neskoro

190 22 9
                                    

neskoro

terlambat

31 Oktober, pukul 22.45

Shibuya, Tokyo, Jepang.

Situasinya sudah tidak bisa dijelaskan lagi dengan kata-kata. Tanah dengan gedung pencakar langit yang semula menjulang tinggi kini diluluh lantakan dengan mudahnya oleh seseorang saja. Ryomen Sukuna, kutukan tingkat tinggi dengan otak culasnya membuat heboh seluruh Shibuya dengan kehebatannya. Tapi terjadinya insiden ini juga dipicu kutukan tolol yang hendak menyegel Gojo Satoru yang memiliki gelar 'Shaman Terkuat' itu.

Karena itu, semua yang ada di Jepang jadi ikut terikat dengan insiden tak diharapkan. Nanami yang memiliki pangkat shaman tingkat satu juga mau tidak mau harus turun ke lapangan, sebisa mungkin, dirinya bisa mengamankan sejumlah orang sekuat tenaga. Seharusnya ia bisa melarikan diri layaknya Mei Mei dan adiknya--Ui Ui--ke negara lain. Mencari tempat aman sebab menyayangkan nyawanya.

Tapi, Nanami rasa itu bukan jalan yang benar, karena dia sudah terseret dan tidak bisa kembali lagi untuk menikmati kehidupan normal. Semua orang--yang masih berlari mencari perlindungan, mengerahkan seluruh tenaga untuk melindungi yang lain, dan yang sudah tergeletak tak bernyawa--pun tidak ada yang menginginkan ini terjadi, dan menyayangkan pula nyawa mereka. Meski banyak yang sudah tak memiliki nyawa, bahkan jasad.

Sudah cukup bagi Nanami melihat rekannya mati begitu mudahnya dihadapannya begitu sampai di Shibuya. Ichiji dan Takuma Ino, yang tiba-tiba saja dinyatakan kalah. Bagaimana [name] di Versailles? pikir Nanami. Pikiran Nanami tiba-tiba memunculkan sosok [name].

Padahal, dua hari lalu berjalan mulus.

Andai ini tidak terjadi, Nanami hanya perlu menunggu [name] kembali dari Versailles. Lalu.. Menghabiskan waktu bersama. Setelah pernyataan tentang kondisi [name] dan perasaanya, seharusnya mereka bisa bersama, hanya saja, tinggal Nanami yang belum sama sekali menyatakan keadaan dan perasaanya kepada [name].

Maaf kalau aku curang sampai saat ini. Hanya diriku yang belum mengatakan kenyataannya, batin Nanami. Langkahnya teramat berat. Dadanya seperti ditekan oleh udara yang beratnya berton-ton. Tampaknya, keadilan tidak berpihak untuknya.

Sudah terlambat untuk kembali.

Pintu keluar pun juga sudah terkunci. Tidak ada jalan kembali. Hanya ada jalan yang menggiringnya masuk ke kenyataan pahit.

Bagaimanapun, yang harus dilakukan hanyalah bertahan, tapi sampai kapan?

Nanami sebetulnya sudah lelah, lelah dengan semua ini. Tangannya terayun mengibaskan pisaunya, sekuat tenaga membelah tubuh dari sang kutukan. Tetap saja, dirinya itu sebatas manusia yang hanya punya satu nyawa. Sekuat apa pun dia bertahan, jika tubuhnya berkata 'aku sudah lelah, biarkan aku beristirahat', kematian menjadi akhir. Deskripsi dari 'setengah mati' sekarang terasa pas dengan Nanami.

Langkah kakinya menyusuri koridor sebuah bangunan. Tampak seperti langkah dari seseorang yang memasrahkan hidupnya kepada Malaikat Maut. Kalau dilihat-lihat, ada benarnya. Separuh tubuh yang terbakar terlihat menyakitkan, tapi, langkahnya masih seperti normal. Di saat dunianya tidak baik-baik saja, seharusnya ada [name] dihadapannya. Setidaknya untuk terakhir kalinya, biarkan ia mendengarkan suara [name].

tacenda、 nanami kento.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang