besuergt
ー
khawatir
27 September, pukul 22.08
Tokyo, Jepang.
Detingan gelas kaca dengan botol alumunium menggema dalam ruangan. Kini, penjaga cafè yang sering lalai dalam tugasnya, entah mengapa mendadak rajin merawat dan membersihkan ruangan. Sementara itu, Nanami masih duduk menunggu [name] yang belum datang dijam yang sudah terbilang cukup larut.
Sudah berkali-kali Nanami mencoba menghubungi [name] yang keadaannya masih belum ada kabar. Rasa pusingnya dinetralkan dengan meneguk kopi. Entah itu gelas keberapanya. Penjaga cafè itu sadar dengan berkurangnya jumlah pengunjung, walau tempat semacam itu akan tetap sepi.
"Menunggu kawanmu, Tuan?"
Sang penjaga cafè menyapa sembari mengelap gelas kaca hingga mengkilap. Benda jernih itu memantulkan cahaya lampu yang temaram. "Iya," Nanami menjawab, kemudian melepas kacamatanya.
"Wanita itu memang sering kemari, sangat mengherankan jika ia absen tanpa kabar selain ia sibuk bekerja," Pria paruh baya itu kembali berucap.
Pengeras suara dinyalakan, diputarnya lagu klasik Canon in D Major dengan nada rendah. Kesan menenangkan menyelimuti atmosfer ruangan, Nanami yang berada disana merasa rileks sementara waktu.
Tetap saja, rasa khawatir saat ini masih belum bisa ditekan jika hanya diperdengarkan simfoni menenangkan dan juga kopi pahit. Dalam hatinya ia merasa amat gatal, untuk mengatakan hal semestinya. "Kalian dekat, ya?" Penjaga itu bertanya, sembari meletakan beberapa gelas di etalase. "Iya, karena sering bertemu kami jadi dekat," jawab Nanami.
"Wanita itu pasti senang bisa dekat dengan lawan jenisnya."
"Mungkin juga dia senang karena akhirnya ada yang menerimanya lapang dada."
"Percakapan kalian benar-benar penuh makna, ya. Kadang mendengar sayup-sayupnya hatiku jadi tersentuh."
Sang penjaga cafè memaparkan isi hatinya mengenai sejoli itu. Di ruang yang pencahayaannya remang-remang itu, pria paruh baya akhirnya selesai membereskan peralatan.
"Akhirnya... ada yang menerimanya lapang dada?" Bisiknya.
Hal yang ambigu.
Nanami mengusap keningnya dengan kasar dan menghela napas berat. Ia khawatir karena keadaan [name] sekarang tanpa ada kabar, sekarang, ia malah dihantam bingung karena perkataan dari penjaga cafè. "Jika dilihat-lihat, rasanya kalian cocok." Ucapan asal-asalan yang dikemukakannya sambil terkekeh, mungkin sang pria patuh baya itu teringat kisah romansanya.
Bukankah itu yang Nanami ingin 'kan?
Kenapa ia malah gelisah?
"Untuk sekarang, apa kau mengkhawatirkannya?"
Bibir Nanami terkantup erat, ragu untuk menjawab. Batin dan raganya tidak sinkron dengan pikiran. Setelah menelan liurnya, barulah ia menjawab.
"Iya."
to be continue.
________________________YA ALLAH SAYA LUPA UPDATE OEJEJJEJEJWJWK.
MAAF YA GUYS BARU BISA SEKARANG (´-ω-)人
tadi baru inget pas selesai kerja bakti wkwkkwkw, kemaren gak sibuk2 banget sih tpi mungkin karena cape jadinya gk inget harus update, saya juga lupa tanggalan.
entah mengapa saya ngerasa cerita ini agak terlalu.. bosenin dan... datar? saya sendiri gk tau pendapat kalian gimana, tpi mungkin boleh komen apa yg kalian rasain sejauh ini tentang ceritanya (*´・∀・)ノ
KAMU SEDANG MEMBACA
tacenda、 nanami kento.
FanfictionDalam percakapan ada yang mereka sembunyikan. Perasaan dan kenyataan. © Jujutsu Kaisen, Gege Akutami. ditulis oleh, @yrsfh_