan korek api beberapa kali sampai menghasilkan api kemudian menyalakan lilin dan meniup korek setelah itu. Dirinya berdoa sementara waktu sebelum berdiri dan memerhatikan keadaan sekitar.

"Sudah selesai berdoa, [name]-san?"

"Sudah, ayo."

Wanita itu melangkahkan kakinya bersama salah satu murid dari Nanami. Mungkin hanya mereka yang bisa mengerti, mungkin mereka yang bisa berempati kepada sang wanita. Yuji mencoba mencari beberapa patah kata untuk membuka percakapan selanjutnya.

"[name]-san--"

"Panggil saja kakak, kita terlihat seperti saudara kalau jalan begini, lho."

[name] tersenyum tipis, kemudian menolehkan kepalanya untuk mengamati jalan sebelum akhirnya menyeberang bersama Yuji.

"Besok [name]-san akan pergi ke Ogasawara?" Yuji bertanya.

"Ya, sayang sekali jika aku tak melanjutkannya hanya karena alasan ini."

Keduanya menghampiri dua remaja--teman Yuji yang kebetulan juga selamat, Fushiguro dan Nobara--yang tengah menunggu mereka. Keramaian kota yang seakan menyuruh mereka ikut berapi-api untuk merayakan helloween, menyeret mereka semua dalam kemeriahan malam yang menanti.

[name] berjalan di belakang mereka sambil mengamati punggung masing-masing.

Punggung dari mereka yang bertahan di Neraka itu, hari-hari yang mengkhawatirkan tanpa ada hari bagi mereka bisa lega terlebih dahulu.

Bagaimana dengan Nanami-san? Bagaimana dengan istirahatnya? Tiba-tiba [name] berpikir demikian sambil menatap jajaran lilin yang menyala demi peringatan Insiden Shibuya, menatap lilin yang ia nyalakan demi sosok yang ia cintai.

Api lilin yang tertiup angin begitu mengkhawatirkan, seakan menandakan cahaya itu akan redup, seolah hidupnya tak punya lagi penerangan.

Mungkin air matanya meleleh lagi, dan mungkin 'rasa' itu akan hilang.

Seperti apa yang ia nyalakan itu.

"[name]-san! Ayo! Tokonya nanti ramai, lho~"

Bagaimana pun, jangan salahkan takdir. Jangan salahkan diri, jangan menyesal.

Jangan pernah menyesal telah jatuh cinta padanya, lelaki impianmu sendiri.

---

1 November, pukul 07.01

[name] menyeret kopernya menuju penginapan sembari merasakan angin musim gugur. Coat lusuh yang ia kenakan setidaknya bisa menangkal angin musik gugur yang membawa aroma ranting basah, warnanya mengingatkannya pada surai Nanami, sesekali ia mengelus bagian lengan seolah-olah ia sedang mengelus puncak kepala sang pria.

tacenda、 nanami kento.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang