Dua

273 43 4
                                    

Ketika orang tua melakukan sebuah kesalahan, apakah anak mereka yang harus terkena imbasnya?

- Angkasa Jayendra -

Pepohonan rindang yang menghiasi bagian taman bangunan yang ada di hadapan Angkasa membuat cowok itu merasakan keteduhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pepohonan rindang yang menghiasi bagian taman bangunan yang ada di hadapan Angkasa membuat cowok itu merasakan keteduhan. Sejuknya udara kota Bandung pagi ini menambahkan betapa cocoknya tempat ini untuk melepaskan penatnya hiruk pikuk perkotaan yang kian hari semakin memusingkan kepala.

Cowok itu melepaskan helm berwarna biru miliknya dan meletakkannya pada bagian spion sepeda motor. Ia bergegas mengambil pesanan piza yang dibawanya dalam box yang ada di bagian belakang sepeda motornya. Ya, kotak berukuran sedang dengan warna biru dan putih itu merupakan salah satu ciri khasnya. Warga Bandung pun juga sudah mengenalinya sebagai salah satu ikon dari restoran Mr Smith yang memang sudah ada sejak lama.

"Jalan Gardapati IX, nomor 16," ucap Angkasa perlahan sembari melihat alamat di kertas cokelat lalu mencocokannya dengan papan nomor rumah yang ada di dekat gerbang berwarna hitam tersebut.

Cowok itu mulai menekan bel rumah perlahan. Ekor matanya memperhatikan sekitar. Sesekali juga, Ia celingukan ke arah halaman rumah tersebut untuk memastikan ada orang yang mendengar suara bel yang ditekannya. Cowok itu menekan bel sekali lagi hingga tak berselang lama seorang gadis berjalan perlahan mendekati gerbang.

"Permisi Mbak, saya dari restoran Felice Amico, mau mengantarkan piza pesanan atas nama Naura Anastasya." Angkasa memberikan bungkusan piza dalam kotak tersebut pada gadis tersebut.

"Terima kasih Mas," jawab gadis itu dengan lembut lalu pergi meninggalkan Angkasa yang masih memperhatikan gadis itu.

Angkasa heran, rumah sebesar ini apakah hanya dihuni oleh gadis secantik dia seorang. Cowok itu cemas jikalau semisal terjadi hal yang tidak diinginkan bagaimana cara gadis itu meminta bantuan. Angkasa menonyor kepalanya sendiri, gaboleh doain yang jelek-jelek ntar kejadian lagi. Cowok itu bergegas menuju menyalakan sepeda motornya dan meninggalkan gerbang depan rumah tersebut.

* * *

Pandemi Covid-19 di Indonesia khususnya kota Bandung sendiri masih cukup parah. Banyak sentra industri yang terkena dampaknya, tak terkecuali restoran yang dimiliki oleh Mr Smith tersebut. Omset mereka yang semula naik, akhir-akhir ini mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Pria paruh baya itu hanya bisa menghela nafasnya. Berkutat dengan daftar pemasukan dan pengeluaran restoran yang dikelolanya membuat otaknya terasa mendidih layaknya berada di atas sebuah tungku. Deretan grafik dan juga beberapa buku tebal serta sebuah laptop berwarna hitam masih setia berada di hadapannya. Udara dingin dari AC juga ikut membantu menenangkan pikirannya yang sedari tadi kalut.

Secangkir kopi hangat yang berada di atas mejanya langsung saja menjadi sasarannya untuk melepas penat. Di usianya yang tak lagi muda menuntut Mr Smith bekerja lebih ekstra. Apalagi kini usahanya sudah memiliki cukup banyak anak pegawai yang juga membutuhkan gaji demi mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Tiba-tiba saja Ia teringat pesan mendiang istrinya. Wanita itu memang memiliki kesan yang sangat mendalam di hati Mr Smith. Tanpanya, dulu mungkin Mr Smith tidak akan jadi Mr Smith yang sekarang. Semangat wanita itu masih senantiasa dirasakannya meskipun raganya sudah tak berada di sisinya.

"Andai waktu masih panjang, aku ingin nanti kita merawat seorang anak laki-laki hasil adopsi dari panti asuhan untuk menemani masa tua kita bersama. Aku yakin dia juga pasti bisa membantumu menyelesaikan tugas-tugas dan juga membantuku memasak makanan kesukaanmu di dapur."

