Tiga Belas

49 19 0
                                    

Hati memang sulit sekali untuk menutupi kebenaran. Terkadang kebenaran di dalamnya tersibak oleh peran kejujuran yang menyertainya.

- Angkasa Jayendra -

Bangku SMA merupakan titik balik bagi Angkasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bangku SMA merupakan titik balik bagi Angkasa. Hidupnya terasa lebih berwarna sedikit demi sedikit dari sini.  Mendapat sahabat, mendapatkan support dan juga mendapatkan kasih sayang dari orang-orang yang dekat dengannya—yang tak pernah didapatkannya dari kedua orang tuanya.

Angkasa masuk ke salah satu SMA Negeri di Kota Bandung yang sudah memiliki reputasi baik. Berkat usaha kerasnya selama ini semenjak duduk di bangku SMP. Ia juga masuk kelas unggulan yang merupakan tempat para siswa dengan nilai akademik yang sangat baik—meskipun Angkasa sadar kalau dirinya masih sangat jauh dari mereka semuanya.

Di sini Ia mengambil jurusan IPS. Tujuannya sendiri adalah untuk bekalnya melanjutkan studi ke jurusan hukum. Seperti keinginan dari mendiang kakeknya yang berharap agar Ia menjadi sosok hakim yang adil dalam menangani kejahatan dengan tegas dan juga bijaksana.

Angkasa berusaha keras mendapatkan peringkat terbaik di dalam kelasnya. Ia terus belajar dan belajar secara rutin. Bahkan merelakan waktu untuk bersenang-senangnya hanya untuk mendapatkan apa yang selama ini kedua orang tuanya harapkan.

Pagi ini Ia datang lebih awal untuk memenuhi kewajibannya sebagai salah satu petugas piket harian kelas yang sudah disepakati bersama sebelumnya.

Angkasa mendapatkan jadwal piket di hari kamis. Ketua kelas juga menunjuknya sebagai koordinator piket karena Angkasa termasuk siswa yang rajin datang lebih awal—karena itulah juga pihak sekolah menobatkannya sebagai siswa teladan angkatan tahun 2019.

Prestasi yang cukup membanggakan itu tentu bukanlah titik akhir dari kebencian Ayah Angkasa. Justru hal itu semakin menjadi-jadi. Hidupnya seakan memang benar-benar dikutuk oleh Tuhan. Kebahagiaannya seakan tak pernah bisa dirasakan keberadaannya. Semuanya seakan semu.

Suasana kelas XII IPS A terlihat sunyi. Seperti biasanya hanya ada bangku-bangku kelas yang berjejer di dalam kelas. Nampak debu tipis menutupi permukaan meja yang terbuat dari kayu jati dan sangat cantik dengan polesan vernis berwarna cokelat.

Langkah kaki Angkasa perlahan menapaki lantai kelas yang terbuat dari ubin berwarna putih menimbulkan suara decitan kecil akibat alasnya yang bergesekan dengan lantai.

Embusan angin yang perlahan meniup seragam milik Angkasa. Ransel berwarna navy  bergerak mengikuti gerak tubuh cowok itu. Kaus kaki putihnya tampak senada sekali dengan sepatu kets miliknya yang berwarna hitam legam.

“Sa, tungguin gue!” seru suara gadis dari arah belakang Angkasa.

Angkasa menoleh ke sumber suara. Dari wajahnya yang tampan, cowok itu melayangkan senyum ke arah gadis tersebut.

“Kok makin ganteng aja sih kamu?” gadis itu memandang wajah Angkasa dari dekat—mengamatinya dengan sangat detail setelah sampai di sana.
Angkasa hanya mengendikan bahunya dan kembali tersenyum ke arah gadis itu. Tatapan teduhnya menyiratkan sesuatu yang seakan bisa ditangkap dengan baik oleh gadis itu.

“Kamu ada piket hari ini?” tanya Angkasa pada gadis itu.

Gadis itu menggeleng, “ngga ada kok, kenapa emangnya?”

Angkasa menganggukan kepalanya perlahan, “ngga kenapa-napa kok, tumben aja gitu. Biasanya kan suka bangun siang kamunya,” ledek Angkasa pada gadis itu.

Gadis itu memanyunkan bibirnya—kesal dengan ledekan dari Angkasa terhadapnya. Kalau saja cowok itu bukan kekasihnya, mungkin Ia sudah menghajarnya hingga babak belur. Angkasa menatap wajah gadis itu lalu mendekapnya perlahan. Seakan tahu apa yang diperbuatnya pada gadis itu adalah hal yang menyakitkan.

