Kekerasan tak akan pernah bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Karena masalah tak bisa dihadapi menggunakan otot, melainkan menggunakan otak dan juga hati.
- Kirana Larissa -
Ekor mata milik Angkasa masih fokus menatap jalanan kota Bandung yang ramai. Pagi ini memang beberapa orang terlihat sibuk berbelanja. Terbukti beberapa pusat perbelanjaan khususnya swalayan penuh dengan beberapa orang yang baru saja keluar dengan banyak sekali bungkusan berisi bahan-bahan sembako.
Angkasa memacu sepeda motornya menuju ke arah jalanan kemarin di mana Ia mengantarkan pesanan piza milik Naura. Pikiran Angkasa terbayang sekilas wajah gadis yang menerima bungkusan piza. Wajahnya jelas berbeda dengan Naura. Gadis yang bernama Naura itu kemarin terlihat lebih putih dan juga cantik. Lain halnya dengan gadis yang ditemuinya kemarin.
Manic matanya yang kecokelatan dan bentuk bibir yang manis serta rambut panjang miliknya yang tergerai menambah kesan cantik dan anggun dari gadis itu. Mungkin, kalau Bayu melihatnya, teman satu kosnya itu bisa terkena stroke ringan.
"Siapakah dia?"
Lampu lalu lintas berganti warna menjadi merah saat Angkasa sampai di perempatan jalan tersebut. Indikator lampu menghitung mundur, bersamaan dengan itu beberapa orang juga mulai memanfaatkannya untuk sekedar menyebrang jalan.
"Apa dia saudaranya Naura?" ucapnya penuh rasa penasaran.
Semua kemungkinan itu melintas begitu saja dalam kepala Angkasa. Rasa penasaran mendominasinya. Paras gadis itu memang bisa dibilang cantik. Dibandingkan dengan Naura yang ditemuinya kemarin, gadis yang dia lihat di rumah itu sepertinya lebih muda beberapa tahun atau mungkin saja sama dengan Naura.
Indikator lampu jalan sudah berhenti menghitung dan otomatis, lampu yang awalnya berwarna merah berubah warnanya menjadi hijau. Bertepatan dengan itu semua pengendara mulai memacu kendaraannya meninggalkan perempatan jalan tersebut.
* * *
"Permisi!" seru Angkasa sembari menekan bel rumah.
Cowok itu membenarkan topinya sembari menenteng kantung berisi kotak piza yang Ia keluarkan dari box motornya. Namun, bukannya gadis kemarin yang dia temui, malahan Naura yang keluar dari dalam rumah itu dengan menggunakan pakaian berwarna putih seperti suster di rumah sakit.
"Eh, Angkasa, kamu yang anter pizanya?"
Angkasa terdiam kebingungan. Pikirannya mulai tak karuan dibuatnya. Apakah ini adalah sebuah panti atau rumah sakit pribadi. Yang jadi pertanyaan dalam benak Angkasa adalah kemana gadis itu dan apakah dia pasien dari Naura.
"Sa, kamu kenapa?" ucapan Naura membuyarkan lamunan Angkasa.
"Gapapa kok, ini pizanya," jawab Angkasa sembari menyerahkan pizanya pada Naura.
"Makasih banyak, Sa." Naura tersenyum ramah menerima piza tersebut dan langsung bergegas masuk ke dalam bangunan rumah.
Angkasa masih berdiri sebentar sembari memandangi sekitaran bangunan tersebut. Kedua matanya menangkap satu hal yang membuatnya fokus dan menyadari sesuatu. Ini yang menjadi jawaban atas pertanyaannya sedari tadi.
Sebuah papan nama bertengger di dekat sebuah pohon besar bertuliskan Yayasan Rumah Disabilitas Ceria.
Angkasa berpikir sejenak sebelum akhirnya sebuah pesan notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Buru-buru saja cowok itu memeriksa ponselnya dan menemukan pesan dari Naren yang memintanya untuk kembali mengantarkan piza pesanan lainnya. Angkasa langsung saja menuju ke motornya dan pergi meninggalkan bangunan yayasan itu yang masih menyisakan rasa penasarannya pada gadis bernama Kirana tersebut.
* * *
Bayu baru saja beres merapikan beberapa barang yang ada di gudang atas perintah dari pengurus yayasan, Dave. Yayasan rumah disabilitas milik Dave ini merupakan warisan turun temurun dari keluarganya. Sejak dulu, memang bangunan ini sudah dialih fungsikan menjadi tempat penampungan orang-orang yang berkebutuhan khusus. Alasannya, Ibu dari Dave merupakan wanita yang peduli dengan lingkungan sekitar khususnya orang-orang yang berkebutuhan khusus.
Ibunya mendirikan yayasan ini dengan tujuan, agar semua orang berkebutuhan khusus bisa mendapatkan perlakuan yang layak seperti manusia pada umumnya dan bisa menghabiskan sisa hidupnya dengan damai dan tenang tanpa perlu repot bergumul dengan opini orang-orang. Dan di penghujung hidupnya, Ibu Dave berpesan pada Dave dan saudari perempuan Dave untuk mengelola yayasan tersebut.
Bagi Ibu Dave, ini semua sudah lebih dari cukup warisan yang ditinggalkannya untuk Dave dan putri mereka. Melihat mereka semua yang memiliki keterbatasan menyadarkan Ibu Dave pentingnya rasa syukur dan mencintai apa yang sudah kita miliki sekarang dan sebisa mungkin merawat itu semua sebaik-baiknya sampai maut memanggil kita.
Bayu berpapasan dengan Naura yang baru saja masuk dari arah pintu depan. Cowok itu menatap kotak piza yang dibawa Naura. Matanya nampak berbinar.
"Wih, banyak duit lo, makan piza mulu dari kemaren," ucap Bayu sembari menatap bungkusan berisi kotak piza yang dibawa Naura.
"Ngaco, ini tuh pesenanya Mbak Kirana. Ya kali gue beli ginian, sekali beli kemarin aja kantong dompet gue rasanya dah kayak jebol," jawab Naura sembari cengengesan.
"Tumben Mbak Kirana pengen makan piza, kepingin kali gegara lo beli kemarin. Kan jadinya Mbaknya ngiler tuh makanya ikutan beli juga hehe." Bayu terkekeh menanggapi jawaban Naura.
Naura hanya terkekeh mendengar jawaban Bayu, "dah, ah gue mau anterin pizanya dulu ke Mbak Kirana. Ntar kalo nggak dianterin nyariin lagi, bisa berabe." Naura bergegas meninggalkan Bayu.
Cowok itu geleng-geleng kepala sembari tertawa dan berlalu ke ruangan tempat karyawan berkumpul.
* * *
Naura mengetuk pintu ruangan berwarna putih. Seorang gadis mendengar suaranya dan mulai menebak siapa yang datang.
"Mbak, ini saya bawain Piza pesenannya," ujar Naura sembari mendekat ke arah gadis bernama Kirana itu.
Kirana tersenyum menyambut Naura. Gadis itu berjalan mendekati Kirana dan duduk di sampingnya. Naura mulai mengambil satu kotak piza yang ada dalam bungkusan itu dan meletakkannya di pangkuan Kirana.
"Mbak Kirana mau aku suapin?"
Kirana mengangguk perlahan. Matanya yang sudah tidak mampu menatap indahnya dunia itu membuat Naura sedih tiap kali melihat Kirana. Gadis itu nampak tegar menghadapi ujian Tuhan yang diberikan padanya. Naura benar-benar sangat kagum pada Kirana.
Dengan telaten, Naura mulai menyuapkan sepotong piza dengan topping pepperoni dan keju yang masih nampak meleleh setelah sebelumnya meniup piza itu perlahan agar rasa panasnya berkurang. Gadis itu nampak sangat menyayangi Kirana layaknya kakaknya sendiri. Meskipun sebenarnya usia mereka sepantaran dan lebih jelasnya Kirana lebih muda dua bulan darinya.
"Terima kasih, Ra. Kamu baik sekali," ucapnya lirih sembari mengunyah perlahan piza yang berada di dalam mulutnya.
"Sama-sama Mbak, ini sudah kewajiban aku untuk membantu Mbak. Tanpa Mbak juga aku nggak bisa kerja di sini. Aku bersyukur sejauh ini masih bisa mendapatkan pekerjaan mulia yang belum tentu semua orang sanggup mengerjakannya. Aku benar-benar belajar banyak di sini Mbak, terima kasih." Naura memeluk tubuh Kirana dengan lembut.
Gadis itu tersenyum. Ia meraba dan membalas balik pelukan Naura. Mereka berdua berpelukan dengan hangat. Kirana merasa sangat beruntung bisa dipertemukan dengan mereka semua yang memiliki hati dan perasaan.
TBC
Bojonegoro, 10 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPERFECTUM [ COMPLETED ]
Romance[ Don't copy my story ] [ PLAGIAT HARAP MENJAUH!! ] [ Alert⚠ : Typo everywhere. Be careful ] [ COMPLETED ] [ Update setiap selasa, kamis dan sabtu ] [ 18+ ] [Disclaimer : terdapat adegan kekerasan yang tidak pantas untuk diikuti jadi bagi pembaca d...