Suara ketukan pintu terdengar. Mr. Smith langsung reflek memperhatikan pintu ruangannya seraya berseru, "masuk."

Dari balik daun pintu terlihat Angkasa. Peluh terlihat jelas di wajahnya. Dengan perlahan Ia masuk ke dalam ruangan setelah sebelumnya menutup daun pintu ruangan Mr Smith.

"Mr cari saya?" tanya Angkasa memastikan pada Bosnya itu.

Pria itu mengangguk sembari duduk di kursi kebesarannya. Ekor matanya masih memperhatikan Angkasa dengan detail. Jujur saja, Angkasa terlihat kurang nyaman dan canggung dengan situasi ini. seakan-akan Mr Smith sedang memindai sesuatu yang salah dari dalam diri Angkasa.

"Ada yang mau saya bicarakan sama kamu, Angkasa. Kamu tidak keberatan?"

Angkasa merasa kikuk. Pikiran di dalam kepalanya mulai berkeliaran kemana-mana. Mimik wajah Mr Smith juga menambah ketegangan suasana di dalam ruangan itu. Suhu ruangan mendadak terasa panas meskipun kondisi AC sedang menyala.

"Kalo kamu tidak mau juga tidak apa-apa, saya tidak akan memaksa."

Cowok itu benar-benar bingung. Pikirannya masih mencoba menebak maksud dari Mr Smith. Angkasa menghela nafasnya. Ia mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya pada atasannya itu.

"Saya tidak keberatan Mr. Tapi, apa sebenarnya yang terjadi?"

Mr Smith tersenyum pada Angkasa yang terlihat kebingungan. Seperti yang terlihat dari raut wajahnya yang masih berusaha memahami dan mengamati situasi dan maksud dari atasannya itu. Tubuh Angkasa berkeringat. Rasa groginya kian bertambah.

Pria paruh baya yang duduk itu mulai menatap serius ke arah Angkasa dan melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Angkasa tercengang.

* * *

Angkasa keluar dari ruangan Mr Smith dengan perasaan bimbang. Rasa dilema dalam kepalanya terus menerus saja ingin agar Ia segera memberikan jawaban atas apa yang sudah terjadi. Perasaan dalam hatinya berkecamuk tiada henti. Ingin rasanya menghentikan semuanya sekarang. Angkasa masih belum siap menerima gejolak ini.

"Apakah kamu bersedia, jika saya angkat kamu menjadi anak angkat saya?"

Pertanyaan itu terus menerus terngiang dalam kepala Angkasa. Jawaban yang tepat pun belum terlihat muncul dalam benaknya. Ini terlalu rumit untuk dirinya. Bayangan akan kehidupannya apabila menjadi anak dari atasannya sendiri. Namun, jika Ia menolak, tentu tak akan jauh beda dengan saat ini.

"Apa Mr Smith akan berlaku sama seperti Ayah?"

Pertanyaan itu terpikir jelas dalam benak Angkasa. Masa lalunya yang membuatnya mengatakan hal demikian. Masih bisa Ia rasakan kesakitan itu hingga saat ini meskipun kejadian itu sudah lama terjadi padanya. Akan tetapi, sebuah rasa sakit tidak akan pernah dengan mudahnya pergi begitu saja tanpa adanya sebab akibat di mana ia harus pergi meninggalkannya.

"Sa, ada piza yang mau dianterin nih!" seru Miko, pegawai restoran bagian dapur pada Angkasa.

Suara lantang Miko membuyarkan pikirannya yang berjalan ke masa lalu. Angkasa kembali tersadar dan membalas seruan Miko.

"Oke, siap Ko!" jawabnya dengan lantang. Cowok itu bergegas menuju ke tempat Miko dan secepatnya mengantarkan piza pesanan tersebut ke tujuannya. Pikirannya berusaha melupakan sejenak pertanyaan Mr Smith padanya dan fokus pada pekerjaannya dulu.

Pilihan ini baginya tidak mudah. Harus ada pertimbangan yang benar-benar matang. Sekali lagi, ini bukanlah sesuatu yang sederhana bagi Angkasa. Ini lebih dari kata itu. Semuanya kompleks tanpa bisa Angkasa duga. Perasaan, memang seringkali menjebak dan memainkan hatinya.

Alasannya berpikir berkali-kali adalah hanya satu. Ia tak mau dikecewakan lagi.

TBC

Bojonegoro, 3 Agustus 2021

IMPERFECTUM [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang