Takdir Tuhan bukanlah bentuk ketidaksukaanNya pada semua umatNya melainkan cara untuk membuat mereka memaknai arti dari kehidupan.
- Angkasa Jayendra -
Pria berkacamata itu membanting pintu depan dengan sangat keras. Kondisinya yang dalam pengaruh alkohol itu menyebabkan langkah kakinya yang nampak sempoyongan. Anak lelaki yang mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka itu nampak ketakutan. Bukan tanpa sebab, pria berkacamata itu memang suka memberikan banyak pukulan padanya.
Memar-memar di tubuhnya menjadi saksi bisu penyiksaan yang dilakukan terhadapnya.
Tubuh anak itu gemetaran. Wajahnya pucat pasi. Langkah kaki pria itu semakin dekat ke arah pintu kamarnya. Suaranya membuat anak lelaki tersebut seakan terinterupsi.
Sorot tajam matanya memperlihatkan rasa kesal. Entah apa yang menyebabkan rasa itu muncul dari balik wajah sangarnya dengan jambang yang menghias sisi kanan serta kiri pipinya.
Tangan kekar pria itu membuka pintu kamar anak lelaki itu dengan penuh kekuatan sampai gagang pintu kamar tersebut menghantam dinding.
Pria itu mengedarkan pandangannya ke segala penjuru seakan mencari sesuatu yang bisa Ia gunakan untuk menghantamkan pada sosok lemah di hadapannya.
“Ini semua karena kamu! Saya kalah judi karena kamu!” serunya pada anak lelaki di hadapannya yang gemetar ketakutan.
Ekor mata pria itu menemukan sebuah gesper kulit berwarna hitam yang berada di dekat meja belajar. Tanpa pikir panjang lagi, tangan kekarnya meraih benda tersebut dan langsung mencambuki anak tersebut.
Suara cambukan itu terdengar lantang di telinga anak lelaki itu. Kulitnya merasakan perih akibat sentuhan kasar gesper yang digunakan untuk melayangkan cambukan di tubuhnya. Air mata anak itu menetes sedikit demi sedikit sebagai bentuk responnya—berharap kalau pria itu berhenti mencambukinya.
Hati kecilnya berdoa agar Tuhan membantunya menghentikan ini semua. Ia butuh kuasa Tuhan sekarang juga. Namun, apalah daya—tak seorang pun yang menjadi penolongnya. Hatinya menjerit, matanya meneteskan air mata sebanyak-banyaknya. Rintihan pilu keluar dari bibir mungilnya yang tertangkap samar.
“Ayah, ampun! Ampun Yah!” pinta anak itu dengan lirih. Wajahnya sudah nampak lesu. Tapi, Ayahnya tak berhenti melayangkan gesper ke kulitnya. Ia bahkan semakin beringas melayangkan benda itu ke tubuh anak lelakinya.
“Kamu itu anak pembawa sial! Hidup saya sial karena kamu!” ucapnya sembari terus mencambuki anak itu, “kamu itu anak haram! Anak haram!” sambungnya penuh rasa emosi yang meluap tiada henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPERFECTUM [ COMPLETED ]
Romansa[ Don't copy my story ] [ PLAGIAT HARAP MENJAUH!! ] [ Alert⚠ : Typo everywhere. Be careful ] [ COMPLETED ] [ Update setiap selasa, kamis dan sabtu ] [ 18+ ] [Disclaimer : terdapat adegan kekerasan yang tidak pantas untuk diikuti jadi bagi pembaca d...