“Maafin aku ya,” ucap Angkasa sembari memeluk gadis itu. Semilir angin yang bertiup di koridor sekolah membuat suasana di antara mereka terasa semakin dramatis. Dedaunan berwarna kuning pun juga menambah suasana tersebut.

Gadis itu masih terdiam dalam dekapan Angkasa seakan tak mau melepaskannya. Telinganya bisa mendengar detak jantung kekasihnya yang berdetak setiap detiknya. Cowok itu tahu betul apa yang Ia inginkan saat ini—dan kini gadis itu telah mendapatkannya dari sosok Angkasa.

Mereka berdua sudah berpacaran ketika menginjak bangku kelas XI. Angkasa sendiri awalnya juga tak mengenal gadis itu namun, sebaliknya sang gadis mengenal Angkasa sejak Ia pertama kali menemuinya.

Wajah tampan Angkasa lah yang membuat gadis itu penasaran. Sosoknya yang terlihat kalem namun sopan membuat gadis itu semakin penasaran.

Sedang asyik melamunkan pertemuan awalnya dengan Angkasa, cowok itu mengejutkannya dan membuat lamunan gadis itu buyar seketika. Nampak rona kemerahan di wajahnya—tanda kalau Ia malu akibat ketahuan sedang melamun.

“Na, nanti pulang sekolah aku tunggu kamu di tempat parkir ya,” ucap Angkasa berpesan pada gadis itu—namanya Kinar. Lebih lengkapnya Kinar Anjani Oktaviani. Ia adalah putri sulung dari dua bersaudara.

Gadis itu mengangguk paham, “iya Sa, aku bakalan nunggu di parkiran.” Kinar tersenyum ke arah Angkasa yang masih menatapnya.

“ya udah, aku ke kelas dulu ya. Sampai jumpa nanti,” ucap Angkasa pada gadis itu setelah melepaskan pelukannya. Tak lupa juga memberikan sentuhan lembut ke pipi milik Kinar. Gadis itu tersenyum lalu mengangguk. Keduanya terlihat sangat serasi.

Cowok itu berbalik arah dan berjalan meninggalkan gadis itu. Kinar masih berdiri menatap punggung Angkasa yang menjauhinya. Senyuman tampak di wajahnya.

* * *

Angkasa menatap langit-langit kamarnya setelah terbangun dari tidurnya. Ia juga cukup heran dengan dirinya sendiri. Entah kenapa Ia bisa bermimpi soal kehidupan masa lalunya—yang bisa dikatakan tak baik. Masa lalu itu juga lah yang mengubah jalan hidupnya.

Cowok itu bangkit perlahan dari atas ranjang menuju ke arah meja berukuran sedang yang berada di dekat lemari pakaian—meja itu merupakan tempat Angkasa dan juga Bayu biasa menyimpan peralatan mereka. Mulai dari peralatan seperti buku atau beberapa dokumen penting dan juga alat-alat elektronik salah satunya adalah ponsel miliknya.

Layar ponselnya menyala dan menampilkan sekilas notifikasi pesan yang masuk. Jari jemari Angkasa mulai menekan kombinasi angka untuk membuka ponselnya. Setelah benda itu terbuka, Ia langsung memeriksa satu persatu aplikasi yang ada.

Ekor matanya berhenti menatap salah satu pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Saat memperhatikan nomor pengirimnya, Angkasa mulai menyadari bahwa itu adalah nomor yang sama dengan orang yang mengiriminya pesan beberapa hari yang lalu.

“Siapa dia sebenarnya?” batin Angkasa penasaran. Sosok di balik nomor misterius tersebut menyimpan kecurigaan yang mendalam bagi Angkasa. Cowok itu benar-benar dibuat penasaran.

Angkasa berharap Ia akan menemukan sosok di balik nomor misterius tersebut dan membawanya ke jalur hukum dengan tuduhan teror. Angkasa berjanji akan melakukannya.

Ia melirik ke arah jam tangannya yang kini menunjukkan pukul 15.00 WIB. Angkasa memutuskan untuk bergegas mandi agar kembali segar kemudian berniat mencari lauk untuk makan malam nanti.

Dengan sigap, tangan-tangannya meraih pintu lemari dan mulai memilah beberapa pakaian miliknya dan langsung bergegas menuju ke kamar mandi.

TBC

Bojonegoro, 28 Agustus 2021

IMPERFECTUM [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang